Andai bumi diberi kekuatan untuk berbicara, mungkin sekarang ia sudah menangis diterpa hujan dengan badai sederas ini.
Berusaha bertahan walau angin pun bersih-tegang meruntuhkan pertahanan pepohonan yang mencengkeram erat bumi.
Setelah sampai di rumah, aku keluar dari mobil dan berlari kearah teras rumah karena hujan tak kunjung reda.
Aku membuka sepatuku yang basah dan berjalan masuk ke rumah.
Saat diruang tamu aku melihat mama yang berjalan keluar dari dapur." Ya Allah nak, kok bisa Kuyup begini?"
" Tadi saat istirahat dikantor, aku mampir ke kafe sebelah. Pas ingin kembali ternyata hujan. Jadinya gini."
Isyaratku menjelaskan kepada bunda yang mulai khawatir dengan keadaanku.Kalau ayah ada disini, pasti ia hanya menertawakanku. Bukannya tidak peduli tapi bagi ayah perhatian bunda itu seperti sedang memanjakan ku. Padahal bunda udah diberitahu sama ayah bahwa
"anak laki-laki itu kuat, tak perlu dikhawatirkan. Bunda aja yang keras kepala, nggak mau dengerin. Dimanjain terus." Katanya. Nyatanya itu tidak ngaruh sama bunda.
Aku membuka jasku dan dibantu bunda yang langsung mengambilnya.
"Terus kok ini di baju kamu ada tumpahan kopi?" Tanya bunda saat melihat dikaos putihku terdapat tumpahan kopi.
Pikiranku terlempar pada kejadian tadi. Aku sempat memandang wajah perempuan itu, tapi cepat-cepat aku kembali menundukkan pandanganku.
Aku lihat ada guratan bersalah diwajah perempuan itu. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana, ingin minta maaf pun, belum tentu perempuan tadi mengerti bahasa isyaratku.
Akhirnya ia memilih pergi, melewati perempuan itu tanpa mengatakan sepatah katapun.
" Ck afnaaann."Aku tersadar dari lamunanku dan memandang bunda.
"Bunda tadi tanya,kok ada tumpahan kopi di jas kamu? eh kamunya malah diam. Ngelamunin apa kamu?" Tanya Vita.
Kening Vita berkerut melihat Afnan yang salah tingkah dengan menggaruk kepalanya sambil geleng-geleng dan ada semburat merah di pipinya.
Memangnya ada yang salah dengan ucapannya? kalau iya, yang bagian mana. Sedetik kemudian, Vita tersenyum penasaran.
"Ada apa? Kok kamu geleng-geleng kepala?" Tanya Vita penuh selidik.
Afnan memandang bundanya seolah linglung. Ia merasakan darahnya berdesis naik ke wajahnya. Pasti wajahnya sudah merah, ia juga bingung entah mengapa ia jadi malu sendiri mengingat kejadian tadi.
"Eng-nggak ada apa-apa kok bun. Aku naik keatas dulu." Isyaratnya.
Vita semakin dibuat penasaran oleh tingkah anaknya yang jarang ia lihat.
Vita hanya geleng-geleng kepala melihat itu.Dasar anak muda. Ucapnya dalam hati sambil berjalan ke dapur.
****
Setelah membersihkan diri dan shalat Maghrib, bunda masuk ke kamarnya dengan membawa nampan berisi segelas susu yang sepertinya masih hangat, terlihat dari gumpalan asapnya yang masih ada walau tidak banyak.
"Diminum dulu susunya supaya tubuhmu terasa lebih hangat."
Aku hanya mengangguk lalu meraih gelasnya dan meminumnya hingga setengah gelas."Nanti setelah makan malam katanya ayah mau bicara sama kamu diruangannya."
Aku mengerutkan keningku.
Pasti bahas tentang itu lagi. Batinku.Aku hanya mengangguk mengiyakan. Malas juga untuk mengomentari perkataan bundanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario Terindah Dari Tuhan
SpiritualitéTak ada yang tau seperti apa kedepannya. Apalagi kalau menyangkut urusan hati. Karena hanya takdir yang mengetahui segalanya dan waktu yang akan menjelaskannya. Ini bukan masalah cinta, tapi ini masalah waktu. Waktu yang telah menciptakan peradaban...