Part 15

703 50 6
                                    

Selesai malntunkan sambung ayat bersama sang suami selepas ashar tadi, Nesa bergegas menuju dapur guna mempersiapkan makanan berbuka. Rutinitas mereka yang biasanya hanya bisa di lakukan malam hari, kini bisa mereka lakukan setiap saat. Ya ada sisi positifnya juga dengan adanya himbauan di rumah saja di samping sisi negatif yang di alami di Indonesia kita ini.

Sedangkan Bian sendiri fokus pada kedua anaknya. Bian tertawa lucu melihat sang anak perempuannya yang senang sekali mengikuti gerakan salat mereka. Bian sangat bersyukur meski dulu pernah lalai namun Allah begitu memnyanyanginya segingga diberikan anugrah istri dan anak yang saleh salehah.

"Kakak sini, sayang, sudah selesai belum salatnya? Yuk belajar mengaji?"

Sang anak yang sudah terbiasa mendengar kata "ngaji" paham dan langsung menghambur ke pelukan sang ayah. Lain Ayra lain Danish bayi gembul yang saat orang membuatnya membuat ingin menggigitnya, ini dirinya sedang asyik dengan mainan tasbih milik sang Ayah. Masya Allah semoga bisa jadi ahli dzilir ya, Nak. Batin Bian mendoakan.

"Abi mulai ya?"

Bian memulai bacaannya yang sama dengan yang ia praktekkan tadi dengan sang istri. Ini Bian pelajari sang mertua yang menggunakan metode ini untuk mengajari Nesa dan Alif. Yaitu dirinya akan membaca ulang apa yang anaknya tadi dengar dan sedikit membaca beberapa ayat dengan salah, biasanya jika Ayra fokus mendenagrkannya maka ia akan membenarkan apa yang tadi ia salah baca. Namun jika Ayra diam makan Bian tahu bila sang anak tidak mendengarkan. Maka Bian atau Nesa akan mengulang kembali sampai sang anak benar-benar mendengarkan dan hafal.

"Masya Allah, anak Abi dan Umi sangat luar biasa. Nanti gede jadi apa, sayang."

"Umiiiii." Jawaban Nesa membuat Bian tersenyum dan sampai menciumi pipi Nesa dengan gemasnya. Membuat sang anak tertawa cekikikan, sehingga Danish yang tadinya anteng dengan tasbihnya menoleh dan merangkak menuju sang abi dan kakaknya.

"Eitss ada yang nyusul rupanya" ucap Bian saat merasakan Danish mencoba menggapai tangannya. Dengan gesit Bian langsung mendudukkan kedua anaknya di atas pangkuannya.

"Kalian adalah tiket abi dan umi menuju surga, jadi anak yang saleh dan salehah ya sayang, jadi kebanggaan Abi dan Umi, agama dan negara." Harap Bian pada kedua anaknya, "Ayra jangan cepet gede ya, nak. Abi belum rela kamu nanti ketemu lelaki yang bisa gantikan Abi jagain kamu. Danish juga nanti kalau sudah gede harus jadi pelindung kakak dan Umi ya, sayang." Lanjutnya, tanpa menyadari Nesa yang sedang tersenyum di balik pintu mushola kecil mereka.

"Kalian mau tambah adek berapa?" pertanyaan Bian membuat Nesa yang masih mencuri dengar terbelalak. Ini kenapa sang suami menanyakan hal seperti ini pada kedua anak mereka yang masih balita? Pikir Nesa

"Bi, masa mereka paham yang kamu omongin?" terdengar pertayaan Nesa yang akhirnya memutuskan bergabung dengan mereka."

"Lho, Mi, balik lagi?"

"Mau ngasih tahu buat ajak anak-anak mandi, Abi, Umi dah siapin air hangat buat kalian semua."

"Iya, Umi, Abi mandikan anak-anak dulu ya."

"Oh Iya Bi, tadi Om Radit telpon" satu lagi, setelah Nesa hengkang dari perusahaan, Tania pun ikun hengkang dan sekarang yang menjadi sekertaris Bian adalah Radit. Radit adalah salah satu saudara jauh dari Tania yang baru saja lulus kuliah. Karena kemampuannya menguasai beberapa bahasa dan memang sedikit paham bidang kerja Bian maka dirinyalah yang terpilih. Radit sendiri usia lebih muda di banding Nesa dan Bian namun karena posisinya ada anak-anak makanya mereka menambahi panggilan Om pada nama Radit, melatih panggilan untuk Ayra dan Danish.

"Tumben, apa ada masalah?"

"Bukan masalah, tapi mau menayakan tentang rencana pembagian sembako itu, Bi."

"Ya sudah nanti kalau anak-anak selesai mandi, Abi telpon lagi Om Raditnya, Mi."

"Ya udah,Umi balik masak lagi inget pesen Umi kalau lagi mandiin anak-anak, Bi."

"Iya, Umi."

TBC

Assalamu'alaikum, udah jam setengah 4 Ni, udah salat ashar belum? Jangan lupa habis salat dengerin Tilawahnya yaa, biar adem, sambil nunggu beduk hehe. Oh ya menurut kalian cerita ini lebay nggak sih? Atau terlalu mengada-ada? Masa iya sih ada keluarga yang kok kelihatannya sempurna banget dalam agama dan ekonomi? Padahal banyak lho yang seperti Nesa dan Bian, anak usia kecil yang pintar baca Alquran pun juga ada, karena sebelum bikin cerita aku biasanya riset dulu, apakah di dunia nyata ada? Dan alhamdulillah memang ada, itulah kuasa Allah, kala kita benar yakin dan percaya sama Allah maka akan ada kedamaian dan ketenagan dalam hati sehingga yang ada hanya rasa syukur dan iklas. Kalau sudah syukur iklas ya pastinya bahagiaa dong.

My Goal's FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang