🌷Bab 3🌷

3K 211 10
                                    

Abimana pov.

Cantik, batinku tanpa sadar memuji gadis itu yang kini berjalan dan duduk di sofa disamping Bu Suci. Gadis berhijab yang sangat cantik, wajahnya lembut dan tenang.

Tapi, tunggu dulu! Kenapa wajahnya seperti tidak asing lagi? Apa aku pernah melihat ataupun bertemu dengan gadis berhijab itu sebelumnya?

"Sayang, kenalin ini om Wismara." kata Bu Suci memperkenalkan papaku pada anak gadisnya yang berhijab itu. Gadis itu menyatukan kedua telapak tangannya menyapa papaku seraya tersenyum, papaku balas tersenyum.

Lalu Bu Suci memperkenalkan mamaku padanya. "Adara, kenalin ini Bu Fatimah, istrinya pak Wisma." reaksi lain yang gadis berhijab itu lakukan, Adara meraih tangan kanan mama dan mengecup punggung tangannya. Mama tampak terpukau kagum, meraih wajah mungil Adara merangkumnya dengan kedua tangannya. Mengecup kedua pipi Adara secara bergantian.

"Masyaallah, kamu sangat sopan dan cantik nak." Adara tersenyum malu mendengar pujian mamaku.

"Nah, Adara, itu anaknya pak Wisma dan Bu Fatimah. Namanya, Abimana." lalu Bu Suci memperkenalkan diriku pada anaknya itu.

Aku menatap penuh ke arah Adara yang balik menatapku hanya sekilas, dan kini lebih memilih menundukkan kepalanya. Why? batinku bingung.

Aku mengulurkan tangan kanan padanya, Adara hanya diam memperhatikan uluran tanganku. Kemudian ia menatap bingung ke arah kedua orang tuanya secara bergantian.

"Maaf," kata Adara kembali menyatukan kedua telapak tangannya.

"Tidak masalah," sahutku santai dan kembali menarik tangan kananku yang tadi terulur.

"Terima kasih," ucap Adara tersenyum simpul.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku tiba-tiba, "wajahmu terlihat tidak asing, apa kita saling mengenal?"

Adara tampak mengerutkan dahinya dalam, "benarkah?"

"Ya, apa kamu seorang artis?"

"Ah tidak," Adara menggelengkan kepalanya tersenyum geli dengan pertanyaanku.

"Nak Abimana, mungkin kamu pernah melihat Adara di sebuah majalah muslimah?" tanya pak Radi padaku, "karena Adara bekerja menjadi model muslimah di salah satu majalah cukup ternama."

"Oh ya? Wow!" reaksi keterkejutanku, "entahlah, aku tidak begitu memperhatikannya. Karena aku lebih suka melihat majalah-majalah dewasa model super seksi, pak Radi." sengaja aku mengatakan hal yang sejujurnya.

Ku lirik papa dan mamaku yang tampak meringis mendengar kata-kataku barusan. Dalam hati aku hanya bisa tertawa saja memperhatikan mereka. Oh mama, papa, ini masih permulaan.

"Ya, itu wajar-wajar saja buat pemuda seperti nak Abimana. Tak di pungkiri, jika bapak pun dulu seperti itu." sahut pak Radi tampak tak mempermasalahkan ucapanku.

"Seperti?" ulangku menggoda pak Radi.

"Apakah harus bapak jelaskan secara detail, nak Abimana?"

Aku menggeleng, "sepertinya itu tidak perlu pak."

Pak Radi terkekeh, kemudian memanggil papaku. "Pak Wismara, bagaimana ini? Aku menyukai putramu, sikapnya yang berterus terang membuatku suka."

"Kalau begitu rencana perjodohan ini tidak hanya akan sekadar jadi rencana saja. Tetapi, bakal menjadi kenyataan." ucap papa seketika membuat kedua mataku mendelik.

"Karena jujur, kami juga sangat menyukai putri bapak." ucap mama menimpali.

Gawat! batinku.

Kenapa jadi begini? Apa aku salah dalam mengambil sikap? Niat hati ingin mengacaukan agar pak Radi dan istrinya tak suka denganku dan membatalkan rencana perjodohan ini. Tapi, kenapa jadi terbalik seperti ini?

"Baik, mari kita tentukan tanggal pernikahan putra dan putri kita." ucap pak Radi sebagai akhir keputusan dari pertemuan malam ini.

******

Aku termangu sendirian di dalam kamarku yang sudah gelap gulita, hanya di terangi sedikit oleh cahaya lampu tidur. Pikiranku masih kacau mengingat pertemuan tadi di rumah keluarga pak Radi.

Perjodohan sialan ini sungguh benar terjadi dan akan jadi kenyataan. Bahkan, kedua orang tuaku dan kedua orang tua Adara tadi sudah mendiskusikan sekaligus menentukan tanggal baik untuk hari pernikahan kami.

Pernikahan? Haha, terdengar sangat menggelikkan. Aku dan Adara belum saling mengenal. Bahkan hari ini aku baru tahu jika gadis berhijab itu adalah seorang model muslimah di salah satu majalah cukup ternama.

Membahas Adara membuatku teringat kembali pada majalah itu. Dimana ya kira-kira aku pernah melihat majalah itu? Astaga! Aku baru ingat jika majalah itu milik Galih, temanku.

"Besok aku akan membeli majalahnya," gumamku mulai tertarik ingin membeli majalah dimana Adara sebagai modelnya.

Tapi, ku pikir-pikir lagi, tak ada salahnya juga aku menerima perjodohan ini. Toh, semua kekacauan yang terjadi padaku saat ini karena gadis itu. Hubunganku dengan Fiara hancur. Jadi, kenapa tidak ku turuti saja permintaan kedua orang tuaku.

Dengan begitu, setidaknya aku bisa melampiaskan rasa sakitku pada Adara setelah kami menikah nanti.

"Aku rasa itu ide yang bagus," tanpa sadar, bibirku melengkungkan senyum.

Ya, itu ide yang sangat bagus Abimana!

Aku mengambil sebatang rokok yang tadi ku letakkan di nakas samping ranjang. Menghidupkan ujungnya dengan pemantik, setelah hidup aku menghisap candu itu dengan sangat nikmat sembari memikirkan hal selanjutnya.


Tbc....

Ada yang baca?

Sepi, krikk krikk....

Assalamualaikum cinta (End-proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang