Adelia Mars
Krusak...
Aku sudah menaruh curiga kepada seseorang yang belum bisa kukatakan sekarang, apalagi mendengar suara itu, aku yakin ada yang menguntit kami saat ini.
Segera ku alihkan topik pembicaraan kami, secara asal, tentu saja.
"Deb," panggilku kepada Debi, aku sengaja menganggukkan kepala berharap Debi mengerti maksudku. Tapi nyatanya agak lama.
"Katanya mau ke rumah Andre, kan? Yuk, ikut aku aja," Ini agak nggak nyambung, tapi semoga saja dia tahu.
satu detik ... dua detik ... tiga detik ...
"Iya, gue pingin banget ke sana, temenin gue, ya?" akhirnya, tidak salah jika dibilang cukup pintar.
"Oke deh, yuk ke kelas dulu," ajak ku--yang sebenarnya akan pergi ke basecamp kami, toilet. Nggak keren memang, toilet dibilang basecamp.
Setibanya kami di toilet aku langsung menanyakan perihal tadi.
"Lo tadi pura-pura nggak tau apa gimana sih?" ya, walaupun tiga detik itu waktu yang cukup singkat untuk berpikir.
"biasa agak lama mikirnya," jawabnya dengan berbisik.
"Lo punya gawai nggak?" tanyaku sambil mengeluarkan gawai dari sakuku.
"Punya, tapi nggak bisa buat WhatsApp, emang kenapa?"
"Mau gue belikan?" bukan maksud apa-apa, karena sebenarnya aku tidak akan membelikannya, hanya akan memberikan gawai lamaku kepada Debi. Karena kurasa gawai lamaku juga masih, oke.
"Enggak usah, memang kenapa sih, Del?" Debi bisa penasaran juga. BTW, aku tidak suka dipanggil 'Del'.
"Nanti kalau telepon, orang lain bisa dengar, mending via WhatsApp," terangku dengan agak kesal, bukan apa-apa aku tidak suka saja dipanggil 'Del'.
"WhatsApp masih bisa disadap," iya juga sih, tapi tidak secepat itu.
"Tapi setidaknya masih membutuhkan waktu untuk menyadap, kita tidak sebodoh itu," gawaiku saja membutuhkan hacker profesional untuk berhasil menyadapnya.
"Gue ada gawai sih, tapi udah butut, tapi masih bisa kok dipakai buat nge-hack akun orang," ucap Debi, sepertinya ia baru mengingat gawainya. Dia hacker?
"Nggak apa-apa, yang penting masih bisa buat WhatsApp kan?" tanyaku lagi.
"Bisa, mungkin,"
"Oke, nanti gue share ke lo, pas di rumah gue aja ya," bisik ku.
"Oke," jawabnya.
oOo
Sampai di rumah, Bi Iyem telah menyambut kedatangan kami. Itu bukan rumahku, itu rumah Bi Iyem, asisten keluargaku yang sekarang sudah tidak bekerja lagi di rumahku. Karena dulu anaknya sakit-sakitan, ia lebih memilih mengurus anaknya--memang seperti itukan seharusnya seorang ibu.
Debi mungkin sudah menaruh curiga, tetapi tidak mau mengatakan langsung kepadaku. Terlihat dari gerak-geriknya, sepertinya ia tak pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya, walau hanya sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission Adventure
Misteri / ThrillerIni adalah sebuah cerita yang dibawakan oleh Debi Bumi seorang cewek kelewat tomboi yang sangat dibenci keluarganya semenjak ia lahir di dunia. Ya, bukannya lebay maupun alay tapi memang benar keluarganya berantakan sejak ia kecil. Berbeda dengan a...