Chapter: Ten

100K 9.9K 535
                                    

Di tempat lain, Sinta sedang sibuk mematut dirinya di depan cermin. Hari itu dirinya merasa menjadi wanita paling cantik. Keira benar, tangan-tangan Saras memang mahir dalam menyembunyikan imperfection tanpa membuatnya terlihat seperti "topeng". Garis-garis halus di beberapa bagian seperti bawah mata, kening, serta smile lines telah tersamarkan. Wanita itu kagum akan kemampuan Saras yang bisa membuatnya "berbeda" tetapi masih tetap dapat dikenali.

Saat Saras datang, Sinta cukup terkejut dengan koper kosmetiknya yang tidak terlalu besar. Perempuan itu mengaku hanya membawa produk yang perlu dan kebanyakan darinya adalah produk drugstore (produk-produk yang harganya mudah dijangkau dan bisa ditemukan di store terdekat).

Sinta sempat ragu, tapi mengingat perkataan Keira jika tidak masalah apa pun produknya, asal punya skill, produk murah pun akan terlihat jauh lebih bagus di wajah. Dan Saras membuktikannya.

"Tante, boleh merem sebentar? Sentuhan terakhir kok," pinta Saras sopan.

"Oh?" Sinta mengikuti perintah Saras, kemudian merasakan uap beraroma segar kembali menyentuh kulit wajahnya. "Udah?"

"Udah."

Sinta membuka kedua matanya begitu Saras telah mengizinkan. "Itu bukannya udah disemprot sebelum mulai make up-nya?" Wanita itu menunjuk produk di tangan Saras yang baru saja digunakan.

Saras tersenyum karena keingintahuan Sinta terhadap produk-produk yang digunakan serta fungsinya. Ya, pertanyaan tersebut bukanlah yang pertama kali sejak Saras memoles wajah wanita itu. "Iya. Tapi kalau yang sebelumnya dijadiin primer, setelahnya dijadiin setting spray."

"Fungsinya sama?"

Saras mengangguk. "Buat riasan lebih nempel di wajah dan bikin tahan lama."

"Ooh..." Sinta memanggut-manggut antusias mendengar penjelasan Saras soal make up.

Sementara Sinta kembali sibuk tersenyum-senyum pada pantulan dirinya di cermin, Saras beralih pada rambut wanita itu. "Hair do-nya mau gimana Tante?"

"Ah, terserah kamu aja deh gimana bagusnya. Nggak usah diapa-apain juga kayaknya Tante udah cantik nih," ujar Sinta sekaligus memuji Saras. "Jadi, glowing gitu muka Tante ya. Padahal sebelumnya kering banget."

Saras terkekeh. "Syukurlah kalau Tante suka. By the way, rambutnya aku buat messy bun aja ya, Tan. Biar kelihatan sepuluh tahun lebih muda."

Mau tidak mau Sinta turut tertawa. "Bisa aja kamu. Ya udah, yang cantik ya."

Saras hanya mengangguk dan mulai sibuk dengan alat-alat khusus rambut di tangannya.

"Saras, Tante boleh tanya nggak?"

"Tanya aja, Tante. Nggak usah sungkan." Saras tersenyum manis.

"Kamu udah punya pacar?" Kemudian Sinta berdeham. "Kalau nggak bisa dijawab, nggak apa-apa kok. Tante suka kepo-an aja nih."

Knowing Every Particular Object atau yang biasa disebut KEPO adalah sebutan untuk orang-orang yang serba ingin tahu, mulai dari hal sepele sampai urusan orang lain. Dan Sinta sebenarnya bukan orang yang seperti itu. Hanya saja melihat tatapan Ben pada Saras saat lelaki itu mengantarnya ke kamar sang mama, Sinta tahu arti binar di balik kedua mata anak sulungnya.

Sesungguhnya, Sinta sangat berharap Ben menemukan jodohnya. Bukan karena ia ingin buru-buru menimang momongan, hal itu bisa saja ia dapatkan dari Keira yang terlebih dulu menuju pelaminan. Tapi karena ia ingin Ben mendapatkan bahagianya.

Beberapa kali Sinta pernah memergoki Ben tengah melamun sambil memandangi undangan pernikahan kerabat dekatnya yang ia terima. Sinta juga tahu, banyak pertanyaan tidak menyenangkan yang menghantam bahu Ben dan membuat lelaki itu terbebani. You know, "basa-basi" khas masyarakat Indonesia perihal jodoh.

Beauty and the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang