Anak pertama selalu jadi beban bagi dirinya sendiri.
"Ayo, kasih ke adikmu dulu."
Sejak kecil sudah belajar cara mengalah. Tetapi, definisi mengalah yang diajarkan membingungkannya. Apakah sebenarnya maksud mengalah? Apa mengalah berarti harus selalu mengalah setiap saat? Ataukah, mengalah adalah cara supaya lebih adil?
"Biarkan adikmu dulu lah yang main. Dia kan masih kecil."
Jika mengalah adalah cara supaya lebih adil, mengapa dia selalu jadi pihak yang mengalah? Tetapi, anak pertama adalah anak pertama. Mereka selalu dipuji setiap kali berhasil mengalah — meski mengalah itu terasa sakit karena mereka tak pernah melihat pihak lain mengalah untuknya.
"Belajar yang rajin. Biar jadi contoh buat adik kamu."
Masih mengenakan seragam putih-merah, tetapi sudah diberi tekanan yang tak seharusnya. Tetapi, anak pertama tak pernah berani memberontak. Jadi, mereka akan menyingsingkan lengan di meja belajar, belajar sebaik-baiknya, sekaligus menjaga jarak dari orang rumah.
Karena usaha belajar mereka tak selalu berujung pada nilai-nilai yang bagus.
Dan, mereka selalu khawatir menunjukkan nilai-nilai tersebut.
Mereka cemas membayangkan kegagalan-kegagalan di masa depan.
Sebab mereka adalah anak pertama, penolong pertama jika terjadi apa-apa, panutan bagi saudara-saudara di rumah. Anak yang dulunya dinanti, tekanan yang tak diharapkan.
Karena tak ingin lagi mendengar tekanan yang memberatkan hati, mereka menjadi lebih pendiam di rumah. Berusaha sebaik mungkin menjaga jarak. Menciptakan langkah baru di dunia luar. Namun, kalung yang disematkan untuk mereka begitu berat.
Terlalu berat.
Mereka tak pernah meminta menjadi anak pertama. Berharap menjadi anak kedua atau ketiga atau bungsu sekalian, yang tekanannya tak sebesar anak pertama. Tetapi, anak pertama hanya mampu melihat dari sudut pandang anak pertama. Mereka tak tahu beban yang dirasakan anak kedua setiap kali orangtua berkata, "Lihat, tuh, kakakmu. Kamu masa gitu-gitu aja." Kamu tidak tahu rasa terabaikan yang dirasakan anak-anak pertengahan karena orangtua sibuk mengurus kakak yang baru memasuki sekolah dan adik-adik yang baru lahir. Kamu tidak tahu rasanya menjadi anak bungu yang terasingkan dari keluarga, beda umur paling jauh, jarang didengar suaranya, dipandang remeh kemampuannya karena masih kecil. Tiap anak punya masalahnya masing-masing.
Mereka, anak-anak pertama, berharap orangtua sadar bahwa orangtualah yang harus menjadi panutan. Jangan bebankan apa yang tak seharusnya menjadi anak pertama. Namun, anak pertama hanya mampu melihat dari sudut pandang anak pertama. Mereka tak tahu beban yang dirasakan orangtua. Orangtua sadar betul mereka sudah jadi panutan tanpa perlu disuarakan. Orangtua berjuang sekuat tenaga mereka. Orangtua juga kepayahan berjuang, tetapi berusaha menutupi lelah raut wajahnya. Orangtua juga terbebani. Dan, ini adalah bagian dari sifat manusia mereka, kelemahan mereka, ketidaksempurnaan mereka, sehingga mereka salah memperlakukanmu. Ingin menjadikanmu sebagai panutan adik-adikmu, karena mereka pribadi ingin dirimu lebih baik dari mereka.
Mereka, anak-anak pertama, jadi begitu kritis menilai berbagai kekurangan yang ada dalam rumah ini. Tetapi, anak-anak pertama seringkali lupa bahwa...
kita tinggal di dunia yang tak sempurna;
diisi oleh orang-orang tak sempurna;
tetapi, menuntut kesempurnaan.Mari kita belajar mengalah lagi. Tetapi, tambahkan keadilan kali ini. Lihatlah lebih objektif bahwa...
semua orang kepayahan dengan ujiannya masing-masing.
Anak pertama, anak kedua, anak ketiga, anak bungsu.
Dan, juga, orangtua kita sendiri.
Everybody's struggling, hardly.[]
***
Disclaimer: Tidak semua anak pertama merasa seperti ini. Bisa saja sama-sama anak pertama, tapi masalahnya beda. Ini cuma diambil dari masalah spesifik beberapa anak pertama.
Jadi, apa kesanmu setelah baca bab ini? :)
Apakah kamu merasakan seperti ini? Bisa cerita? :)
Buku ini sudah tersedia di toko buku, ya. Menurutku, ini tipikal buku yang perlu ada di rak bukumu. Bukan cuma kamu di hari ini. Tapi juga bisa kamu di masa depan. Bisa juga untuk teman terdekatmu. Bisa juga untuk generasi setelahmu.
Ini juga bisa beli online. Di Gramedia.com, Bukabuku.com (lumayan gede diskonnya), Akubaca.com, Grobmart, dan lain sebagainya. Kamu sudah punya? Kalau belum, mau beli kah? :D
Jangan lupa ikuti aku di Instagram dan Twitter dengan username yang sama, ya: alvisyhrn
Terima kasih
- Alvi Syahrin
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa
No FicciónDia diterima di jurusan kedokteran. Dia yang lain lanjut kuliah di luar negeri. Dia yang lain lagi mendapatkan pekerjaan di perusahaan ternama. Dan, kita ingin menjadi mereka. Namun, apakah kesuksesan sedangkal itu? Mari telusuri buku ini dan patahk...