Enam Belas

107 19 0
                                    

          Bab IV

          Eomma terdiam memandangi wajah Karin, seperti sedang menyusun kata-kata berikutnya. Karin dengan tak sabar memandang wajah ibunya. Mencari jawaban selanjutnya dari pertanyaan retorisnya tadi.

          Ponsel pintar Karin bergetar, ada panggilan masuk dari Lee Taeri, karyawan di kantornya.

          "Jeosonghaeyo, Eomma," – permisi, bu, pamit Karin sembari berdiri dari duduknya dan menuju ke arah pintu kafe untuk menerima panggilan. Dari sudut mata Karin, dilihatnya Eomma sedang mengeluarkan ponsel pintarnya. Eomma mengetik beberapa kata, lalu mengusap ponselnya ke atas dan ke bawah seakan mencari sesuatu.

          Karin kembali ke kursi mereka setelah menerima panggilan dari Lee Taeri.

          "Eomma, aku harus kembali ke kantor sekarang jadi kita tak bisa melanjutkan pembicaraan kita. Tapi, Eomma masih punya utang padaku. Eomma berutang penjelasan tentang abeoji. Ne?" tegas Karin.

          "Oh, ka!"- ya, pergilah! usir Eomma.

          Karin memeluk Eomma dan berbalik keluar dari kafe, meninggalkan Eomma sendiri menyesap sisa black tea yang sekarang mendingin.

          Karin memilih taksi untuk membawanya kembali ke kantor. Faktor waktu dan kenyamanan membuat Karin memilih moda angkutan ini. Badan Karin tak lelah, hati dan pikirannya yang lelah. Ayahnya orang Indonesia? seperti Arjuna? Pikiran Karin berkecamuk tak tentu.

          "Yeoboseyo," kata Karin menjawab sebuah panggilan telepon.

          "Karin," suara Arjuna di seberang, "kata Minjae kamu makan siang dengan Jangmonim? Aku tidak diajak?" lanjut Arjuna merajuk.

          Uh, tolonglah, Juna-ssi. Jangan membuat suasana hatiku tambah kacau, batin Karin.

          "Aniyo, tidak, hanya sebuah makan siang biasa. Kami jarang makan siang bersama, akhir-akhir ini. Di akhir pekan pun aku lebih sering makan siang bersama Juna-ssi," kilah Karin.

          "Oh begitu. Hm, Papa dan Mama ingin makan malam keluarga. Kamu bisa mengaturnya, Karin? Aku, kamu, Jangmonim, Papa, Mama, dan Tara?" pinta Arjuna.

          "Entahlah, Juna-ssi," jawab Karin ragu.

          "Maksudmu?" tanya Arjuna bingung.

          "Juna-ssi, aku ingin menceritakan sesuatu, tapi aku takut karena ini juga belum jelas. Eomma belum selesai menceritakannya padaku," kata Karin ragu.

          "Tentang apa, Sayang?" tanya Arjuna melembut.

          "Ayahku," jawab Karin.

          "Iya?" ujar Arjuna hati-hati. Topik tentang ayah Karin bukanlah topik yang mudah. Ini topik sensitif. Arjuna hampir kehilangan Karin pada Park Minjae karena tidak peka terhadap topik ini. Dan ia tak ingin mengulangi kesalahannya dulu.

          "Kata Eomma, ayahku orang Indonesia, seperti Juna-ssi," kata Karin. Hening di seberang. Karin sampai tak bisa menebak apa yang ada di pikiran Arjuna saat ini.

          "Karin," ujar Arjuna setelah beberapa saat terdiam. "Boleh ku menemuimu sekarang?" tanya Arjuna.

          "Oke," jawab Karin.

          "Aku ke kantormu, ya," ujar Arjuna.

          "Iya," jawab Karin lagi. Dia pun menutup sambungan teleponnya.

          Karin memandangi jalan raya Seoul lewat jendela mobil. Pukul 1 siang, dan jalanan masih saja dipenuhi oleh kendaraan. Macet. Mungkin semua orang sepertiku, kembali ke kantor setelah makan siang bersama orang tercintanya, pikir Karin.

          Taksi yang ditumpangi Karin tiba di depan kantor. Karin pun turun setelah membayar ongkos taksinya dengan kartu plastik. Dengan hati-hati Karin memasukkan kembali kartu plastiknya ke dalam dompet khusus kartu plastik, yang katanya anti-theft. Ia pun memasuki lobi kantornya.

          "Karin!" seseorang memanggil namanya, Karin pun menoleh mencari sumber suara.

          "Di sini!" ternyata itu adalah suara Arjuna yang tiba lebih dahulu di kantor Karin.

          "Juna-ssi, oeotteogheyo?" – kok bisa? Kata Karin heran. Ia segera menghampiri Arjuna.

          "Aku ada di sekitar sini saat menelepon kamu. Mama, Papa, dan Tara aku arahkan untuk naik taksi ke tujuan berikutnya. Tara senang bisa bertualang di Seoul sendirian tanpa pemandu," kata Arjuna geli. Karin balas tertawa.

          "Anja!" – duduklah! suruh Arjuna. Karin menurut dan menarik kursi di hadapan Arjuna.

          "Jadi, sudah siapbercerita?" tanya Arjuna dengan lembut.


**Bersambung ke Tujuh Belas**


Panduan membaca bahasa Korea pada naskah:

huruf vokal di Korea seperti pengucapannya.

Ae dibaca E seperti pada 'ekor'

Eo dibaca O seperti pada 'ekor'

Eu dibaca E seperti pada 'elang'

O dibaca O seperi pada "o, p, q, r, s"

E dibaca E seperti pada 'a, b, c, d, e"

H setelah huruf N sering tidak dibaca/lesap

Rahasia Baek KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang