🍃20

3.3K 292 33
                                    

Gus Aris hanya diam melihat kedua gusnya sedang beradu argumen. Senyum tipis terukir di bibir milik Gus Aris. Sesekali netranya melihat ke arah wanita yang sedang sibuk memetik tomat. Rasa yang terus tumbuh seiring berjalannya waktu. Tapi, Gus Aris tidak ingin rasa ini di utarakan sebelum kalimat qobiltu di ucap. Namun untuk bersanding dengannya, Gus Aris merasa tidak pantas.

'Akankah rasa ini harus kupendam dalam-dalam?' batin Gus Aris.

****
Angin pagi berhembus pelan, menggerakan niqab yang di gunakan oleh Ning Zulfa.

Ning Zulfa sibuk mengambil beberapa tomat matang, tanpa sadar ada dua Gus yang sedang memperhatikannya.

Tiba-tiba Ning Azhra tersandung dan jatuh. Dengan cekatan Gus Fuad dan Faid membantu Ning Azhra. Barulah Ning Zulfa sadar jika ada Gus-Gus yang sedang berdiri di dekatnya.

"Azhra nggak papa?" tanya Gus Faid.

"Nggak papa, Om," balas Ning Azhra lalu segera bangkit dan menarik tangan milik Ning Zulfa.

Kedua Ning kemudian masuk ke ndalem, meninggalkan ketiga Gus yang kebingungan dengan sifat Ning Azhra. Tidak biasanya dia pergi tanpa pamit.

"Tumben, jatuh tapi nggak nangis?," tanya Gus Fuad.

"Tumben, pergi tanpa pamit?," balas Gus Faid.

"Tumben, njenengan berdua kepo, Gus?" tanya Gus Aris lalu di akhiri dengan tertawa kecil.

Gus Fuad dan Gus Faid menatap ke arah Gus Aris, tatapan yang sulit di artikan.

"Mungkin Ning Azhra sudah dewasa, Gus. Dan pastinya Ning Zulfa ngajarin sifat-sifat malu untuk wanita. Selagi itu hal baik, ya biarkan," jelas Gus Aris lalu pergi membantu Kang santri yang sedang mencabut rumput.

Sementara kedua Gus saling menatap dengan bingung. Segera di tepisnya rasa kebingungan tersebut dan melangkah menghampiri Gus Aris.

Belum sempat Gus Fuad berjongkok untuk mencabut rumput, ponselnya berdering. Di lihatnya nama pada layar ponsel. Tertulis nama Gus Lana. Segera Gus Fuad mengangkat panggilan tersebut dan mulai mengobrol dengan Gus Lana yang berada di seberang sana.

"Nggih, niki bade mriku, Bi. Wa'alaikumsalam," ucap Gus Fuad di akhir panggilan.

"Abi?" tanya Gus Faid.

"Iya," jawab Gus Fuad singkat.

"Ada apa?," tanya Gus Faid kembali.

"Abi nanti pulang, jadi aku di suruh jemput di bandara," jelas Gus Fuad.

***

Di rumah sakit, Umi Aisyah dan Umi Khadijah membantu mengemas barang Ning Dina. Hari ini dokter mengizinkan Ning Dina beserta Gus junior untuk pulang.

Ning Ana terlebih dahulu pulang, untuk menyiapkan dan membereskan kamar Ning Dina. Setelah itu, memasak bersama Ning Zulfa.

"Njenengan bisa masak, Ning?" tanya Ning Ana.

"Bisa, sedikit-sedikit, Ning," jawab Ning Zulfa.

Dari pintu depan, Gus Fuad dan Gus Faid masuk kemudian duduk di meja makan. Memperhatikan kedua Ning yang sedang beradu keahlian memasak.

Gus Fuad menuangkan air ke dalam gelas, lalu meminumnya. Begitu juga dengan Gus Faid.

"Sudah ada calon belum?" tanya Ning Ana.

"Kepo banget sih njenengan, Mbak," sindir Gus Faid.

"Heleh, kamu juga pengen tau jawabannya to," sindir balik Ning Ana.

"Wes. Wong ada tamu malah debat terus," lerai Gus Fuad.

Mereka dia sesaat, hingga Ning Ana kembali melemparkan pertanyaan yang sama kepada Ning Zulfa.

Kisah Cinta si Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang