"Terimakasih sudah mau keluar dari jalurmu... " Aurora tersenyum dengan tulus. "Membuatmu memperlakukanku dengan manis di tempat umum,pasti sangat sulit bagimu"
Abu tersenyum tipis. Ia melirik kearah Aurora yang berdiri tepat di sampingnya. Keduanya menyandarkan lengan di atas pagar balkon apartemen. Menikmati malam yang cukup cerah.
"Aku sangat penasaran dengan bagaimana caramu menjalani kehidupan pribadi" Aurora bergumam. "Enaknya jadi lelaki tampan, pasti belum pernah bertepuk sebelah tangan.."
Abu hanya tersenyum. "Akupun punya seseorang yang sangat ingin kumiliki... tapi tak tergapai"
Aurora menepuk pundak Abu sambil tertawa. "Yang benar saja, kalimat itu tidak pantas untukmu! Wanita manapun tidak akan menolak untuk jadi milikmu"
"Benarkah..?"
"Tentu saja, kau adalah lelaki yang sangat tampan dan perhatian!"
Abu memegang kedua bahu Aurora dan menghadapkan tubuh wanita itu padanya. "Apa kamu mau menjadi milikku malam ini?"
Aurora terkekeh "Tentu saja ini berbeda, aku kan memang membayarmu..." Ia menepis tangan Abu yang memegang nyaman pundaknya. "Aku butuh bir untuk menghangatkan tubuhku"
"Tidak lagi.." Abu berjalan mengekor di belakang Aurora. Tapi ia tidak mampu melarang kliennya untuk melakukan kesenangan.
Aurora tersenyum setelah menghabiskan tiga kaleng bir. "Kamu tahu kenapa aku harus mabuk?" Aurora menghampiri Abu. Ia duduk di pangkuan Abu sambil mengalungkan sebelah lengannya di leher lelaki itu.
"Kenapa..?"
"Aku terlalu grogi berhadapan denganmu... Kamu terlalu menggemaskan! Bagaimana jika aku menyerangmu saat kau tertidur? Hahahahaha..." Aurora kemudian memeluk dada Abu, membenamkan wajahnya disana. "Lihat betapa nyamannya..."
Abu menelan ludah. "Kamu memang sangat menyebalkan ketika mabuk..." Abu berdiri dari kursinya, membuat Aurora kehilangan keseimbangan, Abu menarik tubuh mungil Aurora yang hampir terhempas ke lantai. "Kamu benar-benar pembuat masalah..."
Aurora menyipitkan matanya. "Kamulah yang pembuat masalah... Membuatku ingin... Hihihi... Sudahlah..." Aurora melepaskan diri dari Abu, ia berjalan menuju kamarnya dengan sempoyongan. "Selamat malam Abu...." Kata Aurora sambil tersenyum genit.
Abu hanya mematung di tempatnya berdiri. Berusaha menahan hasratnya. Ia kemudian pergi untuk mandi air dingin sebelum ikut naik ke tempat tidur. Memandang wajah polos Aurora. "Kamu benar-benar tidak mengenalku...." Kata Abu sambil mengusap pipi Aurora.
***
Aurora terbangun dengan perasaan tidak enak karena terlalu banyak minum. Ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya, kepalanya terasa berdenyut.
Abu mengetuk pintu kamar mandi dan masuk menghampiri Aurora. "Jangan sok minum bir lagi, tidak baik buat tubuhmu..." Abu memijit tengkuk Aurora kemudian membantu Aurora berdiri setelah menekan tombol flush toilet.
"Aku bisa sendiri, ini sangat memalukan.." Aurora melepaskan lengan Abu yang merangkulnya.
"Tidak perlu sungkan, lagipula aku sudah terbiasa melihat hal seperti ini.." Abu tersenyum, ia melap wajah Aurora dengan handuk yang dibawanya. "Istirahatlah, akan kubuatkan osmanthus lemon..."
Aurora menggigit bibir bawahnya. Ia kesal diperlakukan terlalu baik oleh Abu. "Hmm... Aku akan pulang besok"
Abu menghentikan langkahnya. "Cara kerjanya bukan seperti itu..."
"Aku tidak meminta uangku kembali, aku hanya ingin pulang, anggap saja kamu mendapatkan libur lebih cepat"
Abu tersenyum sinis. "Ini bukan hal yang menguntungkan untukku, jika kau melakukan hal itu, perusahaan akan memecatku karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik..."
