" Aku masih melangkah menuju lapangan tempat ia berada, tak menghiraukan terik yang ku rasa ,hanya yuna dan berkelebat bayang tentang indah dirinya, tanpa jarak."
Dari sini semua tampak indah, di bawah pohon rindang,memandang mu dari kejauhan. Persis di film yang semalam ku tonton, bedanya aku sendiri mencuri pandang yang ku berani.
Helai rambutmu di belai angin,dengan senyum yang fajar sampai senja tak hentinya singgah di pandangan, kepala dan segala nya.
Aku masih terkesima dengan kau pemandangan nya.Boleh jadi tuhan benar-benar menitip ruh bidadari dalam dirimu, atau memang hanya mataku.
Tapi mustahil aku keliru, seluruh pasang mata pasti seutuju dengan isi hatiku tentang gambaran dirimu, bohong jika ku bilang baik-baik saja saat ternyata tatapmu menuju ke arahku. Mati dibunuhnya aku!
Kau lambaikan tangan seolah menyadari aku yang berada di belahan bumi yang ku kira tak kau ketahui, dengan seulas senyum yang kian mengembang aku semakin di ambang tak karuan, terus mengayunkan tangan mu dan aku hanya bungkam.
Ku langkah kan kaki mencoba menjemput mimpi yang setelah hampir 3 tahun ku nanti, Friska yuna, tunggu aku.
Aku masih melangkah menuju lapangan tempat ia berada, tak menghiraukan terik yang ku rasa ,hanya yuna dan berkelebat bayang tentang indah dirinya, tanpa jarak.
"Yoga" panggil nya sambil menyelipkan rambut lurusnya di telinga, masih dengan tawa yang tak tergambar manisnya, dan membuat ku menganga.
"Ayo masuk kelas, jangan bolos" ucap nya setengah berteriak di depanku yang tinggal beberapa langkah di depan hidungnya, dengan aku yang masih tak percaya.
Senggolan bahu menghantam punggung ku, menyadarkan dari lamunan yang kali ini menyesak kan "Ayo" ucap yoga menggandeng tangan yuna, yang sekarang menjauh dari pandanganku.
Yoga ananda, pria yang kabarnya dekat. dengan yuna, dan setiap hari ku tepis kabar itu dari benak dan telinga, hinggan kini kau buktikan yuna.
bahwa bukan aku yang kau tunggu, bukan aku yang menggandeng tanganmu, bukan aku yang berjalan bersamamu, bukan aku.
Aku masih tertunduk lesu dengan sisa-sisa jiwa yang pergi bersama nya, dia tak membawanya, tidak pula menghancurkan nya, namun harap ini yang membuat nya sedemikian rupa.
"Sudah siap mau di hukum di sini? " terdengar suara berat yang sudah ku hafal di kepala. Pak yahya guru matematika dengan kumis tebal,badan gempal.
"Tanpa basa basi silahkan kamu selesaikan pelajaran terakhir hari ini dengan tetap di sini, karena kamu sudah terlambat masuk pelajaran saya 1,2,3 banyak sekali" ucap pak yahya membuatku berada di posisi habis jatuh tertimpa apartemen.
"Maumu apa sih? Kemarin sedang duduk ngadem di bawah pohon itu" ujarnya menunjuk pohon yang biasa jadi tempat curi pandang.
" sekarang malah panas panasan di lapangan" sambungnya lagi meningkatkan level panas kepala telinga dan ah semua.
"Kala! Rasya kala!" bentak nya melihatku tak menggubris omelan nya, " Pasha pak, pasha kala" ucapku membenarkan nama pemberian dari ayahku 17 tahun lalu
"Mau pasha mau rasya mau tasya, tidak penting, tetap disini dan jangan kemana-mana" ucap nya mirip pembawa acara berita.
"Iya pak, bapak pergi saja" ucap ku "Ngusir kamu? Hah? Berani kamu" ucap pak yahya dengan kuda kuda memukul yang tertunda
"Bukan begitu pak, hari ini panas sekali biar saya saja yang rasa, lagi pula bapak ada jam di kelas saya,kasian teman-teman saya yang menunggu ilmu dari bapak" ucapku mencoba menenangkan nya.
"Halah sok romantis, tetap di sini" ucap nya sambil berlalu pergi, belum genap 5 langkah, ia berbalik memandangku..
"ingat tasya, allah maha melihat" katanya dengan memicingkan mata dan nada drama menegangkan, tepat sudah jika bunyi petir hadir,membuat ciut nyaliku untuk melipir sekedar bersembunyi dari mentari.
Terimakasih sudah sudi membaca,kritik dan saran sangat saya butuhkan, jangan lupa pencet bintang kawan budiman 😍😘
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA
Novela Juvenil"Tau nama ku aja dulu, kalau udah nanti juga jatuh cinta" "Jatuh cinta itu ngga perlu banyak gaya, tinggal jatuh aja"