Sebelas

1.4K 94 0
                                    

Malik POV

Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana kepada gadis yang sudah menjadi istriku itu.

Memang aku menikahi nya hanya karena eyang, tapi ada waktu dimana aku mulai nyaman dengan kehadiran Rima dirumah kami.

Aku tidak tahu ini perasaan apa, dihati ku juga masih ada Anita.

Ah..mengenai Anita, entah bagaimana kabarnya sekarang.

Setelah dua tahun aku kembali ke Indonesia, hanya sekali dia menghubungiku.

Mungkin saja dia sudah menikah dengan tunangannya.

Pagi tadi, aku mengucapkan ijab kabul didepan penghulu. Menyebut nama gadis itu dengan lancar.

Rima keluar dari kamar dengan kebaya yang sederhana, wajahnya terlihat cantik dan alami.

Dengan wajah mungil, hidung mancung dan bibir menawan membuatnya terlihat benar-benar sempurna hari ini.

Dia mencium punggung tanganku, tiba-tiba ada perasaan aneh menelusup di dalam diriku. Jantung ku berpacu dengan cepat.

Gadis di depan ku ini, sekarang adalah istriku, calon ibu dari anak-anakku kelak.

Tapi kenapa ada perasaan bersalah?apa kami menikah karena permintaan eyang..?

Aku takut gadis itu menerima pernikahan ini, hanya karena ingin membalas budi kepada keluarga kami.

Usia ku dan Rima terpaut 10 tahun, tapi sifatnya yang dewasa membuat tak ada jarak diantara kami.

Saat semua tamu sudah pulang, aku segera membersihkan diri di kamar mandi.

Setelah selesai mandi, perlahan aku membuka pintu kamar, kamar pengantin yang sudah disiapkan untuk kami.

Canggung... Itu yang pertama kali aku rasakan ketika masuk kedalam kamar.

Rima sudah duduk bersandar di kepala ranjang, wajah nya terlihat lelah, mungkin karena seharian ini dia sibuk menyambut para tamu yang datang.

Dia menatapku ketika aku masuk.

"Kalau kamu lelah, tidur saja. Aku juga mau istirahat," ucapku dan langsung berbaring membelakangi nya.

Entah mengapa kata itu yang terucap dari mulut ku.

Mungkin karena kami masih canggung satu sama lain.

Aku juga harus lebih mengenalnya dulu, selama ini bisa dikatakan kami jarang berbicara.

Paling hanya bertegur sapa saat berpapasan di dapur atau kamar eyang.

Dua puluh menit berlalu, aku bisa mendengar helaan nafas dari gadis yang sudah sah menjadi istriku itu.

Sepertinya Rima sudah tidur, mungkin dia kecewa malam pertama kami tak seperti pasangan lainnya.

Aku hanya ingin memberi dia waktu, waktu untuk saling mengenal.

Aku mencoba untuk memejamkan mata, tapi terasa sangat sulit.

Aku bukan laki-laki munafik, yang tidak merasakan apapun saat ada gadis yang tertidur disebelah ku, hasrat lelaki ku pun muncul.

Aku membalikkan badan, menghadap Rima yang sudah tertidur.

Suara nafasnya teratur, dia tidur masih dengan memakai jilbab yang menutupi rambutnya.

Entah bagaimana paras Rima saat tidak memakai jilbab, rambutnya bagaimana? panjang atau pendek?lurus atau keriting? yang pasti aku sangat penasaran.

Aku tak bisa menghentikan diri untuk menyentuh pipinya.

Entah keberanian darimana, perlahan jemariku menyusuri wajahnya.

5. Cinta Untuk Zarima (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang