07

9.7K 925 21
                                    

Jennie POV

6 am, South Korea.

Aku mengerjapkan mataku, guna menyesuaikan intensitas cahaya di kamarku ini. Mataku melirik jam dinding yang tergantung indah di dinding kamarku. Di jam segini seharusnya diriku masih bergerumul dengan kasur dan selimutku, tapi entah kenapa hari ini aku mampu bangun di jam segini.

Kruyuukk...

"Ya Tuhan suara memalukan apa itu? Apa suara itu berasal dari perutku?" Kulirik perut datarku dengan bingung. Apa yang membuat perutku ini berbunyi? Ah! Aku ingat. Seingatku, aku melewati jam makan siang dan malamku karena menunggui Lim kemarin.
'Eh? Lim?' Batinku.

Sontak, aku langsung mengalihkan pandanganku kearah sofa kamar. Limario, pria itu masih tertidur. Tentu saja dia belum bangun karena kemarin dia pulang sekitar jam 1 subuh dengan Irene. Aku semakin bingung dengan diriku sendiri. Aku tidak bisa menampik fakta ini. Fakta bahwa sesuatu didalam diriku ini merasa tidak suka dengan Irene unnie yang mengantar Lim pulang kemarin.

Irene unnie kan bisa menelpon diriku, dan aku pasti akan menyuruh Mr. Choi untuk menjemput Lim dibar. Kenapa Irene unnie malah mengantar Lim pulang? Aku tahu bahwa cara itu sedikit merepotkan, tetapi setidaknya aku tidak merasakan rasa tak suka(?) itu bukan? Kenapa aku jadi seperti ini? Seingatku, aku bukanlah orang yang mempermasalahkan hal seperti itu. Terlebih lagi dengan sahabatku sendiri.

Bahkan ketika Kai berbincang dengan sahabat-sahabatku saja, aku tidak merasakan hal gila seperti ini. Apa jangan-jangan aku.....tidak tidak!!! Itu tidak mungkin bukan? Aku tidak mungkin jatuh kedalam pesona pria itu bukan? Heol! Memangnya sejak kapan seleraku dalam memilih pasangan anjlok seperti ini? C'mon Jennie Kim, kau tidak boleh jatuh kepada pria itu dan mempermalukan dirimu sendiri.

Kruyuukk...

"Aish! Perut ini." Selapar itukah diriku ini? 'Tentu saja pabo, kau tidak makan dari siang sampai malam hanya untuk menunggui pria yang bahkan saat ini masih asik di dunia mimpinya ketimbang memikirkan dirimu yang kelaparan ini.' Gerutu Jennie didalam hatinya. Sungguh Jennie sangat kesal kepada Lim, ditambah lagi pria itu pulang bersama Irene.

Jennie POV end

Dengan perasaan jengkel, Jennie berjalan menuju dapur sembari sesekali kaki kecilnya dihentak-hentakkan ke lantai. Entah apa gunanya, mungkin untuk melampiaskan kekesalannya terhadap Lim. Pria polos yang tidak tahu apa-apa itu bakalan masih asik dengan alam bawah sadarnya, jika seandainya suara bising dari dapur tidak membangunkannya.

Prang!!

"Khamjagiya!" Dengan wajah syoknya, Lim beranjak dari posisi tidurnya menuju dapur. Dilihatnya Jennie berdiri kaku layaknya patung sembari memegang tangan kanannya. Lim menghampiri Jennie dengan wajah cemasnya.

"Jennie-ssi, apa yang-Yak! Jarimu berdarah, apa yang kau lakukan huh?" Reflek Lim memegang pergelangan tangan Jennie membuat wanita itu sedikit tersentak, namun tidak mampu berkata-kata. Tanpa basa-basi, Lim langsung membawa Jennie untuk duduk dimeja makan dan menghentikan pendarahan Jennie menggunakan kain.

Setelah dirasanya darah Jennie tidak keluar lagi, Lim membawa Jennie menuju wastafel dan membersihkan luka Jennie. Wanita itu sedikit meringis saat luka yang masih basah itu bertemu dengan air.
"Apa sakit?" Tanya Lim lembut. Sangat lembut.

Jennie menganggukkan kepalanya pelan. Setelah bersih, Lim membawakan kotak P3K yang kebetulan berada didekat mereka. Diolesnya luka Jennie dengan salep antibiotik. Sesekali Lim meniup jari Jennie sebelum kemudian diberikan plester.

"Sudah." Ucap Lim, yang dibalas ucapan terima kasih dari Jennie dengan suara yang pelan. Lim tersenyum kecil menanggapinya.
"Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan?" Tanya Lim. Hilang sudah kalimat formal yang biasa Lim lontarkan kepada Jennie.
"Aku...hanya ingin memasak." Jawab Jennie.

Jawaban Jennie tersebut membuat Lim langsung menolehkan kepalanya kearah panci yang digunakan Jennie untuk memasak tadi.
"Sudah selesai? Kau hanya tinggal memindahkannya ke piring bukan?" Tanya Lim.
"Ne." Jawab Jennie singkat, dengan kepala yang tertunduk.

"Biar itu aku yang kerjakan. Kau duduk diam disini, dan jangan kemana-mana. Banyak pecahan beling bekas piring yang jatuh tadi, dan kau bisa saja tertusuk." Tanpa menunggu balasan dari Jennie, Lim langsung memindahkan masakan Jennie dengan telaten dan menghidangkannya dihadapan Jennie.

"Makanlah, aku akan membersihkan pecahan ini dulu." Saat Lim akan meninggalkan Jennie untuk membersihkan lantai, tiba-tiba saja tangan Jennie menghentikannya. Lim menatap kearah Jennie dengan tatapan penuh tanya.
"B-biarkan saja maid yang bersihkan." Gugup Jennie. Bukan karena apa, dirinya gugup itu karena ditatap oleh Lim.

'Shit! Kenapa aku jadi gugup begini sih?' Umpat Jennie didalam hatinya.
"Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkan orang lain. Selagi bisa dikerjakan sendiri, aku akan mengerjakannya. Makanlah dengan tenang arra?" Entah keberanian darimana yang Lim dapatkan. Pria itu bahkan sedang mengelus lembut kepala Jennie, membuat wanita itu ingin marah namun hatinya merasa senang dan bahkan ingin lebih dari sekedar elusan dikepalanya. Mungkin sebuah kecupan dikepalanya sudah cukup.

Lim membersihkan lantai dengan telaten, sedangkan Jennie hanya menatap pria dihadapannya tanpa sekalipun menyentuh makanannya. Entah apa yang difikirkan Jennie, yang jelas wanita itu tersenyum-senyum sendiri sembari menatap Lim, bahkan disaat Lim sudah selesai dengan pekerjaannya pun wanita itu masih asik dengan pikirannya.

"Kau sedari tadi tidak menyentuh makananmu. Apa perlu kusuapi?" Dengan polosnya Lim bertanya kepada Jennie. Senyum yang awalnya merekah dengan indah itu langsung memudar dan digantikan dengan suasana penuh kecanggungan.
'Kenapa aku menatapnya seperti itu? Such a dumber!' Lagi-lagi Jennie mengumpat  didalam hatinya.

Jennie memakan makanannya dengan kesal, karena dirinya yang kepergok memerhatikan Lim dan sialnya Lim sendirilah memergokinya. Suara benturan antara sendok dan gigi Jennie membuat Lim terkekeh lucu. Lihatlah istrinya itu terus-menerus memasukan sesendok nasi kedalam mulutnya, padahal Lim yakin bahwa kunyahan Jennie belum selesai. Hal itu membuat pipi Jennie mengembung layaknya balon udara.

"Pelan-pelan makannya, lihatlah sampai ada nasi yang menempel disudut bibirmu." Mendengar penuturan Lim tersebut, reflek Jennie menyentuh sudut bibir sebelah kanannya, namun tidak menemukan nasi yang dimaksud oleh Lim.

"Bukan disana, tapi disini." Entah di sengaja atau tidak, Lim mengelap sudut bibir Jennie menggunakan jempolnya.
"Lihat?" Lim menunjukkan nasi yang maksudnya tadi kepada Jennie, tanpa sadar bahwa jantung Jennie hendak copot karena aksi Lim tadi.

"Lanjutkan makananmu, aku naik ke kamar dulu arra?" Lim beranjak dari posisi duduknya dihadapan Jennie, membuat Jennie segera menatapnya dalam.
"Kau...tidak makan?" Tanya Jennie, dan lagi-lagi kegugupannya tidak bisa dia hindari.

"Aniya, aku ada janji akan makan dengan anak-anak panti nanti setelah mandi." Jawab Lim.
"Kau bakal ke panti?" Tanya Jennie lagi. Jennie merasa sangat antusias saat mendengar kata anak-anak. Yeah, Jennie Kim. Wanita dingin dengan tatapan tajamnya itu sangat menyukai anak kecil. Tidak banyak yang tahu akan hal itu, paling hanya para sahabat Jennie, orang tua Jennie, dan kali ini Lim. Bagaimana dengan Kai? Kai tidak tahu-menahu akan hal itu, karena selain Jennie tidak memberi tahu, Kai dan Jennie memang tidak pernah membahas tentang anak kecil ataupun segala sesuatu yang berhubungan dengan anak-anak.

"Kau tampaknya sangat menyukai anak-anak, mau ikut denganku nanti?" Tanya Lim, yang dibalas anggukan kepala oleh Jennie.
"Baiklah, habisi makananmu dulu. Setelah kamu siap kita akan berangkat ok." Ucap Lim. Ingin rasanya Jennie meloncat bahagia, namun dirinya masih harus menjaga imagenya didepan Lim.

Tbc...

Jangan lupa vote dan comment yaa...☺️

















Fighting in Love [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang