Tanah Bebas Sanskritia, Provinsi Vredajvatha, Kota Ambavarna, Desa Purvadati.
Sisinan, 9 Aujaliv, Tahun 1396
Paska Senja
---
"Sebelum kita berangkat, bawalah ini." Paman Tengger menyerahkan sebilah pravsi berwarna hitam sepanjang belati tentara. Pravsi itu hitam kelam dengan berbagai ukiran huruf Sanskrit yang bergerak-gerak. Bram lagi-lagi kebingungan."Paman, ini untuk apa?"
"Untuk mengiris daging kerbau. Daging kerbau di parta klan terkenal keras." Canda Paman Tengger.
"Ayolah, Paman." Bram memutar matanya.
"Sudah, bawa saja. Dan oh.. jangan kau hilangkan lagi. Itu benar-benar belati arkana kesayanganku." Paman Tengger pura-pura serius. Ia diam-diam memasukkan liontin navtja serta sabuk arkanisnya di ransel bopong miliknya.
"Paman tumben sekali membawa ransel." Tanya Bram yang menyematkan wadah hitam berisi pravsi pemberian pamannya di sabuk kiri.
"Kau adalah orang yang manja. Makanya kubawa makanan dan air minum.." Paman Tengger menggoyang-goyang wadah air dari kulit lembu, "..untuk sewaktu-waktu kau haus atau perutmu itu berbunyi di perjalanan kita."
Bram terkekeh sembari mengangguk tanpa ragu. Mereka berdua terlihat tampan dan gagah dengan celana panjang kain yang disetrika uap hingga klimis (Paman Tengger memaksa Bram untuk menyetrikanya), serta kemeja putih bersih lengan panjang. Yang membedakan penampilan mereka hanyalah lengan panjang Bram yang ia lipat dan Bram memakai kaos hitam di dalamnya. Selebihnya, bahkan sepatu bot kulit yang mereka kenakan juga sama.
Setelahnya, mereka berdua berangkat berkuda ke Parta Klan Vidatu. Jarak sepuluh kilometer bisa ditempuh dalam waktu paling tidak setengah jam. Setidaknya, mereka masih belum terlambat untuk menyambangi pesta tersebut.
---
Parta Klan Vidatu,
Waktu yang tak jauh berbeda.
---
Pesta tersebut sangat ramai. Rumah-rumah bertembok nampak terang meriah dengan dekorasi pepohonan buah-buahan yang menentramkan. Orang-orang hilir mudik hiruk pikuk membawa banyak benda-benda dari pasar malam di tengah parta. Permen kapas dari gula aren, bakso-bakso daging ikan dengan saus merica, roti lapis daging domba, bahkan banyak wanita-wanita muda yang membawa tumpukan pakaian-pakaian yang diobral—tumpukan itu hampir menutupi wajah mereka. Seorang arkanis pria dari klan Vidatu, bertelanjang dada sedang mempertunjukkan semburan api dari tangannya untuk meraih koin-koin Puces dari para penonton yang mengerumun. Suasana terlihat hangat, akrab, nan membahagiakan.
"Akhirnya, aku bisa juga nampak cantik kembali." Kata Isnaev sembari memutar-mutar badan.
Gaun renda berwarna coklat semi ungunya nampak cocok walau kekejaman masih tersirat pada raut wajah rudirat wanita itu. Ia berjalan di depan Phillip yang berambut panjang kelabu terurai serta memakai jas hitam dan berdandan formal, sedangkan Bartolomeo memakai pakaian seperti anak-anak bangsawan seumurannya nan bercelana pendek hijau toska. Mereka terlihat berbeda. Benar-benar sangat tak bisa dibedakan dengan orang-orang yang hadir di pesta tersebut.
"Hei, Phillip! Bolehkah aku bermain bersama mereka? Boleh ya? Ya?" Tanya Bartolomeo dengan wajah memohon sembari menunjuk-nunjuk sekerumunan anak-anak yang bermain petak umpet.
Phillip hanya tersenyum, lalu mengangguk. Bartolomeo melompat girang, dan berlari menggabungkan diri.
"Kau cukup toleran juga ya, Phillip. Bahkan pribadimu jauh sangat berbeda." Ujar Isnaev kagum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadana #1: Takdir Tiga Makhluk
Fantasy***Buku Pertama Dari Pentalogi Sadana** Empat Negara, Tiga Takdir, Dua Kehidupan, Satu Kematian. --- Bram, yang merupakan nelayan ceria yang akan diangkat sebagai Ketua Nelayan di desanya, berpedoman hidup bahwa setiap orang haruslah memiliki orang...