Parta Klan Vidatu,
Kala Gelap.
---
"Menurutmu, apakah Trevadipta akan menyerang kita kapan saja?" Tanya Paman Tengger.Amro Vidatu menenggak habis bir arennya, kemudian mengisinya penuh lagi. Cangkir kayunya berdebum di meja, mengagetkan beberapa warga di sampingnya. Isinya bertumpahan.
"Tentu! Bajingan tua itu seakan tidak malu melanggar budaya lama kita, Tengger! Aku tak mendapatkan kabar dari svedati-ku. Kau tahu peraturannya!" Geram Amro Vidatu.
Paman Tengger mengangguk. Traktat Sanskritia telah mengatur semuanya. Perebutan dan pembunuhan bahkan sangat dilarang sebelum penetapan tanggal perjanjian. Termasuk di dalamnya adalah pembunuhan svedati. Svedati harus ditangkap, lalu mengabari Klan yang memerintahkannya tentang keadaannya. Pembunuhan svedati adalah sebuah hal yang sangat tabu.
Seorang pria kurus dengan mata kuning berpupil yang memakai jubah hitam dengan garis putih berkilauan, nampak menghisap cerutu sedang duduk di kursi tak jauh dari Paman Tengger. Abunya menyala. Paman Tengger memandanginya, namun setelah kerumunan keramaian berlewatan menutupi, saat dilirik lagi, sosok tersebut menghilang. Apakah aku salah lihat? Pikir Paman Tengger. Suara panggilan Amro Vidatu memecah konsentrasinya. Paman Tengger memutuskan untuk melanjutkan topik.
"Kurasa, Trevadipta tidak sebodoh itu kecuali memang dia ingin diserang oleh delapan klan."
"Tengger, kau jangan terlalu naïf. Sudah semenjak lama Trevadipta iri dengan Vidatu. Si bangsat tua itu tidak seperti Arrja, Laksmivati maupun Adivtja yang berpasrah diri menerima keadaan!" Tanggap Amro Vidatu murka.
"Danang, kurasa kau perlu memelankan suaramu. Tak baik rasanya kita membahas ini keras-keras." Kata Paman Tengger lembut.
Amro Vidatu menarik napas dalam-dalam sebelum berencana untuk meneruskan berbicara.
DUAR!
Ledakan nyaring nyaris membuat jantung copot. Sebuah ledakan menggetarkan tanah Parta. Suara yang membuat telinga berdengung. Dari luar Parta, asap menari-nari menjelma seperti ruh raksasa, membumbung tinggi ke langit. Tembok kayu Parta yang berpancang, tercuil-cuil, berlubang dengan bongkahan-bongkahan kayunya tergeletak kesana kemari. Paman Tengger, Amro Vidatu, serta semua orang sedang bangkit saat roboh, berusaha mencerna akan apa yang sedang terjadi, saat tiga ledakan susulan menghampiri. Satu ledakan dari luar lagi, dan dua dari depan serta samping mereka.
Batuan yang dulu menopang rumah-rumah serta bangunan kini berserakan. Beberapa orang tertindih dibawahnya. Beberapa lagi berbaring berdarah-darah. Seorang anak kecil menangis saat ia berusaha menolong ayahnya yang kakinya terjepit puing-puing tak jauh dari lokasi pesta tadi.
Teriakan, kegelisahan, orang-orang yang menunduk berlarian, kepanikan, menggerumul di lokasi itu. Paman Tengger masih terhuyung pusing. Di depannya, Amro Vidatu berteriak seakan terkena mantra arkana silentio, padahal suaranya masih terdengar samar saat tangannya terjulur. Efek ledakan tadi masih membuat gendang telinga Paman Tengger semi tuli.
"Tengger! Serangan!" Teriaknya sambil menggoncang-goncang bahu Paman Tengger.
Paman Tengger mengenyahkan keraguan, menggidikkan kepalanya agar langsung beradaptasi dengan sekitar. Ia lalu mengambil navtja di ranselnya yang terjatuh, mengikatkan di pinggul, dan ranselnya ia pasang di sisi lain.
"Tengger??? Apakah kau—" Tanya Amro Vidatu yang memang tak mengetahui rahasia Paman Tengger selama ini dengan terkaget-kaget.
"Tak ada waktu untuk menjelaskan! Laevitae!" Teriak Paman Tengger. Runtuhan tembok yang menindih tungkai si bapak tadi melayang seakan kapas tertiup angin, lalu mendarat berat di tempat lain. Paman Tengger berlari menjauh untuk menolong si anak dan bapaknya tadi, meninggalkan Amro Vidatu yang melongo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sadana #1: Takdir Tiga Makhluk
Fantasy***Buku Pertama Dari Pentalogi Sadana** Empat Negara, Tiga Takdir, Dua Kehidupan, Satu Kematian. --- Bram, yang merupakan nelayan ceria yang akan diangkat sebagai Ketua Nelayan di desanya, berpedoman hidup bahwa setiap orang haruslah memiliki orang...