Epilog

348 21 4
                                    

Karin dan Arjuna sedang duduk di atas tikar piknik sembari menikmati keindahan Shinjuku Gyoen. Taman yang dulunya adalah tempat beristirahat Kaisar Jepang ini sungguh sangat indah. Angin sore musim gugur menerpa wajah Karin dan Arjuna.

Tiga bulan lalu, di akhir musim semi, mereka mendaftarkan pernikahan mereka. Rupanya perlu jeda waktu yang tak sebentar untuk orang-orang pulau Puteri menyiapkan pesta pernikahan mereka berdua, sehingga pesta itu diadakan tiga bulan setelahnya. Setelah sepekan menjalani pesta pernikahan kerajaan, Karin dan Arjuna di sini, di taman Shinjuku, menghabiskan waktu bulan madu mereka.

Masih jelas terbayang di benak Karin, pertemuan Eomma dan Ayah setelah sembilan belas tahun berpisah. Mereka canggung satu sama lain. Tapi tak ada satu orang pun yang ragu, bahwa mereka saling merindukan.

Karin bahkan sempat menawarkan agar Eomma dan Ayah juga mengadakan pesta pernikahan, mengingat pernikahan mereka dua puluh tujuh tahun yang lalu nyaris tanpa pesta. Tapi Eomma menolaknya. Seperti yang diperkirakan Ayah, Eomma merasa belum siap tinggal di pulau Puteri. Ah, mereka memang sepasang kekasih yang saling memahami, pikir Karin.

"Aku lapar," kata Karin sambil bersandar pada bahu Arjuna.

"Mau makan di mana?" tanya Arjuna.

"Tara kemana, sih? Janjinya mau membuatkan itinerary untuk kita," seru Karin. Mulutnya mengerucut cemberut. Arjuna mencubit bibir Karin.

"Kamu memang imut saat cemberut, tapi aku lebih suka saat kamu tersenyum," kata Arjuna.

"Ish," protes Karin.

"Sabar saja. Mungkin Tara masih ada kelas," balas Arjuna.

Tara, adik Arjuna, saat ini masih kuliah di Todai, Universitas Tokyo. Dia yang mengusulkan bulan madu di Jepang pada Karin dan Arjuna. Dia berjanji akan mengatur itinerary untuk mereka berdua. Namun sejak mereka tiba di Tokyo kemarin, Tara belum menunjukkan batang hidungnya.

"Juna-ssi sudah memberi tahu Tara, kita di sini?" tanya Karin. Dia mulai bosan.

"Sudah. Dia bilang akan segera ke sini setelah kuliah," jawab Arjuna.

Setelah mendaftarkan pernikahan mereka tiga bulan lalu, Karin menjadi lebih manja. Arjuna menyukainya, karena itu ia menyesal tak menikahi Karin lebih cepat. Menurutnya, Karin terlalu independen, sedang dirinya menyukai perempuan yang mau bergantung padanya. Karin memahami hal ini, karena itu begitu mereka mendaftarkan pernikahan, sikap Karin berubah terhadap Arjuna. Ia menjadi semakin manja.

Karin meletakkan kepalanya di pangkuan Arjuna. Ia mulai mengantuk. Angin semilir Taman Shunjuku dan elusan tangan Arjuna di kepala Karin cukup mengantarnya ke alam mimpi. Entah berapa lama ia tidur, Karin terbangun karena namanya dipanggil.

"Eonni! Abang!" Tara memanggil mereka dari kejauhan. Ia berlari mendekat. Karin bangkit sambil merapikan rambutnya.

"Tara-ya," panggil Karin.

"Gomennasai," – maaf, kata Tara. "Kelas Tara baru selesai," lanjutnya.

"Ya sudah, ayuk kita makan. Abang sudah lapar," balas Arjuna.

"Ayuk, Tara ajak Abang sama Eonni makan okonomiyaki yang enak di kedai seberang," ajak Tara.

Arjuna dan Karin berdiri dan membereskan tikar piknik mereka. Tara memimpin jalan, mengantarkan pengantin baru ini ke kedai di seberang taman Shinjuku.

"Sumimasen, sannin desu," – permisi, untuk tiga orang, kata Tara ketika masuk ke kedai okonomiyaki.

"Hai, douzo," – ya, silakan, jawab pelayan kedai tersebut sambil menunjukkan ruang kosong tak jauh dari pintu masuk.

Tara mengajak Karin dan Arjuna ke ruang kosong dengan lantai agak tinggi dan meja rendah di tengah. Kedai okonomiyaki ini hanya menyediakan sedikit kursi. Sisanya merupakan lantai agak tinggi dengan meja rendah. Yang ingin makan di sana harus membuka alas kaki dan menekuk kakinya, duduk di atas kedua kaki yang terlipat. Ruang yang dipilih Tara menghadap ke arah pintu masuk, jadi mereka bisa melihat pergerakan orang-orang keluar masuk kedai.

"Di sini paling oke pemandangannya, paling gampang kalau mau memanggil pelayan lagi," kata Tara.

Tak lama menunggu, seorang pelayan kedai mengantarkan bahan okonomiyaki, ia juga memanaskan kompor dan penggorengan datar di tengah meja. Tara dengan sigap meracik adonan okonomiyaki. Ia memecahkan telur, memasukkan sayuran, menuangkan bumbu-bumbu, dan mengaduk adonan. Setelah wajan datar itu cukup panas, Tara menuangkan adonan okonomiyaki yang diaduknya, seperti memasak telur dadar.

"Uuu, Tara, kamu ahli dalam memasak okonomiyaki, ya?" kata Arjuna.

"Itu memuji atau mengejek?" balas Tara.

"Maunya, bagaimana?" goda Arjuna lagi.

"Ish," seru Tara cemberut, tapi ya tetap memasak okonomiyaki-nya.

Setelah okonomiyaki itu matang, Tara membaginya menjadi tiga dan mendekatkan ke Karin dan Arjuna. Tak ada piring, mereka harus memakan okonomiyaki itu langsung dari wajan. Karenanya Tara mematikan kompor di bawah meja.

"Enak," seru Arjuna. Karin mengiyakan kata-kata Arjuna.

"Tara-san!" seru seorang perempuan. Tara menoleh.

"Risa-san," jawab Tara.

"Pantas tadi kamu terburu-buru keluar kelas," kata Risa, dia adalah teman Tara di Universitas Tokyo.

""Abang, Eonni, ini teman Tara, Risa," kata Tara memperkenalkan Risa pada Arjuna dan Karin. "Ini abangku dan istrinya. Mereka berbulan madu di Jepang," kata Tara.

"Konnichiwa, Minami Risa desu," kata Risa memperkenalkan diri.

Karin memandangi wajah Risa. Wajah itu mengingatkannya pada seseorang. Tapi siapa dan di mana, Karin tak punya petunjuk.

"Arjuna Wijaya, abang Tara. Ini Baek Karin, istri saya," kata Arjuna memperkenalkan Karin yang sedari tadi bengong memandangi Risa.

"Risa punya julukan, loh," kata Tara. "Julukannya Marisa, dari kata 'Mainemi Risa'," lanjut Tara. Karin terkejut mendengar julukan Risa. Dan ia langsung ingat, mirip siapakah wajah Risa ini.

"Marisa!" panggil seorang laki-laki di belakang Risa.

"Hai, Oji-san," – ya, Paman, jawab Risa. "Aku kembali dulu, ya. Aku bersama orang tuaku. Tadi aku meninggalkan mereka waktu melihat kamu," kata Risa seraya minta izin. Dia pun kembali ke tempat duduk di hadapan tiga orang berusia baya, dua lelaki dan satu perempuan.

Karin melihat ke arah laki-laki yang dipanggil "Oji-san" oleh Risa. Ia terkejut dan menutup mulutnya. Paman Risa adalah orang yang Karin kenal. Bahkan tak lama dia hadir di mimpi Karin. Tapi Karin terlalu terkejut sehingga nyaris tak dapat berkata-kata.

Orang yang dipanggil "Paman" oleh Risa itu adalah Paman Darmawan. Dan Risa mengingatkan Karin pada wajah Eomma di waktu muda yang Karin lihat lewat foto.

**SELESAI**

Catatan Penulis: Seperti janjiku, Epilog tayang tanggal 27 April 2020.

Vote dan Komen sebanyak-banyaknya jika ingin cerita dilanjutkan, ya ^_^

Bagaimana dengan "Cerita Minami Risa"? ^_^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang