BAB 2

640 46 1
                                    

Ketentuan yang paling utama adalah datang dengan mengenakan topeng. Menghindari pertemuan ulang di tempat umum, dan tidak meninggalkan kesan apapun mengenai identitas masing-masing anggota.

Karena yang datang memang kebanyakan wanita bersuami yang kesepian, seperti halnya Aurora.
"Miss London, silahkan masuk..." Seorang perempuan yang mengenakan seragam pelayan sexy mempersilahkannya masuk ke dalam ruangan.

Aurora mengangguk sambil tersenyum. Bagaimana rasanya ya menghabiskan tunjangan yang kukumpulkan selama ini dari uang bulanan yang diberikan Reino untuk bersenang-senang dengan pria lain? Aku tidak menganggap diriku sebagai sugar baby-nya Reino, karena tunjangan memang sudah sepatutnya diterima oleh seorang istri, kan?Aurora membenarkan dirinya sendiri.

Matanya membelalak terkejut ketika melihat suasana ruangan yang sangat asing dan vulgar baginya. Musik keras menderu, dan banyak pasangan yang bercumbu tanpa malu meskipun mengenakan topeng. Ada banyak sugar baby di sudut lain ruangan menunggu para pelanggan pria yang datang. Ia menelan ludah. Rupanya pintu neraka telah ia buka dengan sempurna.

Aurora berjalan sesuai arahan petugas di resepsionis sebelumnya. Matanya mencari-mancari dalam ruangan yang sangat luas. Sepertinya perusahaan ini memiliki sistem terpisah yang belum Aurora Pahami. Kemudian ia melihat di bagian lain ruangan terdapat Meja bundar dengan bendera putih bernomor 17, nomor meja yang diinformasikan resepsionis untuknya. Disana telah duduk sekitar enam orang wanita yang sedang mengobrol. Ia menyapa seadanya kemudian duduk di kursi yang tersedia.

"Hai, pertama kali datang kah?" Seorang wanita berambut panjang bergelombang menyapanya. Topeng yang hanya menutupi setengah wajahnya sangat tidak dapat menyembunyikan kecantikan perempuan itu. Bibirnya yang tebal hanya ia pulas dengan lipstik warna netral. Rambutnya yang kecokelatan membingkai wajah wanita itu dengan sangat sempurna, semakin mencerahkan kulit wajahnya.

"Hmmm... Iya..." Bisik Aurora minder.

"Ah, dulu akupun begitu.. santai saja, namaku Britania"

"London... " Kata Aurora sambil menjabat tangan Britania. Keduanya berusaha membungkam tawa, karena menyadari tentu saja itu bukan nama asli mereka. "Sudah berapa lama?"

Britania meneguk minuman di hadapannya. Aroma manis tequila keluar dari mulut Britania saat wanita itu berucap. "Lebih dari setahun... Dan aku sepertinya ketagihan seolah tak ada kesempatan berhenti... " kemudian ia tertawa masam.

Jantung Aurora seolah diremas. Kesakitan yang ia rasakan seperti terpancar di mata Britania. Ia seperti dirinya yang penuh luka dan kesepian. "Maaf aku lancang bertanya..."

Britania menepuk pundak Aurora."Bersenang-senanglah.. "

Aurora mengangguk. Kemudian ia melihat sekitarnya. Wanita-wanita dengan gaun terbaiknya duduk sambil bercengkrama layaknya ini adalah perkumpulan sahabat. Tapi ini hanyalah imajinasi luas soal "sahabat".

Bahkan sejatinya mereka hanya mengenal cangkang yang dipalsukan,tapi ternyata mereka bisa tersenyum bahkan tertawa bahagia. Meskipun ada diantaranya kepalsuan.

Seorang pelayan memberikan masing-masing kami sebuah album. Aurora memandang sekeliling, mereka semua tampak antusias. Dengan penasaran Aurora membuka halaman pertama Album miliknya. Tampak foto seorang laki-laki berusia dua puluhan mengenakan outfit trendi. Gayanya bak model sampul majalah. Waktu berlalu ia habiskan untuk mengamati foto demi foto dan hal ini membuat perasaannya sangat tidak enak dan jadi merasa bersalah. Tapi tentu saja ia sudah terlambat untuk mundur...karena ia juga sudah membayarkan uang yang tidaklah sedikit jumlahnya.

Aurora kembali membuka halaman demi halaman yang berisikan foto-foto dengan lengkap autobiografi singkat mereka. Dimana judul besar menggantung di halaman muka Album adalah "Trophy". Tinggal menunjuk salah satunya, dan silahkan membawa mereka pulang untuk sepuluh hari. Sungguh kegilaan di luar nalar. Wanita mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan peliharaan, berupa lelaki.

Masing-masing wanita di berikan pilihan album dengan lelaki yang berbeda. Disesuaikan dengan sifat dan keinginan yang dituliskan dalam wawancara awal dengan klien. Tentu saja album miliknya akan berbeda dengan album milik Britania.

Aurora melihat Britania, betapa terkejutnya ia ketika melihat perubahan di sorot mata wanita itu yang tampak bahagia. Berbeda dengan tatapan ia sebelumnya.

"Kamu sudah memilih?" Wajah Britania terangkat dan mata keduanya bertemu.

"Mmm... Aku masih belum menentukan..." Aurora menjawab tidak yakin.

Britania mengelus pundak Aurora. "Santai saja, setidaknya kamu masih punya waktu 45 menit... "

"Maaf jika aku kurang sopan... Apakah mereka akan melakukan sex dengan kita?"

Britania tersenyum. "Mereka memang dibayar untuk memuaskanmu... Tapi jangan gunakan hatimu, karena setelah 10 hari, lelaki yang kamu pilih tentu akan memperlakukan wanita lain lagi yang memilihnya.. jangan pernah menganggap perlakuan mereka padamu adalah perlakukan spesial, itu hanya pekerjaan bagi mereka.."

"Ah... Baiklah..." kalimat yang di ucapkan Britania tampak seperti curhatan yang sebenarnya wanita itu rasakan. Ia melirik halaman album Britania. Britania sepertinya memilih lelaki yang mungkin lebih dewasa secara usia darinya.. Lelaki tampan bermata kelabu..

"Jangan sampai kau menghabiskan begitu banyak uang hanya untuk meredam cemburumu..." Gumam Britania sebelum meneguk minumannya kembali. Raut wajahnya terlihat sendu sejenak tapi kemudian ia kembali tersenyum dengan wajah cerah. "Aku duluan yaa.. selamat berbahagia!" Britania beranjak dari kursinya dan melambaikan tangan sambil tersenyum ramah. Ia berjalan menuju ruangan lain sambil membawa album di tangannya.

Setelah Britania menghilang. Seorang perempuan berujar. "Tahukah? Kabarnya wanita itu selalu datang setiap sepuluh hari untuk membawa pulang lelaki yang sama"

Aurora melihat sekilas wanita bergaun merah itu kemudian ia melirik ruangan yang di masuki Britania. Britania adalah seorang wanita cantik yang sangat anggun .. mustahil wanita seperti ini dicampakkan oleh suaminya dan memilih jalan ini untuk membunuh kesepian? Bahkan ia bisa mendapatkan lelaki manapun, bukan?

Aurora menghela nafas. Ia kembali meleburkan fokusnya pada album ditangannya. Ia berhenti pada foto seorang lelaki muda berusia 27 tahun. Wajahnya tampak familiar. Tampan. Rambutnya berpotongan cepak. Matanya agak sipit dengan tulang pipi yang tinggi, keduanya memiliki lesung. Wajahnya tampan sekaligus manis. Hidungnya mancung. Alisnya sedikit tebal. Bahu lelaki ini tampak sangat lebar dan bidang. Wajah Aurora memerah, bahkan ia malu dengan yang ia bayangkan.

Lagi-lagi... Memang uang dapat memuaskan hasrat manusia. Ya, hanya hasrat.
Aurora berdiri dan berpamitan dengan yang lain, ia menghampiri seorang pelayan, kemudian masuk ke ruangan yang ditunjuk pelayan itu. Sebuah ruangan dengan sebuah meja dan kursi. Seorang wanita memasuki ruangan dan memberikan sebuah goodybag besar.

"Selamat datang di perusahaan kami, A Gentleman's Sugar Baby...perkenalkan nama saya Audi...silahkan anda bisa berganti pakaian dan melepaskan topengnya... Setelah itu silahkan tekan bel dan lelaki pilihan anda akan menjemput anda dan kalian bisa pergi melalui pintu lain di sebelah sana.. setelah 10 hari perjanjian selesai, kami akan selalu menjaga kerahasiaan data klien kami, jadi anda tidak perlu khawatir"

Aurora mengangguk.

"Ini adalah kunci apartemen yang sudah kami siapkan untuk sepuluh hari kedepan..." Audi memberikan sebuah kunci dan dokumen dalam amplop.

"Lelaki anda sudah mengetahui lokasinya, semoga puas dengan pelayanan kami.. sampai jumpa"
Aurora menjabat tangan Audi sambil menganggukkan kepalanya.

"Terimakasih..." Kemudian ia membuka tas yang diberikan Audi. Sebuah kaos kasual dengan celana jeans. Berhadiah setelan? Aurora tertawa geli. Ia mengganti gaunnya dengan setelan yang diberikan kemudian setelah siap ia melepaskan topengnya dan meletakkannya di meja. Kemudian ia memencet bel.

Tidak lama kemudian terlihat seorang laki-laki yang mengenakan kemeja hitam masuk kedalam ruangan. Kemeja itu dibiarkan menjuntai, dengan kerah yang terbuka sampai kancing ke tiga. Wajah lelaki itu lebih memukai dari potretnya di album. "Selamat malam... Nona London.."

Aurora hampir tersedak mendengar nama aliasnya di panggil. "Selamat malam..." Aurora menjawab sambil beranjak dari kursinya.

A Gentleman's sugar babyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang