The Cursed Snow White(2)

40 16 0
                                    

"Perkenalkan dia Tuan Steve, ia yang menolongmu dan membawamu ke kami kemarin malam," ucap si Ungu.

Ternyata saat itu dia ingin menolongku.

Aku mengangguk. "Terima kasih karena telah menolongku kemarin, Tuan Steve," ucapku.

Serigala itu hanya menggoyangkan kepalanya sambil mengaum.

"Ayuk, kami sudah menyiapkan makanan untukmu, Tuan Steve," ucap Papa Yellow.

Serigala silver tersebut mengaum kembali dan berjalan memasuki rumah.

Dia paham apa yang kita ucapkan?

Pertanyaan itu hanya kusimpan di dalam benakku. Aku bersama para kurcaci yang lain kembali memasuki rumah untuk bersiap makan malam. Kami makan sup yang berisi beberapa tumbuhan hijau dan daging yang telah Jingga masak.

Aku memerhatikan serigala silver itu yang memakan sepotong daging besar yang disajikan di atas piring di depannya. Ia tampak tenang memakan daging tersebut.

Para kurcaci juga tampak tidak peduli dengan kehadiran si serigala silver ini yang bisa saja memakan mereka saat itu juga.

Apa mereka tidak takut dimakan serigala ini?

Setelah menghabiskan makan, para kurcaci bernyanyi di dalam rumah dengan riang. Sementara aku memutuskan pergi ke luar untuk mencari udara segar.

Aku memperhatikan tanganku yang dipenuhi simbol-simbol hitam yang bermandikan cahaya sang rembulan.

Aku merasa lega bahwa para kurcaci itu menerimaku apa adanya, dan tidak takut dengan penampilanku yang menyeramkan ini.

"Apa kau tahu kenapa di kulitmu terdapat corak hitam seperti itu?" tanya suara berat di belakangku.

Aku menoleh, dan melihat seorang pria paruh baya berdiri di belakangku. Ia mempunyai rambut berwarna hitam dengan bola mata hijau zamrudnya yang tengah melihatku

Aku menggeleng. "Simbol-simbol ini pertama kali muncul 2 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 29 Maret," ucapku.

"Aah ... begitu, ya," ucap pria di belakangku.

"Maafkan aku," lanjutnya.

Aku terkekeh. "Kenapa harus minta maaf? Bukan salahmu kok, kalau kamu penasaran," ucapku.

Pria itu lalu berjalan dan berdiri di sampingku, "Kau tahu, dulu aku bekerja di istana sebagai penyihir," ucapnya.

Ucapannya tersebut sontak membuatku kaget, aku menoleh ke arahnya. "Lalu kenapa kau ada di sini?" tanyaku.

Ia tersenyum sambil menatapku dengan manik hijau zamrudnya, entah kenapa membuatku merasakan sedikit perasaan tenang saat melihatnya.

Tanpa kusadari jantungku berdegup kencang, aku langsung mengalihkan pandanganku dari hadapannya.

Ada apa ini?

Lagi pula siapa dia?

"Tuan Steve!" suara si Ungu mengangetkanku.

Aku menoleh, begitu juga dengan pria di sampingku.

Si Ungu langsung berlari dan tiba-tiba memeluk kaki pria di sampingku.

Aku melongo melihatnya.

Dia ....

"Tuan Steve, kau berubah lagi?" tanya Jingga yang sudah berada di belakang si Ungu.

"Aku lebih suka Tuan Steve pas jadi serigala, lebih keren!" ujar si Nila.

"Enggak, ah! Bagusan dia pas kayak gini!" ujar si Ungu sambil terus memeluk kaki pria ini.

Once Upon A DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang