🍃2

4.5K 289 4
                                    

Ucapan Gus Lana membuatku dan Faid berhenti tertawa. Aku dan Faid saling bertatap mata, kemudian larut dalam pikiran masing-masing.

"Tapi kalo ada anak, ada rasa bahagia tersendiri. Ketika capek pulang ngajar, ada istri sama anak yang biki capek hilang," lanjut Gus Lana.

"Yuk nikah, Mas," ucap Faid membuyarkan pikiranku.

"Wegah. Masa aku nikah sama kamu," jawabku.

"Ih, maksud Faid itu ayo kita cari pasangan hidup biar setiap pulang ngajar ada yang nyambut," jelas Faid.

"Kalo mas sih ayo aja, cuman calonnya nggak ada," balasku.

Pembicaraan kami terhenti ketika melihat Ning Dina berjalan ke ruang tamu.

"Kok pada diem?" tanya Ning Dina.

"Gimana hasilnya, Ning?" tanya Gus Lana.

"Ini lagi nunggu hasilnya, Gus," jawab Ning Dina.

"Dina masuk kamar dulu ya. Kayanya mau ada tamu," ucap Ning Dina kemudian berjalan menuju kamarnya.

"Tamu sopo?" tanyaku kepada Faid dan Gus Lana. Sedangkam mereka hanya menggeleng pelan.

Tidak beberapa lama, terdengar ucapan salam dari pintu masuk. Segera mata ini menatap ke arah suber suara.

"Monggo masuk, Ustadz," ucapku mempersilahkan Ustadz Khoirul dan temannya untuk masuk.

"Kalo gitu saya ke dapur dulu nggih," pamit Gus Lana.

Tidak beberapa lama, Gus Lana keluar dengan membawa teh serta camilan.

"Maaf, apa sebelumnya kita pernah ketemu ya?" tanya Gus Lana dengan teman Ustadz Khoirul.

"La kenapa memang, Gus?" tanyaku penasaran.

"Wajahnya kaya nggak asing," jawab Gus Lana.

"Dia namanya Ilham. Sudah sekitar lima tahun nyantri di sini. Dan sekarang alhamdulillah sudah hafidz qur'an. Terus Abi minta Ustadz Ilham untuk mengajar Al-Qur'an khusus santri putra," jelasku.

"Ilham? Temannya Ning Dina nggih?" tanya Gus Lana dan di balas anggukan oleh Ustadz Ilham.

"Loh kenal Ning Dina to?" tanyaku.

"Nggih kenal, Gus. Dulu temen SMKnya Ning Dina waktu masih di Sumatra," jawab Ustadz Ilham.

"Kok aku baru liat njenengan?" tanya Gus Lana.

"Iya karna setiap kamu ke sini, Ilham selalu izin untuk pulang kampung. Entah kenapa waktunya selalu bersamaan. Jadi wajar jika Gus nggak pernah liat."

"Dan sekarang pasti mau izin pulang kampung nggih?" tanyaku kepada Ilham.

"Nggak, Gus. Kami ke sini mau minjem beberapa kitab yang waktu itu pernah njenengan ceritain," jawab Ustadz Khoirul.

"Oo, yasudah bentar aku ambilkan dulu," jawabku kemudian melangkah meninggalkan ruang tamu.

Aku menuju kamar dan mencari beberapa kitab.

"Ini masih kurang satu," gumanku.

Kemudian aku membawa satu kitab dan keluar kamar. Setelah itu mengetuk pintu kamar adik perempuanku.

"Nduk, punya kitab ihya nggak?" tanyaku setelah dia membuka pintu kamar.

"Ihya? Ada, Mas. Tapi lupa letakinnya di mana," jawab Ning Dina.

"Kalo gitu tolong carikan ya. Terus nanti bawa ke ruang tamu," pintaku.

"Siap, Bos," balas Ning Dina sambil memberikan hormat.

Kisah Cinta si Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang