headlights, on me

1.7K 303 24
                                    

Orangtua Renjun tidak pulang malam ini. Entah karena keduanya sibuk atau saling menghindar satu sama lain, ia tidak mau tau.

Sebenarnya suasana rumah yang hening begini cukup ia nikmati. Tanpa ada teriakan yang saling menyahut satu sama lain bahkan kadang barang yang dilempar asal untuk melampiaskan amarah, kapan lagi Renjun bisa setenang ini.

Sudah hampir 2 jam dirinya berkutat dengan novel yang baru dibeli pagi tadi, sampai lupa mengisi perutnya yang meronta untuk minta diisi. Sepasang kakinya melangkah kedapur, mencari bahan-bahan yang sekiranya bisa ia olah menjadi masakan yang dapat di santap. Namun yang ia dapat hanyalah isi kulkas yang kosong, hanya berisi botol minum air dingin. Helaan nafas ia hembuskan, terpaksa harus pergi ke supermarket terdekat untuk membeli makanan.

Dengan cepat Renjun melapisi tubuhnya dengan jaket yang cukup tebal, berjalan dengan santai setelah mengunci pintu rumah.

Baru sekitar setengah jalan Renjun tempuh, tiba-tiba lampu mobil yang menyala menyorot tepat kearah dirinya. Tangan Renjun mencoba menghalau cahaya yang menusuk matanya sambil sesekali mengintip siapa yang dengan kurang ajarnya membuat matanya sakit.

Tak lama lampu itu mati bertepatan dengan sosok yang keluar dari dalam mobil.

Oh, harusnya Renjun tak heran lagi.

Sosok itu tengah menatap Renjun dengan cengiran lebar tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, "Halo, Renjun."

Renjun hanya memutar bola matanya malas sembari berjalan mengikis jarak antara keduanya, "Sedang apa disini?" tanya Renjun.

Jeno mengangkat kedua bahu nya acuh, "Mampir ke taman."

"Lagi?"

"Ya, bosan dirumah."

Renjun terdiam, menatap Jeno yang tengah bersandar di mobil sambil memainkan ponsel,

"Jeno,"

Tatapan Jeno teralihkan pada Renjun, memandang pria kecil itu dengan pandangan bertanya,

"Aku sudah percaya padamu. Jadi.. jalan-jalan yang jauh?"

"Woah, tahan sebentar," Jeno memasukan ponsel kedalam saku celananya lalu berjalan ke hadapan Renjun, "Aku ragu antara kau benar-benar percaya padaku atau hanya ingin jalan-jalan saja."

"Hehe." Renjun hanya memberikan cengiran lebar kepada Jeno yang hanya dibalas dengusan oleh pria yang lebih jangkung.

"Nanti saja, sekarang lebih baik temani aku makan."

"Oiii, kenapa tidak bilang daritadi kalau lapar." ejek Renjun.

"Katakan itu pada dirimu sendiri, perutmu berisik kalau mau tau." ucap Jeno sambil membuka pintu mobil.

Renjun termenung, mencerna perkataan Jeno tadi..

Perutnya berisik, berarti..?

Tiba-tiba pipi Renjun memerah samar, hilang sudah harga dirinya yang ia junjung tinggi ini.

"Hei, cepat naik!"

Renjun segera memasuki mobil Jeno. Mereka menuju tempat makan yang sedikit lebih jauh dari komplek rumah Renjun, sengaja, Renjun yang minta.

Sesampainya disana mereka memesan makanan cukup banyak untuk mengisi perut masing-masing. Uh, tidak juga sih, Renjun yang lebih banyak makan.

Setelah selesai, Jeno berniat mengajak Renjun jalan-jalan terlebih dahulu, hitung-hitung sebagai penghilang bosan karena kedua nya sama-sama tidak mengetahui apa yang akan dilakukan setelah pulang nanti.

Namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada mereka, mobil Jeno tiba-tiba saja mogok dan tidak bisa dinyalakan,

"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Renjun yang sedang berjongkok disamping mobil Jeno.

strawberries and cigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang