Gemuruh lautan menghilangkan suara apapun di sana. Semuanya hening, menatap ke laut yang terbentang sangat luas.
Anna merasakan tubuhnya terangkat, saat dia menoleh. Pria itu, yang berambut coklat bermata biru tengah menggendongnya. Dia tersenyum dan memberikan Anna segelas air yang rasanya amat sangat manis.
Pria itu tertawa, memegang tangan Anna dan mencium keningnya. Dia berkata sesuatu, namun suara ombak menutupi suaranya.
Anna dibelai, digendong, dan dipeluk seperti boneka kecil. Dia menatap kedua kakinya yang putih sekarang tengah berdiri di atas pasir pantai yang lembut. Bibirnya terangkat, dia tertawa. Menunjukkan dua gigi kecil.
Pria itu kemudian mengangkat Anna lagi dan mengajak anak berlari menyusuri pantai. Anna tersenyum lebar, dia tidak sadar jika sedari tadi ada Sutisno yang berdiri mengawasi mereka. Anna terkejut, matanya terbuka lebar. Dadanya naik turun tak teratur.
Gadis itu menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dengan cahaya remang-remang, dia berjalan keluar. Suara kayu terbakar terdengar jelas di telinga Anna. Aiden, pria itu duduk bersender di dekat api dengan sebuah buku catatan di pangkuannya.
Anna menatap sekeliling, dimana kakeknya?
Menatap Anna kebingungan, Aiden menunjuk gundukan tanah tak jauh dari gubuknya. Sebuah pemakaman sederhana untuk orang tua seperti Sutisno. Air mata Anna hampir tak terbendung melihat gundukan tanah itu. Namun Anna menahannya, dia meremas tangannya sendiri dengan sangat kuat.
"I can't bury your grandfather too deep. You can still dig it if you want."
(Aku tidak bisa menguburnya terlalu dalam. Kamu masih bisa menggalinya jika kau mau.)Anna memilih duduk tak jauh dari api, malam terasa sangat dingin. Apalagi saat kabut mulai turun dari gunung. Sebentar lagi bulan akan menghilang, Anna tidak tahu harus berbuat apa.
Anna melirik ke arah Aiden, pria itu nampak menulis sesuatu di buku catatannya. Sangat serius sampai tidak sadar jika Anna meliriknya sangat lama.
Anna sedikit mendekat, dia menatap luka di perut Aiden. Darah sudah berhenti keluar, warna kulit pria itu juga sudah kembali sedikit merah.
Aiden mendongak, "this is a diary."
Anna sedikit mundur, dia menunduk dan terdiam. Menekuri kakinya sendiri yang dekil karena tanah.
Aiden menggeser duduknya, dia mendekat ke arah Anna dan membuka buku diari miliknya.
"This is not just an ordinary diary. I also try to draw whatever I see into this book."
(Ini bukan buku diari biasa. Aku juga mencoba menggambar apapun yang kulihat ke dalam buku ini.)Aiden membolak-balikkan bukunya. Dia lalu berhenti ke sebuah sketsa yang baru dia kerjakan.
"Look, this is your house. With rice fields and mountains behind it."
(Lihat, ini rumahmu. Dengan sawah dan gunung menjadi latar belakangnya.)Aiden menatap Anna yang nampak tertarik pada buku diarinya.
"You can have this one when I'm done."
(Kau boleh memiliki ini jika aku sudah menyelesaikannya.) Ujar Aiden membalik halaman baru dan mulai menggambar lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/190743072-288-k446747.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VON: Make a Wish (Hiatus)
Historical FictionDia bisu, tapi tidak tuli. Namanya Anna, kehilangan memori tentang kedua orang tuanya, kini dia hidup bersama kakek tua bernama Sutisno. Jauh dari perdesaan, mereka mengurung diri di dalam hutan. Original Cover by Autodesk Sketchbook Display Picture.