Setelah percakapan singkat lewat chat itu, Arthit melangkahkan kakinya ke gedung lantai satu, tempat dimana mahasiswa semester tiga berada. Mengingat matahari sudah sangat pas di atas kepala, perutnya juga sudah berbunyi. Senyumnya mengembang seiring langkah kakinya sedikit demi sedikit mendekati kelas kekasihnya. Terkadang ia mengutuk siapapun yang menempatkan kelasnya di lantai tiga, membuat Arthit harus menuruni tangga demi bertemu lelaki manis itu.Tidak, Arthit tidak merindukannya, tentu saja tidak. Terakhir ia bertemu Kongpob empat hari yang lalu. Kongpob harus pulang ke Cikutra karena sudah menjadi rutinitasnya sebulan sekali pulang ke rumah. Biasanya, weekend Arthit akan diisi oleh Kongpob yang membangunkannya untuk lari pagi bersama, padahal Kongpob sudah tahu ajakannya akan dibalas tendangan dan teriakan Arthit saja. Kongpob tidak pernah protes sedikitpun, karena biasanya setelah sesi lari pagi yang gagal bersama kekasih akan disambut dengan roti bakar dan susu hangat di meja plus Arthit yang duduk hanya dengan boxer dan kaos oblongnya. Arthit tersenyum mengulang kembali perkataan Kongpob tentang bagaimana ia tidak akan pernah bosan menatap muka bantal Arthit, lalu seperti biasa Arthit akan membalas dengan ekspresi orang yang akan muntah favoritnya.
Arthit terkekeh mengingat kembali tentang itu dan menyadarkan lamunannya bahwa ia tidak merindukan Kongpob. Kakinya berhenti saat melihat kekasihnya keluar dari kelas dengan memegang beberapa buku, pakaiannya masih rapiㅡ memangnya, kapan Kongpob tidak rapi?
"Kong."
"Eh, kakㅡ" saut Kongpob sedikit kaget, lalu menatap Arthit dengan senyuman hangatnya.
Namun, Arthit merasa tatapan Kongpob berbeda. Mengapa Arthit merasa ditatap dengan perasaanㅡ kecewa?
"Kok kamu liatnya gitu banget, sih? Udah gak ketemu empat hari juga!" Ujar Arthit sambil menyiku lengan sosok di sebelahnya. Kongpob tertawa, tetapi tawa itu terdengar renyah di telinga Arthit.
'Anjing, gue salah apa nih?' batin Arthit.
"Iya iyaa, aku juga kangen kakak kok." Jawab Kongpob tanpa menatap Arthit, seperti sengaja menyibukkan diri dengan buku yang dibawanya, tapi senyum manis itu masih diam disana.
"Gue gak bilang gue kangen ya." Sudah menjadi jawaban favorit Arthit,
Tangan Arthit meraih buku buku Kongpob dan membawanya. Keduanya berjalan beriringan di koridor menuju kantin. Acara makan siang berdua bersama berjalan lancar seperti biasanya, dengan Kongpob yang menceritakan apa saja kegiatannya selama di rumah sambil memakan nasi goreng sepuluh ribuannya, dan apa saja yang Arthit lakukan selama Kongpob tidak ada sambil memakan seblak level empatnya, yang berbeda hanya Kongpob seperti menghindari kontak matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOTUS: jika di Bandung.
Romansa(Lokal AU! Social Media AU! ) Kota Bandung yang biasanya dipandang Arthit sebagai 'tempat kuliah' saja, mulai berbeda semenjak ia menjalin hubungan dengan adik tingkatnyaㅡ Kongpob. Setiap sudut kota Bandung sekarang mengingatkannya pada pria bermul...