"Pekerjaan terbaik ialah hobi yang dibayar."
***
Di sebelah timur Kota Bandung, terdapat sebuah gubuk sederhana yang dihuni oleh tiga orang anak. Nama anak tersebut ialah Hilman Hadi, Azka Fauzan Rabbani, dan Yanti Irma Nuraini. Kedua orang tua mereka sudah meninggal karena tertabrak kereta yang sedang melaju kencang. Mereka semua bertahan hidup hanya bergantung kepada hasil bekerjanya Hilman. Hilman hanya menjual hasil gambarannya.
"Kak Hilman, cepat bangun! Nanti terlambat loh," ujar Azka dan Yanti.
"Memangnya sekarang pukul berapa?" tanya Hilman.
"Sudah pukul lima pagi, Kak," jawab Azka.
"Hah? Tidak salah tuh?" tanya Hilman lagi.
"Bener, Kak. Kak Azka tidak bohong kok," jawab Yanti sambil menggerak-gerakan tubuh Hilman yang masih terbaring di atas pulau kapuk.
"Iya-iya," ujar Hilman sambil pergi ke toilet untuk mandi.
Hilman bangun kesiangan, karena semalam dia terus memikirkan perkataan Yanti kalau pada saat ulang tahun dirinya, ia ingin dapat hadiah dari Hilman yaitu es krim Magnum. Tapi Hilman tidak tega kalau membeli satu es krim saja. Jadi, dia ingin membelikan satu kotak es krim Magnum. Tapi dia harus bekerja lebih giat untuk mendapatkan uang lebih.
"Kakak berangkat dulu ya," ucap Hilman.
"Iya, Kak," jawab kedua adiknya sambil mencium tangan Kak Hilman.
"Dah," ujar Hilman sambil melambaikan tangan kanannya.
Hilman terus berdoa, semoga hari ini banyak yang membeli hasil gambarannya. Hilman memang dari kecil hobi menggambar. Cuma dia tidak tahu harus ke manakan hasil gambaran tersebut. Tetapi pada suatu hari dia dinasihati oleh temannya, kalau gambarannya lebih baik dijual saja, dan menasehati bahwa pekerjaan terbaik ialah hobi yang dibayar.
"Alhamdulilah sudah sampai," ucap Hilman sambil menyiapkan dagangannya.
Saat Hilman menyiapkan dagangannya, tiba-tiba datang seorang kakek-kakek yang sangat tertarik dengan gambaran Hilman.
"Permisi, Dek," sapa kakek tersebut.
"Iya, Kek. Ada yang saya bisa bantu?" tanya Hilman.
"Begini, Dek. Cucu kakek sering lewat sini dan dia sangat suka dengan gambaran Adek. Namun, dia tidak punya uang, yang sehingga dia meminta ke kakek untuk dibelikan gambaran Adek. Kalau boleh tahu, gambaran itu harganya berapa?" tanya kakek sambil menunjuk ke salah satu gambar yang tergeletak di pinggir jalan.
"Oh, yang itu cuma lima ribu harganya, Kek," jawab Hilman.
"Oh, segitu ya. Uang kakek kurang," ucap kakek.
"Ya sudah, nih gambarannya untuk cucu kakek. Gratis kok," ujar Hilman.
"Wah, terima kasih, Dek," ucap kakek tersebut dan langsung pergi.
"Sama-sama, Kek," ujar Hilman sambil membereskan dagangannya.
Saat membereskan dagangannya, tiba-tiba datang seorang bapak-bapak, dan langsung memberikan sesuatu.
"Adek, terima kasih sudah membantu kakek-kakek tadi," ujar bapak tersebut sambil menyerahkan sejumlah uang ke tangan Hilman.
Sontak saja Hilman kaget dengan kehadiran bapak-bapak tersebut.
"Eh, Pak. Ini ada acara apa ya?" tanya Hilman yang masih kaget dengan kedatangan bapak-bapak tersebut.
"Ini ada bantuan sosial kepada orang-orang yang memiliki hati baik," jawab bapak tersebut.
"Oh, gitu ya. Terima kasih, Pak," ujar Hilman.
"Iya, sama-sama," jawab bapak tersebut dan lalu pergi.
Hilman langsung berpikir untuk membeli sekotak es krim Magnum secepatnya. Karena jika dia tidak buru-buru membelinya, maka es krim tersebut sudah habis terjual.
Aku harus segera pergi ke grosir terdekat dari sini, batin Hilman sambil buru-buru membereskan barang dagangannya.
5 menit kemudian.
Itu ada grosir, batin Hilman sambil tersenyum. Kemudian Hilman pun langsung pergi ke grosir tersebut.
"Bu, ada es krim Magnum? Tapi yang sekotak," tanya Hilman.
"Oh, ada. Tunggu sebentar ya," jawab ibu tersebut.
Sambil menunggu ibu tersebut, Hilman memikirkan perasaan Yanti saat menerima satu box es krim Magnum.
"Nih, Dek," ujar ibu tersebut sambil menyerahkan satu box es krim Magnum.
"Berapa, Bu?" tanya Hilman.
"Lima puluh ribu, Dek," jawab ibu tersebut.
"Nih, Bu," ujar Hilman sambil menyerahkan uangnya.
"Uangnya pas ya, Dek," ujar ibu tersebut.
"Iya, Bu. Terima kasih," ujar Hilman dan langsung pergi sambil membawa satu box es krim Magnum tersebut.
"Iya, Dek, sama-sama," jawab ibu tersebut.
Hilman pun langsung pergi ke rumahnya dan langsung pergi ke meja makan.
"Yanti, cepat kesini!" ujar Hilman.
"Eh, tumben Kak Hilman pulangnya cepat," ujar Yanti.
"Nih, hadiah dari Kakak," ujar Hilman sambil menyerahkan kotak es krim tersebut.
"Wah es krim Magnum," ucap Yanti dengan penuh kebahagiaan.
"Terima kasih, Kak," ucap Yanti.
"Iya, Sama-sama,"jawab Hilman.
Setelah kejadian tersebut, Hilman sangat bersemangat untuk menjual dagangannya. Dia terus ingin membahagiakan kedua adiknya. Karena dia terus berpikir kalau sebuah usaha tidak akan mengkhianati sebuah hasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Skenario
Short StoryAku tak tahu siapa dirimu. Namun, maafkan diriku ini yang sudah menulis kisahmu, tanpa seizin dari dirimu. Ini hanyalah sebuah kisah kecil, yang kutulis bersama teman-temanku. Kisah ini kupersembahkan untukmu.