BAGIAN 7

288 18 0
                                    

Rangga terus memacu kudanya dengan kecepatan tinggi menuju luar Kotaraja Pakuan. Begitu cepat Dewa Bayu berlari. Sehingga dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah melewati perbatasan kota yang ditandai sebuah bangunan batu berbentuk candi kecil. Namun baru beberapa tombak Pendekar Rajawali Sakti melewati perbatasan, tiba tiba saja lari kudanya dihentikan. Akibatnya, kuda hitam itu meringkik keras, seraya mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi ke udara.
"Hup!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat turun sebelum terlempar dari punggung kudanya. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, kemudian manis sekali kedua kakinya menjejak tanah. Sementara, Dewa Bayu mendengus-dengus berat sambil menghentakkan satu kaki depannya, mengais tanah yang sedikit berumput ini.
"Kau juga mendengarnya, Dewa Bayu...?" bisik Rangga perlahan.
Dewa Bayu hanya mendengus sedikit dengan kepala terangguk beberapa kali. Kaki kanan yang depan masih dihentakkan ke tanah. Rangga menepuk leher kuda hitam itu hingga menjadi tenang, kemudian melangkah ke depan beberapa tindak. Sedikit kepalanya dimiringkan ke kanan. Telinganya yang begitu tajam dan terlatih, mendengar suara seperti sebuah pertarungan yang cukup jauh dari tempat ini.
"Kau tunggu di sini saja, Dewa Bayu. Akan kulihat, ada apa di sana," kata Rangga.
Setelah berkata demikian, Rangga cepat melesat pergi. Dia berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah begitu sempurna tingkatannya. Sebentar saja Pendekar Rajawali Sakti sudah jauh meninggalkan perbatasan kota. Sementara, Dewa Bayu melenggang mencari tempat nyaman untuk menunggu penunggangnya.
Walaupun malam ini terasa begitu gelap, tapi penglihatan Rangga memang sudah terlatih baik. Pepohonan yang mulai merapat, sama sekali bukan halangan berarti. Pendekar Rajawali Sakti terus saja berlari cepat, hingga sukar diikuti mata biasa.
"Hup!"
Begitu tiba di atas sebuah batu yang cukup besar dan tinggi, Pendekar Rajawali Sakti berhenti berlari. Pandangannya langsung tertuju pada dua orang yang tengah bertarung sengit, tidak jauh dari tempatnya berdiri di atas batu ini. Pertarungan berlangsung di sebuah padang rumput kecil yang cukup terbuka, sehingga Rangga bisa melihat jelas dari atas baru yang cukup tinggi ini.
"Heh...?! Bukankah itu Jabalang...?" desis Rangga begitu mengenali salah seorang yang bertarung.
Tentu saja Rangga bisa cepat mengenali salah seorang dari mereka. Karena, orang yang mengenakan baju merah muda dengan lencana di dada sebelah kiri dikenali Rangga sebagai patih dari Kerajaan Pakuan. Tapi lawan yang dihadapinya sulit dikenali, karena mengenakan baju hitam pekat dengan bagian kepala terselubung kain hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya. Dan dia hanya menggunakan sebatang tongkat dalam menghadapi Patih Jabalang yang menggunakan pedang.
Baru sebentar saja diperhatikan, sudah bisa ditebak kalau Patih Jabalang sudah kewalahan menghadapi lawannya. Namun Rangga tahu, Patih Jabalang masih bisa bertahan sekurangnya lima jurus lagi. Dan Pendekar Rajawali Sakti sempat mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Agak terkejut juga hatinya begitu melihat tidak jauh dari tempat pertarungan itu tergolek tubuh-tubuh berlumur darah berseragam prajurit. Dan tidak jauh dari para prajurit yang bergelimpangan bermandikan darah, terlihat seorang laki-laki berusia lanjut tengah duduk bersandar pada sebatang pohon.
"Eyang Jakot...," desis Rangga juga mengenali orang tua yang mengenakan baju jubah putih itu.
"Hup!"
Tanpa berpikir panjang lagi, Rangga segera melesat turun dari atas batu ini. Pendekar Rajawali Sakti terus berlari menghampiri orang tua berjubah putih yang dikenal bernama Eyang Jakot itu, begitu kakinya menjejak tanah. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga sebentar saja sudah berada dekat di depan orang tua itu.
"Oh, Gusti Prabu Rangga...," desis Eyang Jakot agak terkejut, begitu tiba-tiba di depannya berdiri seorang pemuda tampan berbaju rompi putih.
"Eyang, apa yang terjadi di sini?" tanya Rangga langsung.
Pendekar Rajawali Sakti tidak peduli orang tua itu mengenalinya sebagai raja di Karang Setra. Dan memang, Eyang Jakot hanya mengenal Rangga sebagai raja di Karang Setra. Dan walaupun saat ini hanya mengenakan pakaian seorang kependekarannya, tapi Eyang Jakot tak akan pernah salah melihat.
"Tolong Patih Jabalang. Dia tidak akan mampu menghadapi Datuk Muka Hitam seorang diri...," lemah sekali suara Eyang Jakot, seakan tidak mendengar pertanyaan yang dilontarkan Pendekar Rajawali Sakti. Rangga langsung berpaling ke arah Patih Jabalang yang sedang bertarung. Dan pada saat itu, tampak satu pukulan orang berbaju hitam yang ternyata Datuk Muka Hitam itu menghantam tepat di dada Patih Jabalang.
"Akh...!"
Terdengar jeritan agak tertahan. Dan Patih Jabalang terlihat terpental cukup jauh ke belakang. Sementara, orang berbaju serba hitam itu sudah melesat mengejar lawannya ini.
"Hup! Hiyaaat...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga cepat melompat menghadang orang berbaju serba hitam ini. Dan bagaikan kilat dilepaskannya satu pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali’ disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Ikh...?!" Terjangan Rangga yang begitu cepat dan tiba-tiba membuat Datuk Muka Hitam jadi terperanjat setengah mati. Tapi, tidak mungkin pukulan Pendekar Rajawali Sakti bisa dihindari. Dengan cepat sekali tongkatnya diputar ke depan, menghadang pukulan Pendekar Rajawali Sakti Maka...
Plak!
"Hup!"
Rangga cepat memutar tubuhnya ke belakang dua kali, lalu manis sekali kakinya menjejak tanah. Sementara Datuk Muka Hitam juga terlompat ke belakang, sejauh setengah batang tombak. Dia juga dengan cepat bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, lalu ringan sekali menjejakkan kakinya di tanah. Tongkatnya langsung ditekan ke tanah, tepat di ujung jari kakinya. Dia berdiri tegak dengan pandangan lurus ke depan.
Dari jarak yang tidak begitu jauh ini, Rangga langsung bisa melihat wajah orang itu. Sedikit tubuhnya agak bergidik begitu melihat wajah yang sangat mengerikan dan hampir terselubung kain hitam ini. Wajahnya begitu buruk dan hitam seperti arang. Namun sorotan matanya terlihat sangat tajam memerah, bagai sepasang bola api yang hendak membakar tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat...! Siapa kau? Berani mencampuri urusanku!" bentak orang berbaju serba hitam yang tadi dikatakan Eyang Jakot sebagai Datuk Muka Hitam.
Rangga sama sekali tidak menanggapi orang berwajah buruk yang tadi namanya sempat didengar dari Eyang Jakot. Tapi melihat wajah dan baju yang dikenakannya, Pendekar Rajawali Sakti tidak percaya kalau orang ini adalah Datuk Muka Hitam. Yang diketahuinya orang yang bernama Datuk Muka Hitam tidak seperti ini. Dan memang, Rangga pernah sekali berjumpa orang yang bernama Datuk Muka Hitam, saat menolong nyawa Panglima Widura. Sedangkan orang yang berada di depannya ini adalah laki-laki berwajah buruk dan hitam seperti arang. Tapi, memang ada kemiripan antara yang pernah dijumpainya dengan orang yang kini berada di depannya.
Dan tentu Rangga juga tidak mau gegabah begitu saja. Entah berapa jumlah prajurit yang tergeletak sudah tidak bernyawa lagi. Dan Eyang Jakot sendiri kelihatannya terluka parah. Bahkan barusan orang yang dijuluki Datuk Muka Hitam ini membuat Patih Jabalang terpental, hingga tidak bisa bangkit lagi.
"Siapa kau sebenarnya, Kisanak? Kenapa menggunakan nama Datuk Muka Hitam?" terdengar dingin dan datar nada suara Rangga.
"Kalau kau ingin tahu Datuk Muka Hitam, akulah orangnya.'" bentak orang itu kasar.
"Hm... Aku tahu, siapa Datuk Muka Hitam itu. Dan aku tidak kenal denganmu, Kisanak. Siapa pun kau sebenarnya, tidak pantas memakai julukan Datuk Muka Hitam. Siapa kau sebenarnya? Dan, kenapa memusuhi Kerajaan Pakuan?" tegas Rangga masih dengan nada dingin.
"Phuih! Kau terlalu banyak omong, Monyet! Mampuslah kau! Hiyaaat...!"
Tampaknya, orang yang mengaku berjukik Datuk Muka Hitam ini tidak ingin berpanjang lebar. Sambil berteriak keras menggelegar dia langsung saja melompat menerjang cepat sekali. Dan tongkatnya seketika dikebutkan mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Wut!
"Haiiit..!"
Hanya sedikit saja Rangga menggerakkan kepala, maka kebutan tongkat itu lewat di atas kepala. Dan pada saat tubuhnya sedikit dibungkukkan, dengan kecepatan kilat Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kirinya, memberi sodokan ke arah lambung.
"Haps!"
Namun orang yang mengaku berjuluk Datuk Muka Hitam itu cepat meliuk, hingga sodokan Pendekar Rajawali Sakti tidak sampai mengenai sasaran. Dan saat itu juga tongkatnya dikebutkan ke bawah, membuat Rangga terpaksa harus cepat menarik tangannya kembali, dan melompat ke belakang sejauh tiga langkah.
"Hiyaaa...!"
Bet!
Tanpa membuang waktu lagj, Datuk Muka Hitam yang sebenarnya Rahkapa, sudah melesat menyerang lagi dengan kecepatan sulit diikuti mata biasa. Tongkatnya berkelebatan begitu cepat, mengarah ke bagian-bagian tubuh lawannya yang mematikan. Sementara, Rangga cepat mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', hingga serangan-serangan yang dilancarkan Rahkapa sedikit pun tidak sampai mengenai sasaran.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Bet! Bet!
Beberapa kali tongkat kayu Rahkapa berkelebatan di sekitar tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, tidak satu pun dari serangan itu yang bisa menyentuhnya. Gerakan-gerakan Rangga dari jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' memang sangat sukar di ikuti. Dan ini tentu saja membuat Rahkapa jadi bertambah berang. Maka serangannya semakin ditingkatkan, hingga membuat kebutan tongkatnya menimbulkan deru angin bagai topan.
"Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Rangga melenting tinggi-tinggi ke udara, dan berputaran beberapa kali begitu cepat. Lalu bagaikan kilat, tubuhnya menukik dengan kedua kaki bergerak berputar cepat, mengarah ke kepala Rahkapa.
"Haiiit..!"
Wut!
Namun Rahkapa sudah memutar tongkatnya di atas kepala. Sehingga Rangga terpaksa harus memutar tubuhnya, seraya melepaskan satu pukulan keras menggeledek disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat gerakannya, sehingga membuat Rahkapa jadi terperanjat setengah mati. Memang sungguh tidak disangka kalau lawannya ini bisa merubah gerakan begitu cepat, dari dua jurus yang digabungkan menjadi satu. Sehingga...
Diegkh!
"Akh...!"
Rahkapa tidak dapat lagi menghindari pukulan Pendekar Rajawali Sakti yang tepat menghantam dadanya. Orang yang mengaku berjuluk Datuk Muka Hitam itu kontan terpental jauh ke belakang. Dan dengan keras sekali, tubuhnya terbanting di tanah, hingga membuatnya kembali terpekik agak tertahan. Sementara Rangga sudah berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Saat itu, Rahkapa menggeliat sambil mengerang merasakan sakit yang amat sangat pada dadanya. Seakan-akan, seluruh tulang dadanya terasa remuk terkena pukulan yang begitu keras dari Pendekar Rajawali Sakti tadi.
"Ups!"
Sambil menahan napas, Rahkapa mencoba bangkit berdiri. Walaupun bisa berdiri, namun tubuhnya terlihat agak limbung. Disekanya darah yang mengalir dari sudut bibir dengan punggung tangan. Sementara, Rangga tetap berdiri tegak menanti dengan kedua tangan masih terlipat di depan dada.
"Kubunuh kau, Setan Keparat! Hiyaaat.!" Tanpa menghiraukan rasa sakit di dadanya, Rahkapa sudah melompat lagi sambil memaki dan berteriak keras menggelegar. Dan dengan pengerahan tenaga dalam penuh, tongkatnya diayunkan ke arah kepala pemuda berbaju rompi putih ini.
Wut!
"Hap!"
Namun Rangga sama sekali tidak berusaha berkelit menghindarinya. Dan begitu tongkat kayu itu hampir menghantam kepalanya, cepat kedua tangannya dihentakkan ke atas kepala. Dan...
Tap!
"Heh...?!"
Kedua bola mata Rahkapa jadi terbeliak lebar, begitu melihat tongkatnya mudah sekali dapat ditangkap. Dan belum juga hilang rasa terkejutnya, mendadak saja Rangga sudah menghentakkan tangannya yang menjepit tongkat itu ke atas.
"Hih!"
Begitu kuat sentakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Rahkapa tidak dapat lagi menahan. Dan tubuhnya jadi terpental tinggi ke atas, tanpa dapat mempertahankan tongkatnya lagi. Tubuhnya melayang tinggi ke angkasa dengan tongkat berada di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!"
Saat itu juga, Rangga menghentakkan kedua tangannya yang menjepit tongkat kayu lawannya ini ke atas. Seketika, tongkat itu meluncur secepat kilat. Dan...
Crab!
"Aaa...!"
Jeritan panjang yang begitu melengking seketika terdengar menyayat, saat tongkat kayu itu menghunjam dada hingga tembus ke punggung pemiliknya yang masih melayang di atas. Tampak tubuh Rahkapa melayang turun deras sekali, dan terbanting ke tanah begitu keras, hingga bumi terasa sedikit bergetar. Sementara. Rangga berdiri tegak memandangi tubuh Rahkapa yang menggelepar meregang nyawa dengan tongkat miliknya sendiri terhunjam di dada sampai tembus ke punggung.
"Ke..., keparat kau ... Akh!"
Sambil menyemburkan darah kental dari rnulutnya Rahkapa mengejang kaku, lalu diam tidak bergerak-gerak lagi. Mati. Begitu banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Sementara Rangga masih tetap berdiri tegak tidak bergeming sedikit pun juga. Lalu, bergegas dihampirinya Patih Jabalang yang tergeletak tidak jauh dari Eyang Jakot.
"Dia sudah mati, Gusti Prabu," ujar Eyang Jakot memberi tahu, sebelum Rangga sempat memeriksa.
Rangga tidak jadi memeriksa tubuh Patih Jabalang. Pandangannya langsung tertuju pada Eyang Jakot yang kelihatan semakin lemah dan memucat wajahnya. Orang tua itu tetap duduk bersandar pada batang pohon. Sementara, Rangga sudah berlutut dengan lutut yang sebelah kiri menyentuh tanah. Diamatinya wajah Eyang Jakot yang semakin memucat dan mulai membiru seperti mayat. Rangga tahu, Eyang Jakot mendapatkan luka dari pukulan yang mengandung racun mematikan. Rasanya nyawa orang tua ini tak mungkin bisa di selamatkan lagi. Racun itu sudah menyebar hampir ke seluruh tubuhnya.
"Eyang, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa orang itu mengaku sebagai Datuk Muka Hitam?" tanya Rangga dengan suara pelan.
"Dia..., dia Rahkapa, Gusti Prabu. Murid si Datuk Muka Hitam. Dia ingin mencari dan membunuh Panglima Widura. Ugkh! Dia tangguh sekali. Kau harus hati-hati, Gusti Prabu. Datuk Muka Hitam sendiri tidak ada tandingannya di Pakuan ini. Dia pasti akan mencari pembunuh muridnya. Sebaiknya, Gusti Prabu cepat tinggalkan Pakuan ini. Ugkh...!"
"Eyang..."
Eyang Jakot terbatuk beberapa kali. Darah yang mengalir di sudut bibirnya sudah kelihatan membeku. Sorot mata orang tua itu semakin melemah, tanpa cahaya kehidupan lagi.
"Gusti... Tolong selamatkan Pakuan dari kehancuran. Panglima Widura sudah mulai bergerak untuk mengadakan pemberontakan. Dia... dia kini bersembunyi di dalam hutan, dibantu oleh sss..."
"Eyang..."
Rangga hanya bisa menarik napas saja, ketika Eyang Jakot sudah menghembuskan napasnya yang terakhir. Perlahan Rangga bangkit berdiri. Sebentar dipandanginya Eyang Jakot yang sudah tidak bernyawa lagi, tersandar pada batang pohon. Kemudian Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sedikit napas beratnya dihembuskan, kemudian kakinya terayun melangkah meninggalkan tempat itu.
Rangga terus berjalan perlahan-lahan, kembali ke tempat Dewa Bayu yang ditinggalkannya tadi. Tapi baru saja sampai pada setengah jalan, sudah terlihat Dewa Bayu berjalan menghampirinya. Rangga berhenti menunggu sampai kuda hitam itu dekat di depannya. Diambilnya tali kekang kuda itu lalu melompat naik dengan gerakan ringan sekali. Dan baru saja akan menggebah kudanya, mendadak saja....
"Tidak semudah itu kau bisa lari, Bocah...!"
"Heh...?!"

***

116. Pendekar Rajawali Sakti : Datuk Muka HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang