● Salah Menyebut

43 7 0
                                    

Pukul dua siang Adam baru pulang bekerja dan selesai membersihkan diri. Sekarang ia sedang menikmati makan siangnya di dapur sembari mengecek beberapa email masuk di McBook nya. Suara televisi di ruang tamu apartemen nya terdengar hingga ke dapur, Adam sengaja tidak mematikannya karena ia tidak suka suasana terlalu sepi, meskipun begitu ia tetap penghemat listrik yang baik.

Apartemen yang Adam tempati memang tidak besar dan mewah tetapi setidaknya cukup untuk menjadi tempat tinggal sementaranya selama di Turki.

Ting… tong…

Adam menghentikan aktivitas mengaduk makanannya saat mendengar bel berbunyi, alisnya menukik sebentar, lalu ia mengambil segelas air untuk di minum sebelum pergi membuka pintu.

Assalamu’alaikum!”
Waalaikumsalam, oh Mr. Yusub?” ujar Adam saat melihat seorang kurir yang suka mengantarkan paketnya.

“Ini ada paket untuk tuan Adam, dari kampung halaman.” Katanya, ia memang sudah akrab dengan Adam.

Adam menerima kardus besar berwarna cokelat yang terbungkus rapi itu. “Wah, alhamdulillah… Terimakasih banyak Mr. Yusub, mampir dulu kedalam?”

“Ah tidak, saya masih banyak paket yang harus diantarkan, mari tuan!”

“Ya, ya silahkan.”

Adam pun kembali masuk ke dalam sambil membawa paketnya, ia taruh diatas meja ruang tamu, kemudian pergi mengambil gunting di dapur sekalian dengan McBook dan juga makanannya ia bawa ke ruang tamu.

Ia duduk diatas karpert beludru, punggungnya disandarkan pada kaki sofa. Sebenarnya Adam ingin menghabiskan makananya yang tinggal sedikit lagi, tapi fokusnya terbagi pada kardus besar itu, ia tidak sabar membukanya. Maka dengan begitu ia pun memutuskan untuk menggunting lem yang merekatkan kardusnya sampai bagian atas terbuka.

Adam melihat banyak makanan-makanan khas Indonesia khususnya dari Tanggerang, kiriman kali ini cukup banyak, sepertinya bukan hanya titipan dari Ibunya, tapi juga dari Haura,

Calon istrinya.

Setelah selesai makan, Adam langsung membereskan isi paketnya, ia menaruh bahan-bahan makanan untuk hari raya idul fitri yang tinggal menghitung hari lagi. Sudah hampir tiga tahun ia tidak lebaran di Indonesia, rasanya ia sangat rindu.

Drrt….drtt… ponselnya berbunyi, ada panggilan masuk dari Haura. Adam pun meraih ponselnya lalu menggeser tombil hijau untuk menjawab.

Assalamualaikum.” Suara lembut itu mengalun sampai rungu Adam. Ia sedikit merinding tiap kali mendengar suara Haura yang sangat jarang ia dengar.

Waalaikumsalam, Ra?”

Kak paketnya sudah datang? Aku mau mastiin soalnya aku cek resi nya sudah sampai di alamat apartemen kakak.

“Iya sudah kok, saya lagi beresin sekarang.” Jawab Adam dengan tangan kiri sibuk menata beberapa bungkus gula dan tepung.

“Oh ya sudah kalau begitu aku tu—”

“Sebentar, saya ingin bicara lebih lama dengan kamu!” cegah Adam, gadis itu tidak berubah selalu buru-buru kalau bicara dengannya, seolah takut tertinggal oleh sesuatu, atau… karena gugup bicara dengan Adam dan ingin segera menyudahinya. Ia memaklumi, karena Haura itu jarang berinteraksi dengan laki-laki sedekat dirinya, dan setelah di khitbah olehnya.

“I-iya kak?
Nah dengarkan? Tebakan Adam benar, Haura pasti sedang gugup. Tanpa sadar Adam terkekeh dalam hati. “Kamu kasih saya banyak bumbu buat masak apa saja?”

Oh itu, Umi kakak bilang kalau kak Adam mau buat opor ayam untuk lebaran tahun ini, jadi aku pesankan bumbu-bumbunya, kakak tinggal masak saja.

Garis TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang