Lima Puluh Tujuh

95 13 0
                                    

"Ayuk kek Abang kemping di pulau Putri, ok? Lame ge sampai tige hari," – Kakak dan Abang kamping di pulau Putri, ya? Kok lama sampai tiga hari, tanya Rizki polos.

"Dak lah. Nya nginep di penyusuk. Kan ada rumah penduduk yang disewakan tu," – tentu tidak, mereka menginap di pantai Penyusuk, kata Om Amir berbohong.

Karin dan Arjuna langsung memahami kenapa Om Amir berbohong. Tak banyak orang tahu bahwa pulau Puteri yang sebenarnya dalah sebuah kerajaan Arjadwipa.

"Pantes, pulau Putri tu angker, Bang," kata Rizki.

"Iya, makanya kami tidak menginap di sana. Perahu Lon membawa kami ke pantai sorenya. Tadi malam memang kami ke pulau Putri lagi sebentar, ingin lihat sunrise," kata Arjuna. Karin tertawa kecil mendengarnya.

Ketika sampai di rumah Om Amir, Tante Yaya dan Dita sudah menyambut Karin dan Arjuna. Terutama Dita yang girang karena teman sekamarnya kembali. Tante Yaya mengajak mereka makan siang bersama, termasuk Rizki.

"Tiket kalian jam berapa?" tanya Om Amir.

"Ke Jakartanya besok jam sepuluhan, Om. Ke Seoulnya malamnya. Jam sepuluh kurang," jawab Arjuna.

"Berarti besok kalian pagi-pagi sekali berangkat, ya," saran Om Amir. Arjuna mengangguk setuju.

"Nanti malam kita makan di luar. Nanti jemput jam 7, ya, Rizki. Kita ke Sari Laut," kata Om Amir pada Rizki.

"Siap, Bos," jawab Rizki patuh.

Dengan adanya Rizki di meja makan, Om Amir sama sekali tak bertanya apa yang terjadi di Arjadwipa. Setelah semuanya makan siang, mereka duduk di ruang keluarga. Rizki pamit pulang. Om Amir pun mulai bertanya.

"Dyah Ayu sudah bertemu Putera Baginda?" tanya Om Amir formal. Karin merasa canggung dengan bahasa yang dipakai Om Amir, namun mencoba memankluminya.

"Sudah, Om. Saya juga sudah berkenalan dengan Dhayita," kata Karin.

"Oh, sama Dhayita juga?" kata Tante Yaya yang baru keluar dari dalam. Wajahnya penuh kekhkawatiran.

"Dhayita ditangkap. Bersama abangnya. Karena mereka terlibat dalam kejadian hilangnya Derta Abang Darmawan," kata Arjuna.

Tante Yaya terkejut hingga memekik, "jadi, rumor itu benar, Bang?" katanya pada Om Amir.

"Om Amir tahu sesuatu?" tanya Arjuna.

"Bukan rumor. Hanya pemikiranku saja. Itu yang membuatku keluar dari Arjadwipa. Aku tak setuju Putera Baginda menikah dengan Dhayita," jawab Om Amir.

"Apa pemikiran, Om Amir?" tanya Karin.

"Saya rasa ada yang janggal atas menghilangnya Derta Abang Darmawan. Lalu, alih-alih mencari dulu, mereka langsung mengusulkan agar Putera Baginda Budiman dilantik menjadi yuwaraja. Padahal hampir semua penduduk tahu bahwa Putera Baginda sudah menikah dan memiliki anak. Usul yang mereka kemukakan, dan bukti bahwa Derta Agung Darmawan mengundurkan diri dari posisi yuwaraja pun terlalu jelas dan terlalu tak bisa dibantah," jelas Om Amir.

" Mereka sudah memikirkannya masak-masak," kata Karin lirih.

"Siapa yang menemukan kebusukan mereka?" tanya Om Amir.

"Karin, Om," jawab Arjuna.

"Dyah Ayu? Bagaimana?" tanya Om Amir lagi.

"Saya mendengar mereka bertengkar. Rupanya keberadaan saya mengancam mereka, karena itulah mereka bertengkar," jawab Karin.

"Oh, Tuhan. Rupanya Tuhan mengirim Dyah Ayu Karina ke sini untuk membongkar kebusukan mereka," kata Om Amir dengan lega.

"Ada satu lagi yang belum terungkap, sebenarnya," kata Karin sedih.

"Apa itu, Dyah Ayu?" tanya Tante Yaya.

"Adik saya, Risa. Saat itu dia digendong Paman Darmawan. Dia menghilang bersama dengan Paman Darmawan," jawab Karin.

"Ya ampun, Dyah Ayu Marisa? Sabar, ya, Dyah Ayu. Mereka pasti bisa menemukan Dyah Ayu Marisa. Sekarang, mereka sangat ingin menemukan keberadaan Derta Abang Darmawan, eh sekarang seharusnya sudah menjadi Putera Baginda Darmawan," kata Tante Yaya menenangkan Karin.

"Oh ya, Om, Tante, kami berencana mengadakan pesta pernikahan di Arjadwipa. Mungkin kami perlu bantuan Om dan Tante sebagai penghubung, karena tak ada sinyal telepon yang bagus di Arjadwipa," kata Karin.

"Benarkah? Wah, boleh..boleh.. Kabari kami biar kami menyampaikannya ke pulau Puteri," jawab Tante Yaya gembira.

"Sekarang kalian istirahat dulu. Nanti malam kita makan malam di luar, lalu beberes. Besok pagi kalian harus segera berangkat, kan?" saran Om Amir.

Karin dan Arjuna beranjak ke kamar masing-masing. Karin ke kamar Dita, Arjuna ke kamar Adit, abang Dita. Karin segera terlelap ketika kepalanya menyentuh bantal. Kejadian beberapa hari terakhir sungguh menguras energinya.


**Bersambung ke Lima Puluh Delapan**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada "ekor"

Eo dibaca O seperti pada "ekor"

Eu dibaca E seperti pada "elang"

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada "a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang