7| Nanyang Technological University

5 0 0
                                    

     Sean menghampiriku menggunakan mobil hitamnya. Sebenarnya, rumah Sean dulu berada didepan ku. Tapi, sekarang rumah itu sudah dijual dan sekarang rumah Sean berada diujung komplek. Aku tidak tahu pasti kenapa keluarga Sean memutuskan untuk pindah rumah diujung komplek perumahan.

     "Udah siap?" Aku mengangguk. Lalu Sean melajukan mobilnya menuju pelabuhan.

     Ternyata benar. Aku dan Sean disambut oleh Lania dan Nadin sesampainya kami disana.

     "Hallo Kanira, Sean." Sapa Nadin. Lania yang berada disampinya tersenyum.

     "Sean, lo yang nyetir, ya? Lo kan, cowok." Sean mengangguk lalu meminta kunci mobil pada Lania.

     "Ra, mau di apart mana?" Tanya Nadin yang berada di depan.

     Aku menggeleng. "Belom tahu juga. Aku masih bingung."

     "Lan, kan kak Shena kemarin baru pindahan, gimana kalau lo liat liat apartnya kak Shena. Gue nanti ngomong sama kak Shena nya."

     "Eh, iya, ya. Tapi, apartnya harganya agak expensive, sih. Tapi ruangannya luas, kok. Balkonnya luas juga. Bagus kok. Disamping apart gue sama Nadin."

     Aku mengangguk. "Oke, deh. Setelah ke kampus, kita kesana, ya."

     "Gue pikir juga bagus, Ra. Lo jadi ada temennya." Sean membuka suara.

     "Iya, Sean. Sekarang, fokus nyetir aja, deh." Omel ku.

     Tujuan utamaku adalah NTU (Nanyang Technological University) yang juga merupakan kampus Nadin dan Lania.

     "Lo mau di jurusan apa?" Tanya Lania yang berada didepan ku untuk mengarahkan jalan.

     "Business" Jawabku. Lania hanya menganggukkan kepalanya.

     Kita hanya melihat gedung universitasnya saja. Untuk pendaftarannya, melalui online. Dan karena Kanira mendaftar melalui jalur beasiswa. Setelah puas berkeliling, Lania dan Nadin segera membawaku dan Sean menuju apartnya. Tidak jauh dari kampus. Hanya saja, jika berjalan kaki akan membutuhkan waktu yang lumayan lama.

     Nadin sedang menelpon kak Shena. Pemilik apartemen samping. Setelah setengah jam menunggu, akhirnya kak Shena datang.

      "Sorry. Nunggunya lama, ya. Soalnya tadi baru banget selesai ketemuan sama temen." Kata kak Shena.

     Aku mengangguk. "Nggak papa, kak. Lagian, ini juga nggak buru-buru banget."

     Kak Shena tersenyum. Lalu membuka pintu apartemennya. Nuansa minimalis sudah terpampang jelas di apartemen milik kak Shena. Terdapat sofa, meja belajar, kasur, serta barang-barang elektronik lainnya.

     "Disini udah ada barang-barang pokoknya. Jadi, kalau lo mau beli apart gue, lo tinggal isi kebutuhan lo aja. Nggak usah ribet-ribet. Oh iya, nama lo siapa?" Tanya Kak Shena.

     "Kanira." Kak Shena mengangguk.

     "Luas, Ra. Kalau gue, oke lah, Ra." Timpal Sean.

     Aku berjalan menuju balkon. Disini, dapat dilihat suasana sekitar. Banyak gedung yang menjulang tinggi.

     "Oke, deh kak. Kalau boleh, aku nanti minta nomor kakak, ya."

     "Oke. Berhubung lo temen Lania dan Nadin, gue kasih harga spesial." Jawab kak Shena. Diikuti dengan anggukan Lania dan Nadin menatapku semangat.

Setelah selesai mengobrol dengan kak Shena, kami berempat pergi menuju universal studio. Disana, kami hanya berfoto-foto. Sesekali mencoba wahana ringan. Tujuan tempat terakhir adalah kafe. Untuk mengakhiri perjalanan melelahkan ini.

"Lo mau pesen apa, Ra?" Tanya Sean yang sedang melihat menunya.

"Aku waffle aja." Sean menoleh.

"Minumnya?"

Aku tersenyum. "Seperti biasa. kopi latte. Eum, coffe latte."

     "Ra, gue kan udah sering bilang. Jangan kebanyakan minum kopi. Itu nggak baik buat lo. Kalau lo cepet menopause nya, gimana?"

     Tepat seperti perkataan Dillon. Aku menatap Sean lekat. Aku mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Dillon berusaha mengingatkanku untuk tidak banyak minum kopi.

    "Nggak. Nggak papa, kok. Se..sean. A..aku nggak papa." Ucapku terbata-bata. Aku berusaha melupakan kejadian itu. Tapi otakku terus memutar kejadian dulu. Seolah otakku ingin aku mengingat lagi kejadian beberapa tahun lalu. "Sean, Lania, Nadin. Aku ke toilet bentar, ya." Ketiganya mengangguk.

     Aku menatap mataku yang mulai berkaca dipantulan cermin.

     "Kenapa kalau aku berusaha nge lupain kamu, tapi ingatanku pengen mengingat kamu. Selalu." Aku menyingkirkan rambut dari wajahku. "Aku lelah, Dillon. Aku capek selalu mikirin kamu. Aku capek, Dillon."

     Untuk beberapa saat, aku menatap diriku dipantulan cermin. Untung saja, toilet sedang sepi saat itu. Setelah tenang, aku membasuh wajahku dengan air. Lalu kembali bersama Sean dan yang lain. Aku berusaha menutupi kesedihanku. Aku tahu, jika Sean mengetahuinya, dia akan marah. Dan sedih.

"Sampai ketemu bulan depan, Ra." Lania melambaikan tangannya.

Aku mengangguk. "Makasih ya. Kalian udah nemenin aku."

"Nggak papa. Lagian gue juga seneng kok bisa bantu lo." Sambung Nadin. Kita berempat berpisah di pelabuhan. Aku dan Sean kembali ke Batam.

     "Sean, makasih ya udah temenin aku." Sean mengangguk lalu pamit untuk pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Semua orang dirumah sudah tidur. Aku langsung menuju kekamar, mengganti pakaian lalu lanjut untuk tidur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OPACAROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang