BAB 6 : Aromamu

3.1K 157 1
                                        

.

.

.

.

.

Pagi ini Rissa sarapan sendirian tanpa Devan yang menemani. Devan belum kembali sejak semalam, dia sedang lembur. Kadang Rissa bertanya-tanya apakah Devan tidak lelah bekerja 8 jam perhari, dia bahkan hampir seperti tidak punya hari libur. Mungkin itulah kenapa profesi seorang dokter dianggap bersifat muliah dan tidak mudah. Dokter dituntut harus selalu dalam keadaan siaga dan konsentrasi penuh meski sudah bekerja melebihi jam kerja normal.

Seperti sebelum-sebelumnya, semenjak hamil, menyantap makanan di pagi hari seperti siksaan tersendiri untuk Rissa. Menahan mati-matian agar tidak kembali memutahkan makanan yang sudah telah dia telan. Baru dua sendok nasi yang masuk ke mulut, Rissa menyudahi makannya. Perutnya sudah bergejolak, memberi sinyal untuk berhenti.

"Kenapa tidak dihabiskan, nona?" Mbok Imah bertanya heran melihat nasi dan lauk dipiring Rissa masih banyak. "Aku sudah kenyang, mbok." jawab Rissa sambil menghela nafas lesu. "Nona, tuan Devan meminta anda meminum ini." ujar Mbok Imah lalu meletakkan botol kecil berisi butiran kapsul di hadapan Rissa.

"Ini apa, mbok?" tanya Rissa bingung. "Sumplemen untuk membantu mengurangi rasa mual, serta menambah asupan nutrisi untuk nona Rissa." jelas mbok Imah menyampaikan pesan dari Devan. Mendengar hal tersebut, Rissa mengangguk paham, "Aku akan meminumnya."

Setelah itu mbok Imah kembali ke dapur. Rissa meraih botol Suplemen tersebut, dan menatapnya. Rissa tidak pernah mengeluh tentang kondisinya pada Devan. Saat mual, pusing, tidak nafsu makan, Rissa berusaha tidak menunjukannya kalau kondisi tubuhnya sedang tidak baik. Bahkan Rissa bersikap seperti seakan tidak sedang hamil. Dan Devan? Pria itu masih seperhatian ini pada Rissa, walau tanpa mengatakan apapun.

Berita pernikahan Devan dengan seorang gadis, tampaknya sudah mulai terdengar dikuping para suster dan dokter yang berada di rumah sakit tempat Devan bertugas. Siapa yang tidak kenal sosok Devan Marchelo? Seorang dokter spesialis bedah, berbakat, muda, dan tampan. Jadi, wajar saja kalau berita apapun tentangnya akan selalu menjadi topik terpanas untuk di bahas.

"Kenapa diam? Apa kalian sedang membicarakanku?" tanya Devan ketika mendatangi meja resepsionis untuk meminta data seorang pasien, dan melihat beberapa suster, dan dokter magang sedang berkumpul di sana.

"Maaf, dok. Apa benar kau sudah menikah?" Karena terlalu penasaran, salah satu suster akhirnya memberanikan diri bertanya. "Ya." jawaban singkat yang diberikan Devan, membuat orang-orang itu mengangah kaget.

"Astaga, jadi itu benar. Kupikir selama ini dokter Devan masih menjomblo. Ternyata dokter berkencan diam-diam." sambung yang lain tampak tak percaya. Tentu saja, karena selama ini Devan selalu tertutup, dan tak pernah menunjukkan kalau dia tengah dekat dengan wanita manapun.

"Berhentilah bergosip, dan urus saja pasien." Devan mengambil hasil rotgen seorang pasien bedah yang dia tangani, kemudian melangkah pergi.

oOo

"Hoek!"

Pukul delapan malam ketika Devan baru pulang dari bekerja. Namun, hal pertama yang dia dengar adalah suara seseorang yang muntah. Devan masuk ke kamar yang di tempati Rissa, dan menemukan wanita itu sedang menunduk di depan closed kamar mandi. Rissa tampaknya belum menyadari keberadaan Devan di sana, sampai kemudian tangan panjang pria itu membantu memijat tekuknya.

EDELWEISS (1-END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang