Chapter 4

10 2 0
                                    

"Aku yakin jika tuhan berkehendak, pasti kita akan berjodoh"- Aleta

"aleta ini Raga mau pulang nih" teriak Carlita, segera Aleta turun dari kamarnya. Ia berlari kecil menuju Sumber suara.
"Cepet banget sih" ujar Aleta
"Lah kamu doi main malah di dalem terus" celetuk Carlita sok gahool
"Yeee, mamah tuh gak tau. Kalo dideket Raga Aleta tuh deg degan mulu"
"Ya namanya juga jatuh cinta"
"Makanya Aleta pergi biar gak deg degan"
Raga melihat 2 orang dihadapannya dengan pandangan sulit diartikan. George hanya menahan senyum sedangkan kedua kakaknya, sudah malas mendengar drama mereka.
"Yaudah tante, om, bang, ta. Aku pulang dulu" semuanya mengangguk, ia pun berjalan menuju parkiran. Namun ditengah jalan lengannya ditarik oleh Aleta hingga ia membalikkan badannya.
"Besok jemput Aleta ya" pinta Aleta
"Lah lo kan biasa sama kak Kenzio"
"Enggak mau, Aleta pengen berangkat sama Raga"
"Gak bisa ta, gue ketua OSIS harus berangkat pagi"
"Aleta bakal bangun pagi kok"
"Gk bisa, lagian gue siapanya elo sih, kenapa gue disuruh jemput lo"
"Calon pacar Aleta"
"Gue bukan calon Pacar ataupun pacar lo"
"Iya deh terserah, yang penting jemput Aleta besok"
"Klo gue gak mau?"
"Aleta bilangin papah" "PAH--" mulutnya langsung ditutup dengan tangan kekar Raga, membuat Aleta tersenyum
"Oke besok gue jemput lo"
"makasih Raga"
"....."
"Hati hati dijalan"
"...."
"Jangan nyasar"
"......gue pulang" Raga pergi dari rumahnya, meninggalkan Aleta yang sedang gila senyam-senyum sendiri.
~
"Aleta bangun sayang, dibawah udah ada Raga" Carlita menggoncangkan tubuh Gadis cantik yang masih setia dengan ranjang di ruang keluarga. Namun saat mendengar nama Raga, matanya langsung membuka lebar.
"Raga udah dateng?" Tanya Aleta sembari mendudukkan dirinya, Carlita mengangguk
"Aleta mandi dulu, mamah tolong buatin roti di box makan ya, Aleta makan dimobil aja biar gk telat" Carlita kembali mengangguk, Aleta pun pergi ke kamar dan masuk kekamar mandi.
Cinta itu dapat merubah segalanya- batin Carlita
Carlita turun menuju dapur, dan membuatkan pesanan anaknya.
~
Kini Aleta berada di sebelah Raga, didalam mobil tentunya. Aleta melahap roti yang ia bawa tanpa menawarkan sedikit pun kepada Raga. Padahal cowok itu sengaja tidak sarapan karena tau jarak mansionnya ke mansion Aleta cukup jauh, namun orang disebelahnya itu malah tidak peka.
"Lo gak nawarin gue?" Tanya Raga saat roti milik Aleta tinggal 1 lembar.
"Oh Raga mau? Nih" Aleta menyodorkan kotak makannya
"Lo tau kan gue lagi nyetir?"
"Terus gimana dong? Mau Aleta suapin?" Raga berdehem pelan, Aleta pun tersenyum dan memotong roti tersebut lalu mendekatkan ke mulut Raga. Raga pun tak menolak karena ia lapar, ia mengunyah roti tersebut.
~
Sampainya di sekolah, banyak yang menatap Aleta dan Raga yang keluar dari mobil yang sama. Namun mereka berdua bersikap Acuh, dan melangkahkan kakinya menuju kelas.
"Nanti pulang Aleta Ikut ya...." Rengek Aleta
"Mansion Lo jauh"
"Iya sih jauh, yaudah deh nanti Aleta naik bus aja"
"Kenapa gak sama kakak lo?"
"Kak Kenzi gak mau nungguin Aleta"
"Lah dia kan abang lo"
"Ya... Mana tau, orang dianya gak mau" jawab Aleta sekenanya, mana mungkin ia bilang kalau ia ditinggal Kenzio karena Strategi.
"Yaudah naik bus" Raga melenggang pergi keruang OSIS , meninggalkan Aleta yang sedang cemberut.
"Kalo Aleta gak suka, udah abis itu orang" ucap Aleta meniru bahasa Jesicca, lalu ia pun berjalan menuju kelasnya. Ia melihat Rara sedang tidur bertumpu tangan di meja. Aleta duduk disebelahnya tanpa menyapa Rara seperti biasanya, membuat Rara menyerengit. Ia tidak tidur sebenarnya, ia hanya merebahkan kepala. Namun merasa ada pergerakan di sebelahnya tapi tidak ada suara membuat bingung.
Tumben nih bocah diem diem Bae batin Rara lalu menegakkan badannya
"Napa lo?" Tanya Rara, Aleta menggeleng
"Lah napa diem? Biasanya udah kaya toa masjid" Aleta memanyunkan bibirnya kesal
"Aleta diem salah Aleta ngomong salah"
"Ya kagak kaya biasanya"
"Enggak ada apa apa kok, cuma tadi Aleta liat Rara lagi tidur jadi diem"
"Yaelah, kaya gak biasanya aja si lo" Aleta hanya tersenyum menanggapi ucapan Rara.
"Oh iya gimana bokap lo udah kasih ruangan lagi?" Tanya Rara mengingat lusa yang seperti Aleta bilang papahnya akan memberi ruangan untuknya
"Gak jadi, gantinya di ruang keluarga. Barang barang baru di taruh disana, kata papah biar rasa kamar" jelas Aleta
"Wah gue harus sering sering main dong kesana, gue mau bareng kak Kafka"
"Boleh, jadi mansion makin rame"
"Hari ini gimana? Pulang sekolah gue balik dulu baru kemansion lo" Aleta mengangguk menyetujui nya.
"Hari ini Lo pulang sama siapa?" Tanya Rara
"Enggak tau"
"Lah Raga?"
"Nyuruhnya naik bus"
"Yaudah lo ngikut gue ke masion gue dulu gimana?"
"Enggak deh, Aleta mau usaha lagi"
"Iya udah"
Tak lama guru Biologi masuk, dan mulai mengajar. kenapa Aleta tidak mengikuti pelajaran tambahan untuk kompetisi yang akan dilaksanakan Minggu depan alasannya karena Aleta menolak ada pelajaran tambahan yang diberikan kepala sekolah untuknya. Karena baginya membuang waktu pelajaran yang lain, dan Aleta malas mengulang.
Dulu waktu pertama kali mengikuti olimpiade matematika, dia dipaksa oleh kepala sekolah untuk mengikuti pelajaran tambahan tersebut. Namun yang terjadi malah nilai pelajaran yang Aleta tinggalkan ambruk, yang tadinya sempurna malah hanya mendapat 95 paling parah 80 karena olimpiade saat itu berdekatan dengan Ujian semester. Dan itu menjadi trauma bagi Aleta dan juga sekolahan. Memang sistem belajar Aleta berbeda dengan yang lain, Aleta memang hanya perlu membaca atau mendengar dari guru yang mengajar sekali dan ia bisa mengingatnya dalam jangka waktu panjang. Namun ia perlu membaca contoh dari guru yang mengajarnya. Makanya sangat berpengaruh jika ia tidak hadir dalam kelas.
~
Kini jam pelajaran Aleta berganti olahraga, pelajaran yang dibenci olehnya dan dilarang oleh keluarganya. Namun Aleta tetap mengikuti walaupun nanti dia akan seperti orang linglung disana tanpa melakukan apa apa.
"Hari ini lo gak usah macem macem" tegur Rara mengingat jadwal olahraga mereka sama dengan jadwal kelas sebelah, kelas Raga. Ia tau pasti Aleta akan nekat ikut olahraga demi terlihat oleh Raga. Dulu ia santai saja karena Aleta belum mengenal Raga, jadi nurut, entah untuk hari ini dan seterusnya.
"Iya iya Ra" Jawab Aleta sembari memakai seragam Olahraganya.
Mereka pun pergi kelapangan, disana sudah ada kelas Raga yang sedang pemanasan.
"Jesicca mana?" Tanya Rara heran karena tidak melihat Jesicca di barisan kelas mereka.
"Tuh" jawab Aleta sembari menunjuk dua orang berbeda jenis tengah mengobrol di pinggir lapangan.
"Tuh manusia gak ada kapok kapoknya baperin cowok" gerutu Rara, Aleta tertawa kecil.
"Ayo semua berkumpul" ujar Guru olahraga bersama guru olahraga kelas Raga, Rara menyerengit.
"Hari ini olahraga kelas 1 dan 2 akan digabungkan dengan materi sama bola besar, Basket" kebingungan Rara terjawab sudah, ia sudah merasa aneh tidak biasanya mereka berdua bersama. Aleta mendengar itu tersenyum senang, ia jingkrak jingkrak di tempatnya.
"Gila lo" celetuk Rara, membuat Aleta menoleh lalu tertawa.
"Gila karena Raga" jawab Aleta semangat
Kelas Aleta pun pemanasan sebelum bergabung dengan kelas Raga, guru olahraga Aleta sudah menyuruhnya untuk duduk dipinggir lapangan tapi ditolak Aleta dengan alasan nanti nilainya jelek karena sering tidak ikut olahraga.
"Buat dua tim putra dan dua tim putri" perintah guru olahraga Raga, diangguki oleh semua murid.
"Aleta ikut! Aleta ikut!" Teriak Aleta saat melihat teman sekelasnya berkumpul untuk berdiskusi
"Jangan gila lo!" Teriak Rara sambil menarik tangan Aleta
"Rara Aleta mau coba"
"Jangan Aleta!"
"Pokoknya Aleta ikut"
"Jangan cuma gara gara tuh cowok, penyakit yang udah jarang kambuh jadi kambuh lagi Aleta"
"Gak bakal, Aleta udah sembuh. Temen temen Aleta ikut" Aleta berlari kecil meninggalkan Rara yang sedang frustasi. Rara pun memutuskan untuk menghampiri Jesicca, yang sedang berkumpul dengan teman kelasnya.
"Ka, Aleta gila" ujar Rara sambil duduk disebelah Jesicca
"Napa emang?" Tanya Jesicca yang sudah memutuskan pembicaraannya dengan teman kelasnya
"Tuh nekat ikut tim" jawab Rara menunjuk Aleta yang sedang bersama timnya.
"Gila si sahabat lo!" Teriak Jesicca yang langsung berdiri tegak, membuat semua pandangan teman sekelasnya jatuh kepadanya termasuk Raga, karena terganggu dengan teriakannya.
"Dia juga sahabat Lo bego" umpat Rara
"Kita harus cegah Aleta"
Jesicca pun menghampiri Aleta, dan langsung menarik Aleta menjauh dari timnya.
"Apa apaan sih lo!" Bentak Jesicca, membuat Aleta kaget
"Aleta cuma mau ikut tanding Jesicca"
"Lo Waras kan?"
"Waras kok"
"Heh penyakit lo yang udah lama gak Kambuh bisa Kambuh lagi bego" ucap jesicca sambil menunjuk kepala aleta dan menekankan kata "bego". Kejadian itu tidak luput dari perhatian Raga, walaupun yang lain sudah kembali ke aktifitasnya, tidak dengan Raga yang malah menonton kejadian itu.
"Aleta udah sembuh!"
"Yakin lo udah sembuh?"
"Aleta yakin!"
"Yaudah terserah lo ta"
Aleta tersenyum lalu kembali ke timnya, susah memang berbicara dengan kepala batu seperti Aleta pikir mereka berdua.
"Mending kita ke bang kenzi" saran Rara diangguki Jesicca, mereka berdua pergi ke kelas Kenzio, 3-2.
"Permisi pak, saya ada urusan dengan kak Kenzio sebentar" ucap Jesicca sopan
"Silakan"
"Terima kasih pak"
Jesicca langsung menuju ke tempat Kenzio dan berbisik
"Mana inhaler Aleta?" Mendengar itu mata kenzio melebar
"Aleta Kambuh?" Tanya Kenzio keras membuat semuanya menoleh
"Belum saat ini, jadi mana inhaler Aleta" Jesicca dan Rara tau bahwa sejak 1 tahun yang lalu Aleta sudah tidak membawa benda itu, makanya ia memilih pergi ke Kenzio daripada mengobrak abrik tas Aleta.
"Maksud lo?"
"Aleta nekat ngikut tim buat tanding basket"
"Hah?! Dia waras kan?!" Membuat semuanya menoleh kembali kepadanya
"Sebaiknya kalian berbicara diluar"
"Baik pak" jawab Jesicca
Jesicca dan Kenzio keluar kelas, menghampiri Rara yang sedang duduk di kursi depan kelas Kenzio
"Dia maksa buat ikut, gue udah coba ngomongin kedia, tapi dia kekeuh bilang kalo dia udah sembuh" jelas Rara, membuat Kenzio menghela nafas panjang
"Anak siapa sih heran gue" celetuk Kenzio
"Ya anak bonyok lo lah" jawab Jesicca sebal
"Jadi mana?" Sambung nya
"Ada di mobil gue, di laci dashboard"
"Kuncinya mana?"
"Nih" Kenzio memberikan kunci mobilnya kepada Jesicca.
"Oke thanks" mereka berdua pun langsung berlalu pergi meninggalkan Kenzio.
~
Setelah mengambil inhaler Aleta, mereka kembali ke lapangan. Mereka pikir nanti saja mengembalikan kunci mobilnya, Karena masih jam pelajaran.
Sampai disana mereka berdua melihat Aleta sedang jingkrak jingkrak yang sedang menonton Raga. Mereka hanya menggeleng geleng, dan menghampirinya.
"Gak jelas lo" ujar Rara kepada Aleta tapi tidak di gubris olehnya.
"Begitulah jatuh cinta" umpat Jesicca
Setelah beberapa menit pertandingan, kini giliran tim Aleta bertanding dengan tim kelas Raga. Memang mereka Akui Aleta sangat jago olahraga, namun karena kondisi Aleta membuat mereka enggan mengakui itu. Beberapa menit Aleta bermain dan dia beberapa kali memasukkan bola ke ring. Semua memberi sorakan untuk Aleta karena berhasil memasukkan bola, berbeda dengan Rara yang memperhatikan Aleta lekat, dan tak lama sudah ada gelagat karena lari Aleta kian memelan. Dilain tempat, Raga juga memperhatikan perubahan Aleta.
Kenapa dia?batin Raga, baru saja Raga selesai membatin tiba tiba
Brukk.....
Aleta terjatuh sembari memukul dadanya yang semakin nyeri, pernafasannya mulai tersengal sengal. Raga yang melihat itu langsung berlari dan membawa Aleta kepinggir lapangan, semua anak anak langsung kaget dan berkumpul melihat Aleta, namun Raga segera mengusir mereka. Jesicca dan Rara langsung menghampiri Aleta
"Duduk yang tegak" Ucap Rara sambil membantu Aleta duduk dengan tegak. Jesicca langsung memberikan inhaler Aleta setelah melihat Aleta duduk cukup tegak. Aleta menggunakan inhaler tersebut, ia menekan beberapa kali seperti dosis yang dulu diberikan dokternya. Dan pernafasannya pun mulai stabil.
"Gue bilang apa sih?! Ngeyel lo ya, sok sokan bilang udah sembuh udah sembuh nyatanya apa hah?!" Omel Rara geram, Aleta terkejut dan menatap Rara takut.
"Apa lo liat liat?! Malu kan Lo sekarang, udah dibilangin malah ngeyel" sambung Rara, mendengar itu mata Aleta berkaca kaca. Seperti akan menangis
"Gue paham ta, Lo mau keliatan yang terbaik di mata dia. Tapi lo harus inget kondisi lo, gue gak mau terjadi apa apa sama lo. Gue gak mungkin ngelarang lo tanpa alesan" ucap Rara melembut walaupun tangannya tidak, jari telunjuk tangannya setia menunjuk wajah Raga. Tetapi yang ditunjuk malah memutar bola matanya malas, kenapa dia dibawa bawa pikirnya
"Ma...maafin Aleta" Aleta berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan mereka bertiga. Jesicca dan Rara langsung mengejarnya, namun pertanyaan dari Raga membuat Rara berhenti.
"Dia kenapa?"
"Dia punya penyakit asma dari umur 4 tahun, sejak tahun kemarin dia udah agak sembuh karena selalu dengerin apa kata dokternya. Tapi gara gara kenal lo! Dia jadi kambuh lagi, dia usaha buat keliatan yang terbaik di mata lo!" Jelas Rara lalu pergi menyusul Aleta dan Jesicca. Raga melongo
Kok gara gara gue, yang suka kan dia. Gue juga kagak nyuruh dia buat keliatan terbaik di depan gue batin Raga Frustasi, ia mengacak-acak rambutnya sendiri lalu berlalu pergi.
Dilain tempat, Aleta tengah menangis dibawah pohon di taman sekolahnya. Ia menyesal tidak mendengarkan sahabat sahabatnya, dan ia juga malu kepada Raga yanh mengetahui niatnya mengikuti tim.
"Telat lo nyeselnya" celetuk Jesicca
"Ma...hiks maafin Aleta hiks hiks" sahut Aleta terisak
"Udah terjadi mau apa?"
"Jesicca sama Rara mau kan maafin aleta" keduanya saling pandang dan mengangguk
"Tapi jangan ulangin lagi, kasian tubuh lo ta" tegur Rara lembut, diangguki oleh Aleta
"Aleta janji, gak bakal ulangin lagi"
"Gue gak butuh janji, yang gue butuhin cuma pembuktian" ucap Jesicca, membuat Rara mengangguk membenarkan ucapannya.
~
Pulang sekolah, seperti biasanya Aleta ditinggal oleh kedua sahabatnya dan kakaknya. Ia kini berada di halte bus menunggu bus berikutnya. Ia sudah malu jika bertemu dengan Raga, dan juga ia takut jika ditolak lagi.
Tak lama bus pun datang, Aleta berjalan memasuki bus, namun
Tin... tin...tin..
Semua orang menoleh ke mobil hitam di belakang bus, terutama Aleta. Tak lama menyadari mata Aleta melebar, Raga datang. Aleta kembali turun dan menghampiri mobil Raga.
"Mau jemput siapa?" Tanya Aleta basa basi
"Masuk" tanpa menjawab Aleta Raga menyuruhnya masuk. Aleta pun masuk kedalam mobil, dan memasang seat belt sebelum mobil itu akhirnya mulai bergerak.
"Dari Halte kerumah lo itu jauh" ujar Raga memecahkan keheningan diantara keduanya.
"2,4 kilo" jawab Aleta singkat tanpa melihat kearah Raga, ia masih malu kepadanya.
"Terus kenapa gak ngikut kakak lo aja? Dari pada naik bus"
"Aleta tau Raga pasti dateng"
"Gue gak bisa selamanya dateng ta, gue bukan siapa siapa lo"
"Yaudah Ayo kita pacaran" jawab Aleta enteng
"Lo enteng banget ya ngajak orang pacaran"
"Berat kok, itu berhari hari ngerangkainya"
"Terserah lo"
"Mau gak?"
"Mau apaan?" Aleta memutar bola matanya
"Pacaran sama Aleta"
"Oh ayo" Aleta membelalakkan matanya, terkejut dengan jawaban Raga.
"Ma..mak..sudnya?" Tanya Aleta terbata
"Lo ngajak pacaran gue kan? Yaudah ayo"
"Jangan ngeprank ish"
"Gue gak becanda Aleta"
"Ah boong, lagian mana ada pacaran tapi gk ada kata cinta"
"Cinta itu bukan lewat omongan, tapi lewat ketulusan hati" Aleta kembali tercengang. Sebenarnya Raga mulai menyukai Aleta sejak dia bilang bahwa sepupunya adalah anaknya kepada Aleta. Dan kemarin malam sepulang dari rumah Aleta, Dia memikirkan betul betul perasaannya hingga tidak bisa tidur semalaman. Perasaan tidak rela saat Aleta mengobrol dengan Julian sahabatnya, dan rasa khawatir kepada Aleta tentang penyakitnya. Memang terdengar singkat, ia bahkan tidak pernah memperjuangkan Aleta, dan Aleta juga belum terlalu jauh memperjuangkannya. Tapi bukankah mencintai seseorang itu hanya butuh satu detik? Dan Raga tidak ingin menyesal nantinya
"Aleta gak mau" duarr... Ucapan Aleta membuat Raga ingin keluar dari mobil dan melarikan diri.
"Kenapa? Ini kan yang lo mau?" Tanya Raga serius
"Walaupun pembuktian cinta bukan dari mulut, tapi Aleta butuh kepastian. Aleta gak mau kalo didalam hubungan cowok Aleta gak punya perasaan apa apa sama Aleta. Apalagi hubungan tersebut ada karena belas kasihan" jelas Aleta, Raga tercengang, bingung mau menjawab apa. Tidak mungkin ia bilang perasaannya kepada Aleta, ia belum ada persiapan.
"Terus gimana?" Tanya Raga bingung
"Raga suka sama Aleta?" Raga mengangguk, membuat mata Aleta melebar
"Sejak kapan?"
"Sejak gue ngibulin lo"
"Raga cinta gak sama Aleta?"
"Cinta"
"Sayang gak?" Raga mengangguk
"Yaudah kita pacaran" putus Aleta
Weh anjir, dari tadi gue diperes jawaban ternyata, Napa gue baru nyadar anjir batin Raga
"Ngomong apa kek" Raga menepikan mobilnya dan berhenti.
"Ngomong apa?" Tanya Raga
"Ih yaudah Aleta yang bilang. Aleta cinta sama Raga"
"Ya gue juga"
"Raga gak cinta sama Aleta ya?"
"Kan gue udah jawab"
"Lah tadi Raga bilangnya "gue juga" berarti Raga cinta sama Raga sendiri dong" Raga menepuk jidatnya sabar
"Maksudnya Gue juga cinta sama lo, Aleta Daniar Alexander" jelas Raga membuat wajah Aleta merah padam, ia baper dengan ucapan Raga, padahal ucapan Raga tidak jauh beda dengan yang ia ucapkan.
"Cie blushing" celetuk Raga sambil mengacak-acak rambut Aleta.
"Ih enggak ya" Aleta langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya, namun hal mengagetkan terjadi. Raga mencium kedua punggung tangan Aleta yang masih digunakan untuk menutupi wajahnya
"Ih Raga!" Raga tertawa lepas, Membuat Aleta tertegun. Ia baru pertama kali melihat Raga tertawa lepas.
~
Gimana gimana? Mau lanjut gak nih?
Comment dibawah
Dan jan lupa tinggalkan jejak kalean dengan vote

Next Chapter 5

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

°•ALETA•°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang