Sesuai dengan janjinya. Zaki akan berkelana mencari jajanan bersama Sekar. Tapi sayangnya gadis itu sulit sekali mengeluarkan kalimat panjang. Membuat Zaki gemas, ingin menjatuhkan Sekar dari lantai dua.
"Woi Sekar! Jadi gak nih? Kalo nggak ya gue mau balik!"
"Sabeb dah!" jawab Sekar.
"Lah kok sabeb sih? Sini kemari!"
Ide jahil terlintas di kepala Zaki. Tentu saja Sekar akan menjadi target Zaki. Saat keberadaan Sekar berada di dekat pintu. Zaki dengan jahatnya mendorong tas Sekar yang otomatis membuat Sekar menubruk tempat sampah.
"Hahaha ... Ya Tuhan! Ngakak so hard!" Zaki tertatawa puas.
Sekar bangkit dari posisi terjatuhnya. Ia langsung berlari turun ke lantai dasar. Sungguh Zaki sangat menyebalkan, ingin rasanya Sekar merasakan Zaki free day.
Dirinya dan Zaki telah bersahabat sejak awal SMP. Hanya saja sifat Zaki yang selalu ingin tahu tentang segala hal tentang dirinya dimulai saat pertengahan kelas sembilan.
Sekar merenung di dekat masjid. Kalau selalu ada Zaki di setiap menit kehidupannya ia merasa sangat tidak nyaman. Tetapi jika ia bertindak kasar dengan Zaki, pastinya Zaki akan merasa hanya dijadikan sebagai beban untuk dirinya. Sekar merasa serba salah.
"Tiati kesambet Noni Belanda lho!" Zaki duduk tepat di samping kiri Sekar.
"Zak!" Sekar menatap Zaki tepat di kedua bola matanya.
"Kenawhy Sekaaar? Laper? Mau digendong gue? Apa mau dilempar ke empang belakang? Biar lo dimakan lele. Bilang aja! Gue bakal lakuin kok buat lo!" kata Zaki, sambil memainkan Tote bag hitam Sekar yang bertuliskan 'Jangan pernah protes terhadap proses'.
"Nanti aja lah gue bilangnya." Sekar merampas barang miliknya itu. Ia pergi menuju pintu gerbang.
Zaki yang menyadari kalau Sekar ingin pulang, ia buru-buru mencegahnya. Zaki berdiri di hadapan Sekar. Saat Sekar ingin maju, selalu di hadang olehnya.
"Misi Zak, gue mau pulang!" Sekar mengerucutkan bibirnya.
"Lo gimana sih? Udah janjikan katanya mau nyari jajanan sama gue! Laper nih gue! Jangan ngibul mulu lah!" sewot Zaki.
"Gue gak ngibul Zak! Kan yang bilang lo! Bukan gue kan?" bantah Sekar.
"Terus sekarang gimana nih? Gue mau makan!" Zaki protes keras terhadap Sekar.
"Ya udah deh ayo! Tapi lo jangan beli soda!" Sekar membuang muka ke lain arah.
"Iya Kar! Iya! Tapi lo wajib, kudu, mesti, harus ikut!" Zaki mencekal keras tangan Sekar.
Zaki segera menarik Sekar menuju parkiran motor. Hanya ada beberapa motor yang berada di parkiran. Karena memang jam pulang sekolah telah usai sejak 15 menit yang lalu.
"Lo ganti motor?" tanya Sekar, sambil melirik motor yang sedang Zaki keluarkan dari parkiran.
"Motor Bang Cakra ini!" jawab Zaki.
"Zak!" Sekar memelas. "Gue duduknya gimana hey!"
Zaki terkekeh. "Duduk ya tinggal duduk lah Kar!"
"Ini motor sport Zaki! Nanti kalo gue duduk biasa merosot, kalo miring gue bisa mental." Sekar mendengus pelan.
"Heh Aldeena! Kan lo ada tote bag! Kalo lo mau lo gak merosot jagain aja tuh yang turunannya pake itu!" Zaki menatap sinis Sekar. "Jangan cari alasan buat kabur deh lo!"
"Astaga Zak! Nggak gitu ya gue! Gue cuma bingung, nanti kalo gue nyusruk ke lo gimana dong? Badan gue juga pegel kali kalo duduk di jok motor kayak gitu ya!" Sekar melipat kedua tangannya di depan dada, dan tote bag-nya ia peluk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo Kak Taruna
Ficción General"Saat kau lelah dan ingin menyerah, ingatlah! Ada mimpi yang harus diwujudkan, ada cita-cita yang harus diperjuangkan, dan ada orang tua yang harus dibanggakan." ___________________________ Persaingan mengejar mimpi tidaklah semudah yang ada dalam e...