Bab 5 : Persiapan dan Ketidaktahuan

43 7 4
                                    

Tanah Bebas Sanskritia, Provinsi Vredajvatha, Kota Ambavarna, Desa Purvadati.

Sisinan, 9 Aujaliv, Tahun 1396

Sebelum Pukul Tiga Sore

---

Banyuvheti yang dibangun oleh Amro Vidatu benar-benar sangat membantu. Suplai air jernih tersebut menjadi antrian warga. Dan yang lebih melegakan? Banyuvheti milik Paman Tengger akhirnya berfungsi kembali. Ini mengakibatkan beliau dan Bram dapat kembali mandi tanpa harus menuju ke Desa Ilmargi dan membayar satu Puces. Selepas membilas diri, pikiran dan kepala Paman Tengger menjadi lebih enteng. Ia mengambil rokoknya,menyalakannya dengan korek kayu (pemantiknya lagi-lagi dibawa Bram) lalu duduk di tangga kayu depan rumahnya.

Tak lama kemudian, lamunan Paman Tengger buyar saat melihat bola bersayap yang terbang dengan dua lampu depan melewati pagar kayu desa—announsi balasan dari Amro Vidatu. Dari balasannya, Amro Vidatu memutuskan untuk membahas masalah-masalah yang ditulis Paman Tengger—svedati tadi pagi, peluang penyerangan klan Trevadipta, bahkan kasus orang-orang yang menghilang—di pesta malam nanti.

Entah kenapa, ada sesuatu yang tak beres di perasaan Paman Tengger. Ia terlihat menyangga dahinya dengan tangan kirinya; rokok yang menyala terselip di jari telunjuk dan jari tengahnya. Dengan mata terpejam, ia menimbang-nimbang apakah ia harus mencari Bram di laut yang luas karena biasanya pada jam sebegini, Bram telah kembali. Paman Tengger berdiri. Memutuskan untuk pergi ke tetangganya untuk meminjam kapal ikan.

Seketika, di kejauhan terlihat kapal berwarna merah darah yang mendekat. Seumur hidupnya, Paman Bram baru dua kali ini benar-benar merasa lega terkait dengan Bram. Dan ini mungkin adalah yang paling melegakan dibandingkan sebelumnya. Paman Tengger lalu menginjak rokoknya dan masuk ke rumah. Ia harus menyembunyikan wajahnya yang berkaca-kaca lega. Setelah memarkirkan kapalnya, Bram melompat turun ke dermaga kayu sembari membawa jaring yang berisikan sekerumunan ikan hasil tangkapannya. Sesudah menyimpan ikan-ikannya ke pendingin, ia masuk ke rumah.

"Selamat sore, Paman! Cuaca hari ini betul-betul panas. Aku ingin mandi dulu." Kata Bram sambil menaruh tasnya. 

Bram melihat sesuatu yang agak berbeda di wajah Paman Tengger. Biasanya, ia akan menggodanya, mengejeknya, atau bahkan berpura-pura mengeluhkan hasil tangkapan Bram saat Bram kembali. Tetapi, Paman Tengger hanya memandanginya dengan wajah mendalam dan berat. Paman Tengger berdiri, lalu memegang pundak Bram.

"Kalau ada masalah, katakan padaku." Katanya mendadak pada Bram yang terlihat gelagapan kebingungan.

"Paman? Apa kau baik-baik saja?" Bram mengernyit.

"Katakan saja bila kau ada masalah. Mengerti?" Tangannya meremas bahu Bram semakin keras. Bram sedikit meringis kesakitan.

"Paman, aku baik-baik saja. Kecuali pemantikmu yang jatuh di laut, tak ada masalah lain. Aku serius, Paman. Aku baik-baik saja." Jawab Bram dengan tenang. Paman Tengger menghela napas panjang dengan plong dan hati tenteram, lalu melepaskan tangannya dari pundak Bram.

"Baguslah, bagus. Aku hany—tunggu. Pemantikku? Pemantik kesayanganku? SUDAH BERAPA KALI KAU HILANGKAN PEMANTIKKU BOCAH SIALAN??" Wajah Paman Tengger menjadi murka. 

Bram berbalik, dan lari tunggang langgang sebelum berteriak karena punggungnya terkena lemparan ember kayu dari Paman Tengger.

---

Perkemahan Klan Trevadipta,

Hari yang sama,

Kala senja.

Sadana #1: Takdir Tiga MakhlukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang