Dulu, aku adalah mahasiswa kupu-kupu.
Para senior, saat masa-masa ospek, selalu mengingatkan, "Jangan jadi mahasiwa kupu-kupu; kuliah pulang-kuliah pulang."
Tetapi, aku tidak mendengar ucapan mereka.
"Cari pengalaman di kampus. Ikut organisasi. Gabung sama komunitas."
Tetapi, aku tidak mengikuti saran mereka.
Bukannya gimana-gimana, sebagai introver kelas berat, aku sangat kesulitan beradaptasi di tempat baru. Jadi, berada di kampus yang baru, orang-orang baru, alur hidup yang baru; melelahkanku secara sosial. Aku butuh pulang untuk mengistirahatkan diriku.
Namun, aku tidak pulang ke rumah, lalu berbaring di kasur sambil menggulir linimasa Instagram atau Twitter.
Aku pulang, duduk di depan komputer lamaku, menelusuri internet, menyerap ilmu-ilmu kepenulisan di grup-grup yang aku bergabung di dalamnya, lalu mencoba-coba menulis. Lalu, membaca-baca buku. Menganalisis pembukaan paragrafnya, pertengahan cerita, dan bagaimana sang penulis mengakhiri kalimat di setiap bab. Lalu, mempraktikannya lagi di tulisan berikutnya. Terus menulis. Meminta teman membaca dan mengomentari. Mencoba mengirimkannya ke majalah ini-itu — as predicted, mostly rejected. Menantang diri mengikuti lomba menulis ini-itu. Kalah berulang kali. Hingga mendapatkan satu kemenangan yang membawaku ke sebuah penerbit, menulis sampai hari ini.
(Oh, tentu, tugas kuliah dan laporan praktikum selalu jadi prioritas.)
Aku memang mahasiswa kupu-kupu. Aku bersosialisasi secukupnya. Aku tidak mengikuti organisasi apa pun.
Dan, aku tidak bilang ini sepenuhnya benar.
Yang aku ingin bilang..., setiap orang punya peran masing-masing.
Aku pulang bukan untuk malas-malasan.
Aku pulang melatih dan mengokohkan skill baruku — menulis.
Aku pulang berusaha mengejar mimpiku.
Dan, mahasiswa kupu-kupu yang kau temui di kampusmu...,
mungkin, dia sedang mengejar mimpi;
mungkin, dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga;
mungkin, oh, bukan mungkin, tapi pasti..., kita tak tahu apa-apa.
Dan, mahasiswa yang sibuk berorganisasi, mengikuti kegiatan ini-itu di luar kampus, mereka juga mengerjakan sesuatu — untuk sesuatu yang tidak kita ketahui.
Setiap orang punya porsi masing-masing. Setiap orang punya orbit masing-masing. Tak perlu kita... merasa lebih tinggi.
*
Hari ini, aku menjadi penulis.
Dan, ilmu yang kupelajari di kampus tidaklah sia-sia secara hakikat.
Masyaallah. Ini semua terjadi atas kehendak Allah semata.[]
**
i'm back again. kamu, gimana kabarnya?
dan, gimana kesanmu setelah baca bab ini? ceritakan dong. aku selalu senang baca komentar darimu.
btw, kamu pakai media sosial apa aja deh?
temukan aku di media sosial lain juga, ya.
di instagram. di twitter. di tiktok. di facebook. search aja: alvisyhrn.
dukung kontenku di sana juga, ya!
terima kasih, teman-teman pembaca.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa
Non-FictionDia diterima di jurusan kedokteran. Dia yang lain lanjut kuliah di luar negeri. Dia yang lain lagi mendapatkan pekerjaan di perusahaan ternama. Dan, kita ingin menjadi mereka. Namun, apakah kesuksesan sedangkal itu? Mari telusuri buku ini dan patahk...