60. Ex-Life

104 14 10
                                    

Mashiho memutuskan untuk berkenalan dengan keluarganya Nako. Setelah itu baru mereka berdua akan membahasnya lagi akan seperti apa kedepannya. Sebab bagaimanapun dia sudah berjanji pada ibunya kalau dia akan menemui Nako dan keluarganya.

Nako, ibunya dan Mashiho. Walau hanya bertiga, suasana dinner itu terasa sangat hangat. Mereka bercengkrama dengan asyik, hingga Mashiho lupa bahwa tujuan ia datang hanya untuk memenuhi janjinya terhadap ibunya. Perlakuan ibunya Nako padanya...sungguh diluar dugaan. Sifat ramah dan hangatnya Mashiho pun, membuat dirinya seperti sudah dianggap oleh anak sendiri.

Mereka segera berpamitan, Nako meminta izin untuk kembali ke apartementnya karna esok dia ada penataran dan kembali bekerja. Mashiho pun meminta izin pulang sekaligus mengantar Nako. Namun saat hendak masuk mobil, kakaknya Nako baru saja pulang

"Dek kapan datengnya? Udah makan?" sapa lelaki yang masih mengenakan jas dokter itu

"Udah makan koh ama mama. Aku dateng dari kemaren"

"Mau pulang? Gak besok pagi aja koko anter?"

"Engga deh ko, ada penataran besok aku harus nyiapin persiapannya dari malem ini. Tadi kata mama koko jarang pulang, gak pindah ke RS deket sini aja koh?"

"Haa. Susah dek. Penelitian koko juga udh di approve, tinggal dijalanin. Eh ini siapa?" tanya lelaki itu sambil menunjuk Mashiho

"Uhm..." Nako kebingungan

"Pacar?"

Nako dan Mashiho hanya tersenyum

"Malam koh, saya Mashiho"

"Lucas..." jawab Lucas sambil berjabat tangan dengannya

"Saya izin balik sekalian nganterin Nako koh"

"Silahkan. Titip adek saya ya. Cuman satu nih susah nyarinya kalo ilang"

"Ish apaan si koh" jawab Nako ketus

Lucas menjawabnya hanya dengan cengiran sambil mengusap-usap rambut Nako

"Siap koh" jawab Mashiho

"Yaudah kokoh masuk duluan ya, hati-hati kalian"

🌌🌌🌌🌌🌌🌌

Sepanjang perjalanan, mereka berdua diam. Padahal waktu tempuh dari rumah orangtua Nako ke kediamannya memakan waktu 2,5 jam. Keramahan keluarga Nako, sifat hangat Nako, semua begitu bergentayangan dalam fikirannya. Mashiho sedang meratapi nasib, mencoba mengingatkan dirinya jangan sampai dia terjatuh di lubang buatannya sendiri. Sesekali dia mencoba curi-curi pandang wanita yang ada disebelahnya itu. Nako hanya menikmati pemandangan alam, sambil menyiapkan sebuah ruang untuk kekecewaan dalam dirinya. Supaya dia tidak jatuh terlalu dalam. Meski semua terasa hangat, namun buatnya ini menyakitkan. Ia begitu menginginkan pria yang ada disampingnya. Meski sudah diperingatkan untuk tidak baper, hhh nampaknya dia sedang gladi bersih atas patah hatinya.

Kini mereka sudah sampai di apartement Nako. Perjalanan 2,5 jam terasa seperti 5 jam karena mereka diem-dieman. Harusnya cukup diantar sampai depan Gedung, namun Mashiho justru memarkirkan mobilnya.

"mau ikut masuk?" tanya Nako

"ya, aku harus nganterin kamu sampe masuk. Kalo ada apa-apa gimana?"

"iyaelah dari sini mah aman kali..."

"gada yang bisa jamin na. Ayok turun" ajak Mashiho.

Mereka pun berjalan menuju tempat Nako. Meski lift tampak sepi, Mashiho dan Nako berdiri di depan pintu lift persis. Setelah memencet angka 21, Nako menegakkan kepalanya keatas sambil memejamkan matanya, inhale..exhale..dia berusaha menenangkan dirinya. Mashiho yang melihat kelakuan perempuan yang ada disampingnya itu hanya tersenyum kecut. Bagaimana bisa dia sedingin itu tidak menyadari bahwa wanitanya itu sangat terbawa perasaan.

Friends Without Baperan ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang