Chapter: Four

127K 10.2K 141
                                    

Ben yang baru saja membuka pintu samping kemudi untuk Saras pun tertegun. Ia bergeming sejenak sebelum akhirnya bertanya pada Saras dengan nada penuh hati-hati. "Kamu lagi ngehindarin saya ya, Saras?"

Diamnya Saras membuat Ben semakin yakin jika dugaannya benar. Alih-alih menunjukkan rasa kecewanya, Ben justru tersenyum dan perlahan menutup pintu mobilnya yang telah dibuka untuk Saras. "Saya nggak maksa kamu pulang sama saya. Saya cuma nawarin diri biar kamu sampai di rumah dengan aman. Tapi kalau kamu keberatan, it's okay."

Ben merasa tidak perlu memberikan alasan apa pun jika Saras memang meragukannya. Ben hanya ingin berbaik hati. Jika perempuan itu memang bersikeras ingin pergi, maka Ben akan melepasnya.

Saras mengangguk dan berlalu. Ben yang tidak menyangka dengan responsnya pun merasa tidak nyaman. Sesuatu yang asing bergemuruh di dada. Ben tidak tahu apa artinya. Yang jelas, ia tidak menyukai perasaan ini.

***

Esoknya Ben terbangun karena dering ponsel. Ia melirik jam dinding di kamar, mengerang kesal mengetahui jarum pendek masih bertengger di angka 7 yang artinya ia baru tertidur selama empat jam!

Sial. Semua ini karena ia terpikirkan Saras semalam. Ben benar-benar merasa bersalah karena "melepas" perempuan itu bila sesuatu yang buruk telah terjadi.

Ben menggeleng kuat, mengenyahkan pemikiran yang tidak-tidak sebelum akhirnya menjawab panggilan. "Halo?"

"Bang Ben, lo di hotel?"

"Mmh." Ben hanya bergumam sambil merebahkan kepalanya kembali di atas bantal.

"Mau dong booking tiga kamar buat gue sama temen-temen gue. Sebelah-sebelahan. Yang view-nya bagus ya," pinta Keira, adiknya.

Ben mengernyit kesal mendengarnya. "Mau ngapain sih, Key?"

"Ih, kok mau ngapain? Suka-suka dong. Kan, mau main. Emang nggak boleh?"

"Ya boleh. Tapi emang satu kamar aja nggak cukup?"

"Hmm..." Keira berpikir. Ben bisa membayangkan kuku-kuku panjang Key tengah mengetuk-ngetuk pelan dagunya. "Boleh aja. Tapi VVIP yang tempat tidurnya King Size semua ya."

"Emang pernah nginap di sini dikasih kamar biasa?" sindir Ben lantas memutar mata. "Ya udah, nanti Abang urus. Tapi janji, jangan macam-macam di hotel ya. Temannya cewek semua, kan?"

"Ya iyalaaah! Kalau cowok juga palingan yayang Raka," Keira terkekeh. Meskipun tidak dapat melihat, gadis itu tahu kakaknya sedang mendelik penuh.

"Awas ya!"

"Aye aye, Captain!"

Begitu sambungan terputus, Ben bergegas membersihkan diri terlebih dulu sebelum menghubungi resepsionis hotel.

***

Finna sedang menunggu Erga di lobby utama yang sedang mengurusi kepulangan mereka saat sosok itu mengalihkan perhatiannya.

"Ben?" gumam Finna. Jarak mereka terlalu jauh untuk Ben menyadari kehadiran Finna. Tapi penglihatan perempuan yang "penasaran" memang ajaib. Penderita mata minus pun sepertinya langsung menjelma menjadi Harimau yang akan menirkam mangsanya.

Dari kejauhan, Finna mengamati Ben yang tengah sibuk dengan ponselnya. Tidak beberapa lama kemudian, seorang perempuan yang sangat cantik datang menghampiri. Finna langsung melotot melihat perempuan itu menggelayut manja dan tersenyum riang pada Ben. Lelaki itu bahkan tidak keberatan dicium pipinya seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih. Apa memang kekasihnya? Atau jangan-jangan suami-istri?!

Beauty and the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang