BAB 1 : Dosa Terbesarku

10.7K 174 1
                                    

.

.

.

.

.

Dua gadis muda dengan berawakan yang hampir sama keluar dari kelas. Rissa dan Tasya, keduanya adalah teman akrab yang sudah berteman sejak dari sekolah menengah atas sampai ke bangku perkuliahan, mereka bahkan masuk ke jurusan yang sama, Kimia.

"Kurasa aku butuh refreshing setelah ini," Tasya, gadis berambut sebawah telinga itu menghela nafas dramatis seolah semua beban di bahunya baru saja terangkat. Mereka bisa sedikit merasa lega karena sudah menyelesaikan ujian terakhir di Semester pertama. Walaupun mereka belum tahu bagaimana nanti hasilnya.

"Itu harus. Aku bisa melihat betapa stressnya wajahmu saat ini." ujar Rissa, menanggapi keluhan sahabatnya. "Apa sangat buruk?" tanya Tasya dengan mimik sedih sambil menyentuh wajahnya sendiri dengan tangan. "Menjadi duapuluh tahun lebih tua." gurau Rissa tertawa.

"Sialan, kau!" maki Tasya. Mereka berjalan di sepanjang koridor kampus menikmati kebebasan mereka setelah berhari-hari ini belajar tak kenal waktu untuk ujian. "Apa kau tidak pusing dengan soal-soal tadi?" tanya Tasya menatap heran Rissa.

"Hampir membuatku gila." Rissa menghela nafasnya. Rissa memang terlihat santai saat mengerjakan soal ujian di ruangan tadi. Tapi, sejujurnya dia sama frustasinya dengan Tasya. Hanya saja Rissa type orang yang jauh lebih tenang.

Hari ini adalah ujian terakhir, dan setelahnya mereka akan mendapat hari libur sekitar dua minggu sebelum semester baru di mulai. Sambil berjalan mereka membahas tentang apa yang akan di lakukan untuk menghabiskan waktu libur.

"Kau mau ikut berlibur denganku?" Tasya sudah punya rencana liburan ke suatu tempat, tidak perlu jauh-jauh, pergi ke pantai atau ke mana saja yang penting jauh dari padatnya ibukota. "Sebenarnya itu ide yang bagus. Tapi aku ingin menghabiskan hari libur dengan tidur sepanjang waktu." jawab Rissa dengan senyum riang.

"Ya, aku bisa memahaminya. Kau hampir tidak tidur selama ujian ini karna terlalu giat belajar." ujar Tasya memaklumi. "Baiklah, tidurlah sepuasmu. Aku akan pergi berlibur dan bersenang-senang."

Mereka masih mengobrol ketika salah satunya mengangkat dagu menunjuk ke arah tempat parkir. "Lihat, supir pribadimu sudah datang!" seru Tasya kepada Rissa. Di sana-di parkiran halaman depan kampus, ada Devan yang berdiri dengan gagah di samping mobil berwarna hitam miliknya. Style agak formal, dalam balutan kemeja hijau toska, dan celana panjang kain abu-abu, serta rambut yang tersisir rapih dan klimis ke belakang, pria itu tampak menawan layaknya pria mapan yang hampir memasuki usia matang.

"Astaga, padahal aku sudah bilang padanya untuk jangan menjemputku lagi." dengus Rissa menatap ke arah Devan yang tampak sedang menunggunya. "Kenapa?" tanya Tasya, dilihatnya muka Rissa cemberut seperti tidak suka kalau Devan menjemputnya.

"Aku malas meladeni para gadis yang meminta nomor telfonnya." Devan juga mantan alumni kampus ini. Sebagian mahasiswa mengenal Devan, terlebih para mahasiswa dari fakultas kedokteran. Mereka yang tahu bahwa Rissa cukup dekat dengan Devan, dan melihatnya beberapa kali menjemput Rissa. Tampang Devan yang lumayan tampan, dan cukup mempesona untuk menarik hati para gadis yang ingin mengejarnya.

"Kau merasa risih atau cemburu?" goda Tasya dengan tatapan jail. Rissa memutar bola mata, dan mendengus keras. "Jika kau punya pikiran yang lain tentang aku dan Devan, sebaiknya kau tutup mulutmu." keluh Rissa memberikan tatapan tajam pada Tasya yang senang sekali menggodanya. Rissa sudah menekankan dan menjelaskan berkali-kali, dia dan Devan hanya sebatas 'adik kakak' tidak lebih dari itu.

EDELWEISS (1-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang