Bab 4 Bunga tidur

636 50 1
                                    

Aurora langsung berbalik ketika masuk ke dalam apartemen. “Bukankah apartemen ini terlalu kecil? Hanya ada satu kamar tidur!”

“Bercinta tidak perlu tempat yang luas, bukan?”

“Bercinta...?”

“Jangan pura-pura polos ya Lony... tentu saja kamu mengeluarkan uang sebanyak itu untuk mendapatkan servis yang spesial dan memuaskan.” Abu mendorong Aurora sampai wanita itu terperangkap oleh tubuhnya dan tembok. Abu melumat bibir Aurora dengan rakus, membuat wanita itu hampir kehabisan napas.

“Lepas... aku belum siap!” Aurora mendorong dada bidang Abu, napasnya tersengal. Ia merasakan panas napas Abu di kulit wajahnya. “Apakah syarat utama menjadi gigolo di tempat kalian itu yang memiliki nafsu besar, hah?” Aurora mendongak, matanya bertemu dengan mata cokelat Abu. “Menyingkirlah.”

Abu melepaskan tubuh Aurora. Ia kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa. “Biasanya para klien yang menyergapku duluan, bahkan dengan tubuh berkeringat mereka yang belum mandi setelah semalaman beraktivitas, tapi tidak masalah bagiku.”

Aurora mengusap dada kirinya. Entah kenapa ia merasa kecewa karena lagi-lagi ia memang bukan satu-satunya. “Maaf, aku minta tolong padamu untuk merapikan belanjaan, aku mau istirahat dulu.” Aurora masuk ke kamar sambil membawa koper pakaiannya. Ia memutuskan untuk mandi dan beristirahat.

Hampir sejam kemudian Aurora mendengar pintu kamarnya diketuk.

“Lony, kamu sudah tidur? Buka sebentar, ya....”

Aurora berniat mengabaikannya, tapi ternyata Abu tetap mengetuk pintu kamar dengan intensif. Akhirnya ia membuka pintu dan memasang wajah datar. “Sudah hampir tengah malam, kurasa kamu bisa menggunakan sofa itu untuk tidur.”

Abu menarik kedua tangan Aurora. “Maafkan aku, maaf telah bersikap kasar dan menyinggung perasaanmu, berkata hal yang tidak sopan....”

Aurora hendak menarik tangannya, tapi Abu menggenggamnya sangat kuat. Sebelah tangan Abu mendorong pintu kamar sampai terbuka lebih lebar, kemudian ia menarik Aurora keluar.

“Kamu belum makan apa pun dari tadi, makanlah dulu, aku sudah memasak untuk kita.” Abu menggenggam tangan Aurora dan mengajaknya ke ruang makan. Ia menarik kursi dan mempersilakan Aurora duduk. Kemudian Abu meletakkan hotplate berisi steak di hadapan Aurora.


Aroma saus barbeque bercampur jamur menggoda indra penciuman Aurora. “Kamu memasak ini?”
Abu tersenyum. “Makanlah selagi hangat.”

Aurora mengiris ujung potongan daging sirloin dan memasukkannya ke dalam mulut. Daging dan bumbunya terasa seperti mencair di dalam mulutnya. “Ini sangat lezat!” Aurora tersenyum.

“Berarti kamu memaafkanku, kan?”

Aurora mendengus “Apa yang perlu dimaafkan? Aku sama sekali tidak sedang marah!” katanya sambil terus memasukkan irisan daging ke dalam mulutnya yang mungil. Setelah selesai makan, ia membuka kulkas dan menemukan beberapa botol bir. Seumur hidup, ia belum pernah menyentuh alkohol, tapi saat ini kewarasannya sungguh tidak ia pedulikan.

Aurora mengambil sebotol bir dan menuangkan isinya pada gelas besar yang ia ambil dari rak.

“Kamu sering minum?”

Aurora menggeleng. “Ini akan menjadi pengalamanku yang pertama.” Ia tersenyum. “Banyak orang bilang, mabuk adalah cara terbaik untuk menghilangkan rasa sakit...” katanya sebelum menenggak hampir setengah gelas bir dalam satu tarikan napas, kemudian ia bersendawa dan tetawa kecil.

Abu menatap iba ke arah Aurora.

“Hei, aku tidak membayarmu untuk mengasihaniku... jangan menatapku seperti itu!” Aurora bahkan sudah merasa mabuk sebelum menghabiskan botol pertamanya.

“Betapa bodohnya lelaki yang membuatmu kesepian...” Abu berkata dengan lembut. Ia masih duduk di kursinya. Bertopang dagu sambil terus menatap Aurora lekat.

Aurora hanya tersenyum. Kemudian ia kembali meminum bir di gelasnya sampai habis. Dengan tidak sabaran ia kembali meminum bir langsung dari botolnya hingga menghabiskan botol ketiga dan mulai cegukan. “Apakah lelaki mudah melupakan cintanya? Hhhh... aku benci mengakuinya, tapi meskipun aku menggugat cerai suamiku, aku masih mencintainya...” air mata Aurora menetes.

Abu menyentuh pipi Aurora yang basah. Kemudian Aurora memegang telapak tangan Abu sambil tertawa kecil.

“Perlakuan manis yang kuterima bahkan dari seorang gigolo...” Aurora terkekeh. “Lihat telapak tanganmu yang besar... jemarimu yang panjang dan kasar.” Aurora menempelkan telapak tangannya pada telapak tangan Abu. “Kamu sangat sexy...” katanya melantur.

Abu menghela napas. Ia beranjak dari kursinya dan menghampiri Aurora. Ia memapah wanita itu yang sudah sangat mabuk menuju kamar mandi. Memijat tengkuknya agar memuntahkan seluruh bir dalam lambungnya, tapi tidak begitu banyak membantu. Kemudian Abu mengelap wajah Aurora dengan handuk hangat. “Kenapa wanita sepertimu bisa sangat ceroboh dan menyebalkan?”

Aurora berjinjit dan mengalungkan lengannya di leher Abu. “Kamu adalah lelaki yang sangat tampan dan berkharisma.” Ia tertawa keras. “Tapi sayang, kamu milik banyak orang, sungguh tidak ada nilai plus-nya, bukan?”

“Kamu memang menyebalkan...” Abu menahan hasratnya ketika Aurora menempelkan tubuhnya dengan ketat. “Sayang sekali aku tidak berminat pada wanita mabuk.” Ia menggendong Aurora dan menjatuhkannya dengan lembut di atas tempat tidur. Ia menyelimuti wanita itu sampai ke dagu. “Tidurlah, semoga mimpimu indah ya Lony...” Abu mencium ringan kedua pipi Aurora, dahi, lalu bibirnya yang yang kental dengan pahit manisnya fermentasi gandum.

Aurora terlalu mabuk untuk menyadari perlakuan manis Abu padanya. Manis dan berengsek di satu waktu. Dalam mimpinya, ia sedang berlari di tengah hutan dengan langit yang cerah, tidak ada ketakutan, ia hanya merasakan kegembiraan... hangatnya cahaya matahari bahkan terasa di kulit tubuhnya. Ia menyerukan nama seseorang dengan perasaan yang menggebu, wajah itu tertutup siluet, tapi ia yakin ia sangat mengenalnya....

A Gentleman's sugar babyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang