Written by Rockiester
Kedatangan sosok perempuan bertanduk itu membawa hawa dingin yang lebih membekukan di musim dingin ini. Membuat seluruh orang-orang yang tengah mengadakan perjamuan di istana raja atas kelahiran sang putri, seketika gempar.
Raja Stefan telah berulangkali memohon pada penguasa Moors itu untuk mengembalikan bayinya. Bahkan rela merendahkan harga dirinya sendiri dengan bersujud di hadapan Maleficent.
Maleficent menaruh telunjuknya pada bibir. Mengisyaratkan Raja Stefan supaya membungkam mulut. "Kau tak perlu khawatir, Stefan. Sebelum kukembalikan, aku akan mendoakannya dulu. Bukankah aku sangat baik?"
Maleficent menghadapkan bayi yang sedang menangis itu ke wajah para tamu istana.
"Bayi jelek ini akan tidur panjang setelah menyentuh kelopak mawar terakhir musim dingin di usia tujuh belas tahun. Tak ada satu pun kekuatan di dunia ini, yang mampu mematahkan kutukanku, kecuali ciuman dari sang cinta sejati!"
Gema tawanya masih memantul di segala dinding ruangan, meskipun Maleficent telah hilang dengan tiba-tiba. Alih-alih membawanya pergi, perempuan menyeramkan itu ternyata meninggalkan sang bayi di ranjangnya.
Dengan sigap, Raja Stefan mengerahkan seluruh pasukannya untuk menggempur pertahanan Moors, malam harinya. Di sisi lain, ia juga berusaha menyingkirkan semua bunga mawar dari tiap penjuru negerinya.
"Jaga Aurora baik-baik. Jangan kalian dekatkan pada satu pun kelopak mawar di musim dingin sampai ia tujuh belas tahun," titah Raja Stefan pada ketiga peri bunga yang telah dipercayainya. Ia menyerahkan keranjang bayi di mana Aurora—putrinya—telah terlelap untuk kemudian peri-peri itu bawa pergi. Jauh dari kerajaan.
Tahun bergulir begitu cepat seiring pertumbuhan Aurora menjadi gadis berparas jelita. Dalam asuhan peri-peri yang setiap harinya tak pernah luput dari hal konyol, membuat Aurora berkembang sebagai sosok periang. Seolah hampir tak pernah mukanya menampakkan masam dan berang.
Satu yang disayangkan, Aurora tak pernah mengetahui seperti apa sosok ayah dan ibunya yang digambarkan peri-peri itu. Mereka hanya bilang kalau Aurora dilahirkan dari pasangan raja dan ratu.
Maka, suatu malam setelah enam belas tahun lamanya, tatkala peri-peri yang merawatnya mendengkur waktu tidur, Aurora memutuskan untuk kabur.
Ia ingin sekali bertemu ayah dan ibunya. Tak peduli kalau mereka seolah tak menginginkan dirinya karena tak pernah sekali pun menjenguknya, Aurora tetap mendambakan pertemuan itu.
Tibalah Aurora di sebuah istana yang ia yakini adalah istana ayahnya. Ia mengernyit di pintu gerbang. Heran, mengapa istana itu tampak sepi seolah tak berpenghuni. Pelatarannya begitu luas, dengan asoka berderet memanjang dan berkelak-kelok bak labirin tanpa pintu keluar. Kabut tipis yang sebelumnya tak ia dapati di sepanjang perjalanan melingkar di sekeliling kastil. Awan kelabu menggantung, menggelapkan lingkungan istana. Terlihat menyeramkan
Tetapi bukan Aurora namanya jika tak berani memasukinya. Ia menutup kepalanya dengan tudung mantel. Sepertinya musim gugur telah berakhir, berganti musim dingin. Udaranya menusuk sekali. Dengan mantap, ia melesat masuk ke dalam istana.
Aurora tambah heran. Bahkan pintu kastil saja tak dikunci. Di dalam begitu senyap. Benar-benar tak ada orang di ruang depan istana yang seluas lapangan ini. Hanya terdapat beberapa kursi dan barang antik yang tampak sudah rusak.
"Halo? Ada orang?"
Suaranya bergema. Tiba-tiba, ia melihat sesuatu bergerak di atas sebuah meja, dari sudut matanya. Ketika menoleh, tak ada apa-apa di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Dream
Fantasy[Fantasy x Dongeng] Malam ini begitu indah. Penuh kerlip bintang di hamparan langit kelam yang begitu megah. Sayangnya, kamu tak juga bisa tertidur. Maka bersiaplah. Tutup setengah tubuhmu dengan selimut. Aku akan membacakan berbagai kisah. Pejamkan...