"Begitukah..?" Aurora menghela nafas. "Maaf aku tidak berpikir sampai kesana..hanya saja aku merasa aku tidak cocok dengan hal-hal seperti ini..."
"Kamu bisa mendikteku.. apa yang harus dan tidak harus kulakukan, maaf jika aku membosankan...."
"Haish... Sudahlah, keluar sana buatkan aku minuman yang tadi kamu bilang... Hush hush" Aurora mendorong tubuh Abu keluar dari kamar dan menutupnya. Ia bersandar di pintu kamar. Rasanya seperti berusaha terbebas dari kepalsuan tapi terjebak pada kepalsuan lainnya...
Aurora membuka tas tangannya dan mengeluarkan handphone nya yang lain. Handphone yang sudah lebih dari tiga hari ia matikan. Akhirnya ia menghidupkannya. Ribuan notifikasi pesan muncul di layar pemberitahuannya. Kebanyakan dari group daringnya. Sisanya adalah pesan dari Reino. Bahkan ada ratusan misscall. Aurora hampir tidak percaya .
Telepon Aurora berdering.
"Iya Halo"
"Akhirnya kamu menjawab teleponku... Kamu dimana Aurora?kita bicarakan baik-baik..."
"Sudah tidak ada lagi yang harus kita bicarakan... Bagaimana kabar anakmu?" Sindir Aurora.
"Aku minta maaf selama ini bersalah padamu.. pernikahan kita bukan kemarin sore Rora, aku mencintaimu begitupun sebaliknya.."
Aurora tertawa kecil. "Apakah kamu bisa meninggalkan Clara untuk melanjutkan pernikahan kita..?"
"Jangan membuatku memilih antara kamu wanita yg kucintai dan Ibu dari anakku, harusnya kamu yang lebih mengerti..." Reino berkata dengan suara parau.
Air mata Aurora menetes. "Jika begitu memang tidak ada lagi yang harus dibicarakan, jika yang kamu permasalahkan adalah tunjangan pasca cerai, tenang saja... Aku tidak mengungkitnya di pengadilan bahkan sepeserpun.. untuk masalah rumah memang harus ditentukan adil oleh pengadilan, aku rasa kamu harusnya lebih tahu.."
"Kenapa hanya masalah harta yang kamu bahas? Sekalipun tidak pernah terpikirkan masalah itu!" Nada suara Reino meninggi karena Kesal.
"Ya sudah, selamat pagi.."
"Aurora... Aku mohon datanglah di sidang mediasi pekan depan, jangan jadi pengecut yang mengirimkan pengacara..."
Aurora mengumpat kesal setelah menutup sambungan telepon. Ia meremas handphone, membuat buku jarinya menonjolkan urat2 halus.
Abu meraih tangan Aurora, mengambil handphone dari tangan wanita itu dengan lembut dan melemparkannya ke ujung tempat tidur. "Jangan pernah lagi membiarkan dirimu menangis untuk lelaki itu" Abu memegang kedua sisi wajah Aurora, ia mendekatkan bibirnya dan melumat bibir Aurora. Lidahnya menyusup masuk mengait Lidah Aurora.
Ciuman Abu begitu panas. Membuat jantung Aurora berdebar cepat, tubuhnya bahkan terasa berkeringat di ruangan ber-AC.
Ciuman Abu turun ke leher Aurora, jemari lelaki itu bergumul dengan kancing-kancing piagam Aurora, membuat Aurora mendesah ketika Jemarinya menemukan bagian lembuat di dalam sana. Saat jemarinya turun kebawah, Abu berhenti sejenak dan berjalan menuju lemari. Tapi kemudian Aurora menarik kembali tubuh Abu.
"Kamu tidak memerlukan pengaman untuk bercinta denganku, karena selama lebih dari 7 tahun pernikahan aku tidak bisa memberikan anak untuk suamiku..." Kata Aurora sambil tersenyum lirih.
Wajah Abu terlihat marah, membuat Aurora kebingungan. Tapi kemudian ia kembali melembut tidak lama setelah mencium Aurora dengan rakus.
"Jangan membicarakan pria lain selagi bercinta denganku..." Bisik Abu ketika kejantanannya memasuki tubuh Aurora.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gentleman's sugar baby
Любовные романыKisah tentang Aurora, wanita berusia 33 tahun. Kehidupan cinta nya berubah ketika Reino suaminya memutuskan untuk menikah lagi demi mendapatkan buah hati yang tidak bisa Aurora berikan. sebagai Wanita, hidupnya pernah sempurna. Tapi bukan sebagai Ib...