Di dalam tubuhku, mimpi-mimpi seakan tak punya cukup ruang untuk menetap di kepala. Sebagian hidup di kepala Ibu. Sebagian nyaman di kepala Ayah.
Ibu dan Ayah akan selalu menjadi dua jalan paling pintas yang mampu mendekatkanku kepada kemurahan hati Tuhan. Dari kedua doa mereka, langit tidak akan sungkan membuka selebar-lebarnya ruang agar mimpi-mimpi mampu menjangkau restu Yang Maha Tinggi.
Pada setiap malam, kedua mata yang tertutup membawa cahaya berlarian pada hal-hal yang tersimpan dalam angan. Di sana, tersimpan tumpukan-tumpukan mimpi perihal langkah-langkah hidup yang kudamba berwujud.
Sementara mimpi di kepala Ibu dan Ayah, apa bisa kusebut pula sebagai mimpiku? Apa bisa malam membawa mataku menemukan cahaya dalam kepala mereka?
Masing-masing pikiran mereka menghidupi mimpi itu, apa bisa aku menyebutnya sebagai mimpiku?
Mimpi-mimpi itu jauh dari jangkauan keinginanku.
Aku ingin bebas. Bebas memimpikan apa yang aku mau. Bebas memilah-milah di antara yang ingin kunyalakan nyata dan yang kupadamkan asanya.
Dunia boleh memandang dengan sebelah mata, begitu pun mendengar suara keras Ibu dan Ayah yang menamai mimpi mereka sebagai mimpiku.
Tapi, aku tetap ingin melangkah bebas pada suatu kota yang terbangun megah dalam khayalan dan pada suatu waktu yang berdetak kencang memacu keberanian.
Aku ingin memegang kendali bagi mimpi-mimpiku. Aku ingin Ayah dan Ibu mengarahkan mimpi mereka tentangku pada jalan yang sama dengan yang kutempuh.
Aku ingin mimpi-mimpi itu dapat melewati perjalanan paling restu.
***
Terima kasih untuk Daisykim yang sudah menitipkan kisahnya di sini, kisah perihal mimpi yang datang lebih dari satu tubuh, kisah yang mewakili sebagian anak dengan kecemasan terhadap mimpi-mimpi yang dititipkan oleh kedua orang tua.
Mengisahkan kisah yang dipercayakan oleh seseorang kepada saya terkadang bisa menjadi tantangan sendiri. Salah satunya memahami bagaimana saya harus berdiri di sudut pandang mereka. Dari proses tersebut, saya menemukan banyak pembelajaran.
Untuk Daisykim, jangan lupa berbahagia karena keberadaan mimpi bukan berarti akan menyusahkan hati. Kamu hanya perlu percaya, kuasa manusia itu terbatas pada usaha dan doa. Selebihnya, Tuhan selalu menjadi pemilik kuasa yang maha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tidak Pernah Mampu Tersuarakan
AcakSekumpulan kata yang mencoba menyentuhmu. Semoga terbaca.