#2 Saat Merasa Buntu

43 1 2
                                    

"Bunuh diri itu boleh nggak sih?"

Entah untuk kali yang keberapa, saya lupa, teman saya mengajukan pertanyaan itu (lagi) kepada saya. Waktu itu saya bertanya balik,

"Emang nggak ada cara lain buat menyelesaikan masalah?"
Lalu dia malah bertanya lagi,
"Kenapa kasih sayang itu ada?"

Lalu saya menghentikan sejenak pekerjaan saya. Saya mengamatinya. Mengamati, seperti ada sesuatu yang harus diperjelas disini. Tapi yang terjadi saya tidak merespon apapun karena...ya karena belum tepat saja waktunya. Mungkin beberapa menit lagi. Sampai akhirnya dia bertanya lagi,

"Kamu nggak mau cerita apa gitu?"
"Cerita apa?"
"Cerita waktu kamu menyelesaikan masalahmu?"

Sebetulnya sebelum itu dia sempat tidak percaya kalau seorang saya punya masalah. Kira-kira seperti ini waktu dulu dia berbicara;

"Kamu punya masalah? Hah? Masalahmu itu apa? Masa seorang kamu punya masalah?"

Menyebalkan, ya? Iya, memang. Apa wajah saya sangat mendukung untuk sama sekali tidak punya masalah hidup? Jika memang iya, saya harusnya bersyukur!

Saya punya masalah. Semua orang pasti punya masalahnya masing-masing. Tapi terkadang ada yang sangat rapat menutupinya. Ada yang terang-terangan menujukannya ke orang lain, lewat sosial media biasanya. Ada yang tetap terlihat kalau ia punya masalah entah seberapa kerasa ia menyembunyikannya. Ada juga yang nggak tahu gimana caranya mengekspresikan masalah yang ia punya agar orang-orang di sekitarnya tahu dan berharap ada yang mempedulikannya.

Saya lupa gimana alurnya, lalu teman saya itu menceritakan masalah yang dia punya yang jadi alasan kenapa ia selalu mengajukan pertanyaan semacam itu ke saya. Kemudian saya menyimpulkan sesuatu.

"Kamu kasih pertanyaan itu ke aku dari dulu karena kamu merasa belum menemukan orang yang tepat buat dijadikan tempat curhat dan dimintai saran, kan?"
"Iya"

Dia mengiyakan itu dengan ekspresi yang...ya mungkin sedikit malu juga seperti tertangkap basah karena saya bisa membaca pikirannya.

"Semakin kamu memendam masalahmu, semakin kamu merasa masalahmu yang paling berat."
"Iya, sih.."
"Padahal sebenarnya semua orang punya masalah. Aku juga punya masalah."

Dan setelah itu, setelah saya mengucapkan kalimat itu, saya tersadar kalau sebenarnya sedari tadi saya juga sedang menasehati diri saya sendiri. Saya tersadar kenapa selama ini saya cuma memendam masalah saya dan terus mencari satu orang yang tepat. Cukup satu orang saja yang bisa mendengarkan cerita keluh kesah saya dalam menjalani hidup dan saya juga berharap satu orang itu selalu bisa memberi saya saran untuk mengambil langkah yang benar dan menuntun saya menyelesaikan masalah.

Saya kira itu salah. Selama ini yang saya lakukan itu salah. Jangan sekalipun mencari ataupun berharap ada orang yang akan selalu mendengarkan cerita kita dan selalu bisa dimintai nasehat saat sedang kalap. Tidak akan pernah ada orang yang seperti itu. Mungkin ada, tapi sangat langka. Yang tahu sendiri masalah kita sebetulnya adalah diri kita sendiri. Tapi kadang kita pura-pura tidak sadar dan terus menolak untuk mengaku bahwa sebenarnya kita sendiri tahu akar dari permasalahanya dimana. Kita sebenarnya tahu kenapa hidup jadi seberantakan inni. Kalau boleh diibaratkan seperti saat kita berangkat terlambat ke sekolah. Semuanya rasanya jadi terburu-buru dan tentu saja tidak karuan. Tapi jika dipikir-pikir lagi, alasan kenapa bisa terjadi seperti itu adalah salah satunya pasti karena bangun kesiangan. Andai saja bangun pagi, andai semalam tidak begadang untuk hal yang tidak penting, andai tidak lupa memasang alarm, dan andai-andai yang lain yang sebenarnya bisa kita cegah. Ah, tapi kadang memang susah untuk dikendalikan, ya? Tapi tetap, menurut saya kuncinya adalah sadar dan jangan menolak. Jangan menolak sesuatu yang kita sebenarnya tahu tapi seolah tidak mau tahu.

Iya, memang sulit.
Saya
juga
merasakan
itu.
Tapi
jangan
menyerah.

xx.

Saat-saat yang Akan Selalu TercatatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang