Laki-laki bertubuh tinggi dan tegap, dibalut kemeja polos berwarna biru laut, dipadu celana panjang hitam licin, membuatnya selalu pantas mendapat lirikan diam-diam dari setiap gadis yang dilewatinya.
Adam Alfaribhy, bisa dibilang dari segi fisik dan otak, ia adalah paket lengkap untuk dijadikan pacar atau suami idaman. Sayangnya, para gadis yang sedang curi-curi pandang itu harus berusaha lebih keras hanya untuk bisa ngobrol dengan Adam. Jangankan ngobrol, di dekati saja susahnya minta ampun.
Tapi meskipun begitu, Adam memiliki alasan tertentu. Ia sangat menjaga diri dengan hal-hal yang dilarang menurut agamanya, salah satunya berdekatan dengan gadis yang bukan muhrimnya. Ia hanya meberikan senyuman singkat pada setiap orang yang mengenalnya, meskipun ia tidak, karena senyum itu termasuk ibadah, hanya jika kita melakukannya untuk hal yang dianggap benar.
Adam baru tiba di Hacettepe pukul sembilan pagi, hari ini ia ada kelas dan hendak menemui dosen pembimbing untuk cicilan skripsi nya. Dan setelah itu ia akan mengadakan rapat lomba yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
"Yumna, beni bekle!" (*tunggu saya!)
Panggilan seorang gadis kepada temannya membuat Adam refleks menoleh, bersamaan dengan itu gadis bersurai panjang dengan paras rupawan melewatinya, dia berlari kecil kearah gadis berjilbab yang sudah lebih dulu memasuki pintu kampus.
Adam terhenyak, "Gadis itukan?" ia masih mengingat jelas, gadis yang baru saja melewatinya itu adalah gadis yang ia tegur beberapa hari yang lalu di toko bukunya.
"Ternyata kuliah disini juga." Gumamnya.
Adam menarik sudut bibirnya kesamping—tanpa sadar. Ia hendak melanjutkan langkahnya, namun terhenti tatkala matanya tidak sengaja menangkap suatu benda kecil yang tergeletak diatas lantai. Adam berjongkok untuk mengambilnya. Sebuah gantungan tas namun di desain seperti tasbih berukuran mini. Adam memicingkan kepalanya, sepertinya milik gadis itu. Karena tadi ia sempat mendengar suara benda terjatuh ketika gadis itu lewat.
Ia ingin mengembalikannya namun terlambat, gadis itu sudah terlalu jauh.
"Mungkin nanti saja kalau bertemu." Pikir Adam, lalu memasukkan gantungan itu kedalam tas nya. Ia harus segera pergi ke kelasnya karena bel sudah berbunyi.
Semua mahasiswa program studi Sastra semester dua sudah memasuki kelasnya, dan mereka tengah menunggu dosen yang akan mengisi jadwal mata kuliah di jam pertama pagi ini. Zehra duduk dibarisan keempat bersama kedua temannya, Yumna dan Alice.
"Oh iya, kamu sudah tahu belum?" tanya Alice tiba-tiba. Yang ditanya adalah Zehra karena gadis itu duduk ditengah.
"Apa?"sahut Zehra.
"Aku kira Yumna sudah beri tahu kamu?"
Yumna yang merasa namanya disebut pun menoleh, ia menatap Alice sebentar, detik berikutnya ia menepuk jidatnya. "Astagfirullah, aku lupa!"
"Ya ampun, padahal masih muda sudah jadi pelupa." Ujar Alice.
"Maaf, namanya juga manusia tidak luput dari khilaf."
"Memangnya ada apa?" tanya Zehra lagi, ia penasaran.
Kembali ke topik pembicaraan lagi. "Itu, kamu dijadikan panitia lomba, menggantikkan kak Sheyla yang mendadak berhalangan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tuhan
General FictionPerbedaan, Satu kata yang bisa menggarisi segalanya, seperti rasa yang dimiliki oleh Adam dan Zehra. Melalui sebuah pertemuan, sampai menumbuhkan ketertarikan satu sama lain. Kehadiran Zehra, sosok gadis kristen yang ingin menekuni agama islam, mem...