candy

2.2K 294 55
                                    

"Jeno, mau pulang.."

"Sebentar ya,"


Renjun mencebik sebal, pandangan nya ia arahkan ke sekitar yang sedikit banyak membuat nya tidak nyaman. Ya meskipun salah nya juga tetap memaksa untuk ikut ke tempat Jeno biasa kumpul dengan teman-teman nya.

Ayolah, Renjun hanya anak rumahan yang akan menghabiskan waktu nya seharian dirumah tanpa melakukan aktivitas apapun. Berbeda dengan Jeno yang banyak memiliki kenalan sana sini namun sedikit urakan seperti dirinya.

Setelah berdebat kecil, akhirnya Jeno meng-iyakan permintaan kekasih nya itu. Lagipula bagaimana bisa Jeno menolak ketika si manis mengancam untuk tidak bertemu selama seminggu jika ia tidak diijinkan ikut.

Teman Jeno disini itu tidak terlalu urakan juga.  Renjun akui wajah mereka sama rupawan nya dengan Jeno, begitu pula dengan tampilan nya yang serba hitam, jangan lupakan asap rokok yang mengepul sana sini.

Renjun tidak pernah terganggu dengan asap rokok, tapi sedikit risih ketika tidak sedikit teman Jeno yang terang-terangan tengah memperhatikan nya,

"Jenooo~"

Jeno yang sedang bermain kartu melirik Renjun sebentar, "Kenapa sih, rewel sekali daritadi."

"Ih, mau pulang!"

"Tadi yang memaksa ikut siapa?"

"Aku.."

"Yasudah."

Renjun menghentakan kaki nya kesal sembari mengumpati Jeno dalam hati, "Aku risih tau, teman mu itu jelalatan sekali matanya!" bisik Renjun, mana berani ia berteriak disini.

"Yang mana?"

"Kalau ku beritau mau kau apakan?"

"Tidak tau, hanya bertanya."

Apakah terlambat untuk Renjun untuk menyesal menerima Jeno sebagai kekasih nya?
Selain bodoh ternyata pria sipit ini juga memiliki tingkat kepekaan yang minim, Renjun seharusnya sedikit lebih bersabar.

"Jeno ih!"

"Renjun kalau merengek lagi aku tinggalkan disini sendiri nanti."

"Tidak nyaman, Jeno.." suara Renjun mengecil, kepala nya ia sengaja tundukan untuk sedikit cari perhatian pada Jeno.

Perhatian Jeno teralihkan, dapat Renjun dengar pria itu bercakap dengan teman nya meminta ijin untuk mengakhiri permainan kartunya,

"Kan sudah kubilang, tetap keras kepala ingin ikut. Sudah sampai disini merengek terus minta pulang, dasar bayi." omel Jeno sambil menarik halus pergelangan tangan Renjun,

"Aku antar pulang sekarang, segera ganti pakaian dan tidur, aku akan kembali lagi kesini."

Renjun terdiam menatap punggung Jeno yang ada beberapa langkah didepan nya, sedikit merasa bersalah membuat Jeno harus bolak balik karena dirinya.

Jeno menoleh ketika tidak mendengar derap langkah Renjun, ia bisa lihat pria kecil itu berada dibelakang sambil menatap kearahnya dengan pandangan memelas,

"Aku mau permen."

Alis Jeno berkerut bingung, "Apa?"

"Mau permen!"

Jeno menghela nafas pelan sebelum menghampiri Renjun, "Sudah malam, besok saja ya?"

"Sekaraaang, mau permen."

"Tadi mau pulang?"

"Tidak jadi, permen dulu."

"Kalau begitu balik lagi ke tempat teman-temanku, disana ada warung yang jual permen."

"Ih, tidak mau! Cari supermarket yang 24 jam saja."

Baik, supermarket 24 jam menjadi tujuan mereka berdua saat ini. Perlu diketahui sekarang sudah tepat tengah malam dan Renjun malah meminta yang aneh-aneh.

Selama di motor keduanya hanya diam. Jeno tau Renjun sudah mengantuk terlihat dari kepalanya yang terasa berat di bahu nya, namun entah apa yang ada di pikiran pria kecil itu malah meminta permen ditengah malam begini.

"Ayo, segera pilih permen mu dan lekas pulang."

"Jeno ikut turun juga."

"Iya aku temani."

Mereka memilih permen dengan cepat, saat sampai Renjun segera mengambil permen dengan rasa stroberi lalu dibayar dengan cepat oleh Jeno. Bukan apa-apa, ia hanya khawatir Renjun akan sakit tengah malam seperti ini masih berada diluar rumah.

"Jeno, makan satu permen dulu habis itu baru pulang ya."

"Kan bisa dimotor makan nya?"

"Tidak mau, nanti rasa permen nya terbawa angin."

Lagi-lagi Jeno hanya bisa mengangguk. Duduk berdampingan dengan Renjun didekat motornya.

"Jeno tidak makan permen?" tanya Renjun.

Gelengan pelan Jeno berikan, "Tidak, aku makan rokok."

"Rokok dihisap, Jeno."

"Permen juga, Renjun."

Renjun memutar bola mata nya malas, memilih untuk memainkan jari-jari panjang Jeno yang tidak memegang rokok,

"Jeno, maaf ya."

Sebelah alis Jeno terangkat heran, "Untuk?"

"Eh sebentar, harus nya aku bilang terimakasih dulu. Terimakasih karena sudah membelikan permen, hehe."

Jeno tertawa kecil, "Sama-sama, lalu maaf nya?"

"Maaf karena sudah merepotkan. Kalau aku tidak memaksa ikut tadi harusnya Jeno tidak perlu bolak balik karena mengantarku pulang."

Jeno mematikan rokok nya lalu membawa Renjun kedalam pelukan nya, "Tidak apa-apa, maaf juga kalau disana tidak membuatmu nyaman."

Renjun hanya mengangguk sambil menyamankan dirinya dalam pelukan Jeno, "Aku sayang Jeno."

"Aku sayang Renjun lebih."

Setelah beberapa menit Jeno melepaskan pelukan nya lalu menarik Renjun untuk berdiri,

"Tadi yang mata nya jelalatan siapa?"

"Tidak tau, tapi warna rambutnya biru."

Jeno mengangguk paham, "Mau kuapakan nanti?"

"Sentil jidat nya yang keras ya, pokoknya harus berbekas!"

"Baiklah, sekarang ayo pulang."






other side.

ctak!

"Apa-apaan?! Sakit bodoh!" protes si rambut biru sambil mengelus jidat nya yang terkena sentilan Jeno.

"Mata mu apa-apaan."

"Hei kalau bicara yang jelas!"

"Jaemin, lain kali jangan menatap Renjun-ku seperti tadi, dia ketakutan seperti sedang diincar om-om katanya."

"Wah, mulut pria kecilmu kurang ajar juga."

Jaemin, ya?






end

ternyata aku ga berbakat nulis
yang baku2..

strawberries and cigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang