BAB 17 : Dusta

2.1K 140 5
                                    

.

.

.

.

Flashback...

"Tiap kali mengingatmu, yang kurasakan hanyalah penyesalan." Inthan berkata dengan sorot mata sendu, memandangi wajah Devan menatapnya dalam penuh makna.

"Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kau bicara ini," ujar Devan mengeryitkan dahinya.

"Seberapa keras aku mencoba melupakanmu, nyatanya semua percuma. Aku tidak bisa melupakanmu." Inthan tersenyum menyedihkan di akhir kalimatnya. Dirinya tahu ini tidak benar, dia tidak sepantasnya masih menyimpan perasaan yang seharusnya dia lupakan sejak lama.

"Di luar dingin, kau harus kembali ke kamarmu." Devan menarik lengan tangan wanita itu untuk diajak kembali masuk ke kamar rawat. Tidak baik seorang pasien berkeliaran di luar dalam keadaan cuaca yang seperti ini. Namun Inthan menolak, dan justru memajukan tubuhnya memeluk Devan.

"Bisakah kita memulainya lagi dari awal? Aku ingin di sisa umurku ini, aku kembali merasakan cintamu." Suara Inthan bergetar, wajahnya tepat berada di ceruk leher Devan yang tertegun atas ucapannya tadi.

"Kau sudah bicara terlalu jauh," sela Devan sambil mencoba melepaskan pelukan Inthan.

"Persetan dengan segalanya," jerit Inthan. "Kumohon kembalilah kepadaku, Dev. Aku masih masih sangat mencintaimu." bisik Inthan dengan isak tangisnya. Devan seakan kehilangan kendali atas tubuhnya yang mematung saat bibir wanita di hadapannya ini menciumnya. Kedua mata Inthan terpejam ketika bibirnya bertemu bibir Devan, melumatnya dengan penuh penghayatan.

oOo

[Devan POV]

Aku menyadari sikap Rissa sedikit berbeda selama tiga hari ini, aku tidak tahu apa yang salah. Tapi aku merasa ada yang tidak beres sejak pulang dari makan malam di kedai waktu itu. Seperti halnya pagi ini ketika Rissa tengah menyiapkan sarapan dibantu mbok Imah, begitu aku turun ke bawah, kulihat Rissa langsung menyingkir dari meja makan dengan alasan dia perlu mengurus Bima. Aku tidak tahu mengapa dia jadi seperti ini, sebelumnya hubungan kami baik-baik saja.

"Kau tidak makan?" Aku masih bersikap tenang, suaraku yang bertanya menghentikan langkah kaki Rissa yang hendak beranjak pergi. "Aku belum lapar, kau duluan saja." ujarnya tanpa membalikkan badannya untuk menatapku.

"Apa ada yang salah? Kau marah padaku?" Aku menatap punggung Rissa yang membelakangiku. Aku mencoba mencari kejelasan di sini, jika aku benar memang melakukan kesalahan dan membuatnya marah. Aku harus memperbaikinya, supaya keadaan tidak semakin memburuk.

"Tidak." Rissa menjawab singkat, menoleh sebentar ke arahku. "Lalu kenapa kau seperti ini? Jika memang ada yang salah, tolong katakan! Jangan seperti ini, kau membuatku sedih." Aku mengajar langkah Rissa, menarik tangannya dan sedikit menyentaknya hingga mau tak mau Rissa membalikkan badan. Bertemu pandang dengan mataku yang menatapnya frustasi.

Rissa buang muka, seperti menghindar berkontak mata denganku. "Kau bilang, kak Inthan hanya bagian dari masalalumu... tapi tampaknya tidak seperti itu," Rissa akhirnya mulai bicara, suaranya terdengar parau, dan ketika dia mengatakan itu aku menyadari sesuatu. Apa malam itu Rissa melihat Inthan menciumku?

EDELWEISS (1-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang