25 – PALDU SEMESTA
TEPAT JAM setengah sepuluh malam Gerald mengantar Levi pulang. Sesampainya di rumah, Levi masuk kamar dan langsung mengganti pakainnya. Selesai berganti pakaian dengan baju tidur ia memilih duduk di depan meja belajar. Membuka sebentar materi yang diberikan oleh Pak Raffi—guru pembimbing mereka di olimpiade sains. Ada empat buku tebal yang diberikan oleh guru itu. Semuanya mengandung angka-angka—yang kalau menurut orang-orang dengan IQ rendah pasti akan langsung muntah melihatnya.
Levi menutup dan menyimpan kembali buku-buku itu. Kemudian beranjak untuk tidur. Sampai bunyi yang berasal dari HP-nya mengundang perhatian ia. Tertera nama Gerald yang mengajaknya melakukan video call.
“Kenapa?” Levi menerima panggilan video.
“Lo lagi apa?”
Levi mengulum senyum mendengar pertanyaan Gerald yang terdengar canggung. Ia menopang dagu di atas tangan. “Lagi lihat calon masa depan,” jawabnya kemudian terkekeh geli.
“Bisa aja.”
Levi melihat Gerald yang ikut tersenyum geli seperti ia.
Hening .… Mereka hanya saling tatap melalui layar HP masing-masing.
“Kalau lo lagi ngapain?” tanya Levi kemudian. Karena tidak tahu harus melakukan apa lagi. Keadaan mendadak sepi dan canggung.
“Sama kayak lo.”
“Sama kayak gue? Apa?”
“Iya, sama kayak lo. Lagi melihat calon masa depan.”
Jawaban sederhana Gerald sukses membuat wajah Levi bersemu merah. Gadis itu menyentuh wajahnya dengan perasaan malu-malu. Lain halnya dengan Gerald yang berusaha menahan bibirnya agar tidak ternyum lebar. Dan sekarang mereka berdua terlihat seperti sepasang remaja yang baru saja mengenal kata cinta.
“Sama lagi lihatin wajah lo yang cantik,” ucap Gerald lagi. Tanpa memikirkan kondisi jantung Levi yang mulai berdenyut menahan gejolak cinta yang semakin melunjak.
Levi tertegun. Bagaimana tidak, saat ini ia tidak memakai polesan apa-apa. Ucapan Gerald sukses membuat ia semakin tersipu malu. “Udah pintar ngegombal, ya, sekarang? Diajarin siapa?” seru Levi.
“Yang tadi itu lagi ngomong jujur. Bukan lagi ngegombal.”
Levi tertawa mendengar perkataan Gerald. “Iyain aja, deh, biar fast.”
Gerald ikut tertawa pelan. Di tengah-tengah keheningan beberapa saat, ucapan Gerald selanjutnya membuat Levi kaget. Laki-laki itu kembali mengatakan tiga kata yang membuat jantung Levi hampir berhenti berdetak. Tidak mempedulikan perasaan hatinya yang semakin melayang, Gerald mengucapkan kalimat itu.
“I love you….”
“Apa? Barusan tadi—lo bilang apa?” Levi bertanya dengan nada hati-hati. Mencoba memastikan kalau barusan ia tidak salah mendengar. Bisa saja karena terlalu bahagia, ucapan Gerald kemarin di bianglala masih terus terngiang-ngiang, sampai ia sulit untuk membedakan—mana kenyataan dan mana ilusi.
“Tadi lo dengar gue ngomong apa?” tanya Gerald kembali.
“I love you?” jawab Levi pelan, terdengar ragu.

KAMU SEDANG MEMBACA
D E T A K
Fiksi RemajaHidup bercukupan dan mendapatkan kasih sayang penuh dari orangtuanya, tak lantas membuat Shanata Levi Azzura bahagia menjalani kehidupan sebagai anak normal. Menderita penyakit jantung di saat usianya yang baru menginjak enam tahun, membuat Levi tid...