Apes 2

34 5 0
                                    

Kuliah di jurusan matematika tidak seburuk yang aku bayangkan. Kenyataannya kami justru jarang bertemu dengan angka. Teorema, aksioma, lemma menjadi hal baru yang kukenal. Ketika harus menghafal aku lebih kesulitan dibandingkan harus menghitung. Yah, meski salah memilih jurusan ternyata tidak selalu buruk.

Hampir dua bulan aku kuliah, tentunya banyak sekali tugas. Siapa bilang kuliah tidak ada tugas. Ada lembar kerja individu, tugas kelompok, menyampaikan materi dengan presentasi. Itu semua sangat buruk bagiku. Aku sangat lemah dalam kerjasama kelompok maupun menyampaikan materi di depan kelas.

Geometri adalah pelajaran yang menyebalkan. Bagaimana harus memahami letak sudut-sudut, memahami bangun-bangun. Bahkan titik saja dipermasalahkan. Rasanya kuliah di matematika lebih rumit dibandingkan mempelajari bahasa Indonesia. Salah menuliskan dan dengan atau bisa berakibat fatal. Dua garis strip (sama dengan) dengan tiga garis strip (ekivalen) juga jauh beda. Aku yang ceroboh mau tidak mau harus belajar menjadi teliti agar tidak salah tulis.

Pekan ke delapan kuliah aku mulai mengerjakan tugas kelompok. Aku sedikit beruntung karena tidak mendapat kelompok yang awal-awal. Mata kuliah yang ada tugas kelompok di semester awal ini adalah geometri dasar dan fisika dasar. Setidaknya masih bertemu fisika meski hanya satu kali saja dalan perkuliahan ini. Sayangnya tidak ada praktek di laboratorium fisika yang sangat kuingiinkan untuk membuat bom (maksudku membuat kekacauan).

Pada fisika dasar kelompok sembilan ada aku, Yovita, Octavius, dan Salsa. Dan aku medapat kelompok tiga belas di geometri dasar bersama dengan Erlina, Berlian, Ahmad, dan satu kakak tingkat yang belum kutahu namanya.

Aku kurang tertarik mengerjakan tugas bersama. Selama SMA aku selalu mengerjakan tugas kelompok seorang diri dan yang lain hanya menerima beres. Tapi aku selalu tidak mendapat nilai tambahan karena guru hanya menilai yang menyampaikan presentasi di depan. Jadi aku sudah malas dengan tugas yang seperti itu.

"Satya, nanti sore nugas. Pekan depan kita maju presentasi." Salsa memberitahuku. Aku rasa kelompok fisikaku tidak ada yang mengkoordinir. Jadi mau tidak mau aku terpaksa mengambil keputusan untuk jadi koordinator kelompok.

"Oke, minta nomer hp kamu. Nanti kuhubungi jam pastinya." Sahutku sambil mengambil ponsel. Aku juga menghampiri Octavius dan Yovita, karena Salsa juga kendala dalam komunikasi. Entah kenapa orang lain mudah berbicara denganku walau beberapa diantara mereka memiliki kendala komunikasi. Namun juga aku selalu sadar dari tatapan mereka.

Yovita sebenarnya bukan pemalu. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan dia sebelum kuliah, kurasa ada yang janggal. Dia menjadi seolah tidak peduli dengan tugas kelompok. Sedangkan Octavius, dia agak aneh dari tatapannya. Bahkan beberapa kali aku mendapatinya memperhatikan gerak gerikku. Aku merasa ada kesamaan antara aku, Salsa, dan Octavius walau tidak seutuhnya. Kurang beruntungnya kami menjadi satu kelompok.

Waktu delapan minggu lebih dari cukup untukku mengamati seisi kelas terutama siswa / mahasiswa. Itu adalah sisi burukku, dimana aku sangat suka dengan pembacaan karakter manusia. Sepertinya aku sudah keracunan dengan buku-buku tidak jelas maupun fiktif. Kadang aku seolah menjadi seperti seorang detektif yang tersesat. Ya, walau kadang kebiasaan burukku juga membantu beberapa anak sewaktu SMA untuk keluar dari permasalahan mereka. Tapi aku tidak suka dengan karakterku yang seperti itu. Seolah aku terlalu mencampuri kehidupan orang lain.

Jam dua siang aku menghubung Yovita, Octavius, dan Salsa untuk memberitahu mereka bahwa tugas kelompok akan dimulai jam empat sore di D2 lantai 1 dekat tangga. Satu per satu setuju dengan keputusanku. Aku beristirahat untuk mengumpulkan energi. Sebenarnya batas toleransi sosialku adalah delapan jam per hari. Jadi jika tidak ada kelas, aku selalu menghilang. Tak lain aku kembali ke kos untuk menenangkan diri.

MaksimumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang