Ada kalanya, kepergian seseorang membawa suatu kesadaran tentang hati yang berhak untuk lebih berbahagia.
Sebelumnya, aku tidak menyangkal, kepergian seseorang itu mengundang kehadiran kecewa. Akan tetapi, aku memilih menanti.
"Suatu hari dia akan kembali" "Suatu hari dia akan kembali" "Suatu hari dia akan kembali".
Kalimat itu tidak henti berputar di kepala setiap kali malam semakin meninggi. Namun, apa daya serangkai kalimat? Pada akhirnya, aku memang menemukan dia kembali. Kembali bersama yang lain di sampingnya.
Jantungku berdebar kencang. Bahkan, kata-kata kehilangan mampu untuk melukiskan duka yang melanda hati.
Aku bersalah kepada diriku. Aku bersalah kepada hatiku. Kepercayaan yang aku langkahkan dalam ketakutan ke arahnya, kepercayaan yang dalam ragu selalu kulatih untuk menjadi utuh, ternyata tidak bermakna baginya, bahkan tidak ada satu katapun yang terbahasakan sebelum dia melangkah pergi. Seketika, mimpi-mimpi yang dulunya terasa begitu dekat menjauh dan lenyap bersama kecewa.
Untuk kamu, jika tiba tulisan ini di kedua matamu, kamu harus tahu, pada akhirnya aku bahagia atas kepergianmu. Karena aku tahu, kamu tidak sebaik tuturmu, kamu tidak sebijaksana petuahmu, dan yang paling utama, kamu tidak sepantas itu untukku.
Untuk kamu, jika tiba tulisan ini di kedua matamu, kamu harus tahu, akan selalu ada aku yang tidak kamu sadari menguasai rasa bersalah menuju ke arahmu. Kamu harus tahu, akan selalu ada aku yang tidak kamu sadari membawa satu per satu sesal menuju ke arahmu.
Tidak perlu ada kata maaf. Biarkan karma yang bekerja.
Bersenang-senang dan berbahagialah bersamanya sebelum aku menjelma karma. Karena tulisanku ini adalah kutukan yang abadi.
***
Terima kasih Februari telah menjadi yang pertama menyuarakan kisah di sini, menyuarakan kemarahan dalam tulisan sedingin ini. Entah saya mengenal kamu atau tidak, tapi rasanya kisah ini begitu dekat. Terima kasih pula sudah mengizinkan saya untuk ikut serta dalam tulisan ini. Pun satu kemarahan terpendam menemukan keberanian untuk bersuara, saya persembahkan dalam dua kalimat terakhir.
Selamat sudah menemukan kembali diri beserta hatimu. Semoga hatimu baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Tidak Pernah Mampu Tersuarakan
RastgeleSekumpulan kata yang mencoba menyentuhmu. Semoga terbaca.