BAB V

14 2 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama di bulan November. Gue di sini lagi berlari secepat mungkin menuju ruang tim majalah. Gue di kabarin Dhito kalau hari ini ada sejumlah majalah yang sudah selesai dicetak sebagai sampel. Gue yang tadinya alesan ke Dhito buat gak ikut rapat sekarang malah lari-lari biar gak terlambat. Pokoknya gue harus dapetin sampel majalah itu. Tentu gue harus tunjukin Jona hasil tulisan gue.

BRAKK... gue membuka pintu dengan keras. Ternyata, rapat sudah dimulai.

"Ara?"

"Kak, katanya gak ikut rapat?" ujar Gavin.

"Iya, ternyata gue gak jadi kerja kelompok," ujar gue khususnya ke Dhito. Sebenarnya gue emang dari awal gak ada kerja kelompok.

"Oke, masuk aja Ra, ikut rapat sini,"

Gue pun duduk dan melihat sekitar. Sepertinya belum ada bau-bau membahas sampel majalah. Padahal seharusnya di agenda rapat hari ini sebagian besar bakal membahas evaluasi majalah bulan lalu. Satu detik kemudian, gue lihat Gavin memegang 3 sampel majalah di tangannya.

"Vin, itu sampel majalah bulan ini? Dhit, lo udah bagi-bagi?" Gue tiba-tiba angkat suara.

"Iya, Ra, tadi semua orang udah gue kasih sebelom lu dateng," ujar Dhito santai

"Buat gue satu dong Vin," ucap gue ke Gavin.

"Yah, gak mau ah Kak. Siapa suru kakak telat," ujar Gavin meledek.

Memang anak ini. Kalau ada perlombaan bocah paling tengil se-Indonesia mungkin Gavin bakal jadi pemenangnya. Emang sih di sekolah gue gak ada yang namanya senioritas-senioritas berlebihan, tapi gue tetap seorang kakak kelas. Masa gue kalah setiap kali debat sama seorang Gavin yang lahir setahun lebih telat dari gue.

"Vin, pinjemin satu. Kita perlu evaluasi," ujar Dhito tegas. Akhirnya, berguna juga Dhito sebagai ketua.

Dengan senyuman lebar gue mengambil majalah dari tangan Gavin yang bersungut-sungut. Tanpa memperhatikan penjelasan Dhito, gue langsung sibuk membuka lembaran majalah, mencari artikel gue. Gue langsung berhenti setelah wajah Jona terpampang di halaman. Wahh... Jona memang gak pernah mengecewakan.

"Ra, corner lo kali ini menurut gue dan yang lain lumayan bagus. Kita lihat respon anak-anak lain dan kalo bagus mungkin bisa dimasukin lagi buat bulan-bulan kedepan,"

Lamunan gue seketika langsung buyar saat gue mendengar nama gue disebut. Mungkin kalo Dhito gak manggil nama gue, gue masih senyum-senyum sendiri. Dan dengan itu, Dhito mengakhiri rapat hari ini yang sebenernya gak gue dengerin dari awal karena terlalu fokus membaca artikel gue sendiri.

"Kak, mana majalah gue," pinta Gavin. Masih inget aja dia.

"Buat gue boleh ya Vin, gue belom dapet ni. Lo kan punya tiga,"

"Ih gak bisa kak, itu mau gue bagi-bagi kan pertama kali tulisan gue di-publish," ujar Gavin.

"Emang mau lo kasih ke siapa sih?"

"Ke mama, ke temen gue, sama ke doi, kak,"

"Banyak amat, itu satu emang jatah gue, anggep aja gue temen lo ata doi lo gitu," ujar gue ke Gavin.

"Ra, nih punya gue buat lo aja," ujar Dhito menghentikan perdebatan gue sama Gavin.

"Yes, makasih Dhit," jawab gue manis ke Dhito sedangkan mata gue mengarah kesal ke Gavin.

Karangan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang