Suara sirine polisi dari kejauhan menghentikan aksi kedua pemuda yang tengah asyik menyemprotkan piloks pada sebuah toko bangunan.
Dalam beberapa sekon mereka saling pandang, hingga salah satu diantara mereka langsung memekik kaget.
"Ada polisi! Ayok cepat kita pergi!" Seru seorang laki-laki berjaket putih dengan panik. Sambil memasukkan semua piloksnya kedalam tas punggung. Sementara laki-laki yang memakai jaket hitam tampak tenang tak lupa tangan yang ia lipat di depan dada.
"Cepetan elah lo masukin piloks aja lama bener."
Si pemuda berjaket putih langsung mengangkat kepalanya dan mendelik kesal.
"Daripada banyak omong mending bantu aku."
Pemuda berjaket hitam berdecih, baru saja laki-laki itu ingin mendekati partnernya namun, teriakan lantang dari seseorang dan cahaya lampu mobil yang menyorot mereka membuat laki-laki berjaket hitam mengurungkan niatan nya dan menoleh ke asal suara.
"BERHENTI DISANA!!"
Pupil mata laki-laki berjaket hitam itu membola, ia tanpa aba-aba langsung menarik tangan partnernya yang tengah sibuk memasukkan semua piloks yang kurang lebih berjumlah dua puluh buah itu ke dalam tas. Membuat orang yang ditarik mau tak mau harus merelakan beberapa piloks yang masih tergeletak mengenaskan diatas lantai yang belum sempat ia masukan ke dalam tasnya.
"Kenapa main tarik-tarik aja. Disana masih ada beberapa piloks yang belum aku masukin," protes si jaket putih.
"Bacot lo. Polisi lagi ngejar kita bego. Urusan piloks masih bisa kita beli. Kayak orang kere aja," balas si jaket hitam. Tangannya masih setia memegang tangan Partnernya dengan erat seakan tidak ingin di lepaskan. Dan yang dilakukan si jaket putih hanya mendengus namun, kakinya Tetap berlari mengikuti langkah si Jaket hitam.
"Pa.. kayaknya Polisi udah ga ngejar kita," beritau si jaket putih--Razen namanya.
Laki-laki yang dipanggil 'Pa' oleh Razen itu Galen. Ia langsung menghentikan larinya, kemudian menoleh ke belakang. Helaan nafas lega keluar dari mulut Galen, saat netra kelamnya tidak menemukan orang-orang berpakaian polisi mengejar mereka.
"Huh.. untung aja bisa lolos. Kalau nggak siap-siap lo molor di balik jeruji," kata Galen enteng.
Razen mengangkat sebelah alisnya menatap wajah rupawan sang ayah dengan tatapan meremehkan "Aku? Papa aja kali. Lagian mana mungkin aku di penjara. Umurku belum legal," sahut Razen tak kalah enteng.
Galen mendengus. Ia tidak bisa membalas ucapan sang anak, karena apa yang di ucapkan Razen ada benarnya.
"Lain kali, kalo ada polisi tuh ga usah panik. Gue kan udah ngajarin triknya, masih aja dungu!" ucap Galen yang berjalan di samping Razen. Laki-laki berusia tiga puluh tiga tahun itu menatap lurus ke depan. Tanpa memperdulikan mata Razen yang menatapnya garang.
"Papa yang dungu! Bukannya bantuin aku beresin piloksnya malah diem aja. Gimana aku ga panik coba."
Galen melirik Razen lewat ekor matanya, senyuman miring tercetak jelas di bibir pria tampan itu. "Suka aja gitu ngeliat lo senam jantung." Dan selanjutnya tawa Galen mengudara diantara sunyinya malam. Membuat Razen harus mengumpulkan kesabarannya agar tidak menjual papanya itu ke orang gila yang selalu ia lihat di dekat sekolahnya.
"Sabar Zen. Sabar. Inget human di samping lo itu Bokap lo. Bukan Tai ayam yang kudu lo injek-injek ataupun samsak yang perlu lo tinju semau lo," Batin Razen dalam hati.
"Terserah Papa aja deh. Percuma ngomong sama Papa ga ada gunanya," sahut Razen sembari berjalan mendahului Galen.
Galen yang melihat Razen meninggalkannya hanya cengo di tempat. Tawanya memang berhenti, tapi mulutnya malah terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Razen [COMPLETE] ✔
General FictionNamanya Arrazenva. Nama yang unik persis seperti orangnya. biasa di panggil Razen atau teman-temannya suka memanggil dia dengan sebutan 'si Mercon' itu di karenakan setiap Razen berbicara bawaanya ngegas mulu. udah ngegas pedes lagi. maka dari itu '...