32 - PAINFUL MEMORIES

9.3K 792 11
                                    

32 – PAINFUL MEMORIES

SETELAH LIMA hari festival DES berlangsung, malam ini adalah penutupan festival tahunan sekolah swasta itu. Berbeda dari pembukaan yang kental akan aroma nusantara, penutupan kali ini lebih ke modern. Masih sama seperti pada pembukaan yang diisi dengan penampilan dari berbagai ekskul seni—begitu juga pada penutupan. Dari segi dekorasi gedung dibuat berbeda dari pembukaan. Tampak langit-langit gedung theater dipenuhi dengan lampu LED, yang dapat berubah warna dan bergerak mengikuti alur penampilan pengisi acara nanti. Itu karena pada penutupan kali ini diisi dengan penampilan drama.

Tepat di depan panggung besar yang tampak jelas. Gedung sudah dipenuhi oleh tamu undangan. Penampilan drama telah berlangsung. Drama musikal yang mengambil tema cerita rakyat berjudul, Rara Mendut yang ditulis oleh Y. B Mangunwijaya sukses mengambil kepelikan penonton. Baru awal-awal, decak kagum penonton tak ada henti-hentinya. Cerita rakyat terkenal yang diberi bumbu modern ini pun sukses ditampilkan. Di sela-sela drama juga diisi dengan penampilan lain, seperti musikalitas dan tarian tradisional yang dimodif menjadi modern.

Tepuk tangan meriah penonton menjadi akhir dari pertunjukan. Drama dengan akhir kisah yang haru. Rara Mendut dan kekasihnya—Pranacitra, akhirnya mati bersama demi cinta mereka.

Kini saatnya penampilan terakhir, sekaligus penutupan dari serangkaian acara festival tahunan DES. Seluruh lampu gedung dimatikan. Menyisakan lampu utama yang menyorot terang ke arah panggung. Seorang perempuan berjalan menuju panggung utama. Perempuan itu duduk di sebelah piano. Tepat di sebelahnya sudah ada laki-laki dengan penampilan kasual. Sorak tepuk tangan mulai menggema di setiap sudut-sudut ruangan. Sebelum memulai apa yang akan ditampilkan, kedua orang itu saling adu pandang. Menatap satu sama lain sebentar, sampai perempuan itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman—menandakan bahwa ia telah siap.

Levi dan Gerald sama-sama menarik napas, sebelum akhirnya jemari Gerald mulai menari indah di atas deretan tuts piano. Menciptakan alunan nada yang membawa semua orang tidak dapat berpaling dari mereka. Intro mulai dimainkan. Setelah intro dimulai, Gerald mulai bernyanyi lebih dulu. Mereka membawakan lagu ringan tentang cinta yang disukai oleh banyak orang. Lagu ini sempat viral dan banyak mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia dan negara tetangga.

A# Gm D# D G D Em D C D

Pernah aku jatuh hati. Padamu sepenuh hati. Hidup pun akan kuberi. Apa pun akan kulalui. Tapi tak pernah kubermimpi. Kau tinggalkan aku pergi. Tanpa tahu rasa ini. Ingin rasaku membenci….”

Lagu balad dengan piano sebagai nada utamanya ini membawa perasaan mengudara. Terbawa perasaan dengan apa yang mereka nyanyikan, membuat mereka kembali mengingat masa-masa itu. Memori-memori awal pertemuan itu mulai berkelabat. Memenuhi seluruh ruang hati dan pikiran mereka menjadi satu.

“SEKARANG MUNGKIN LO NOLAK GUE. TAPI LIHAT AJA NANTI, LO PASTI BAKAL JADI PACAR GUE, GERALD!”

“Tinggal ambil aja apa susahnya, sih?”

“Lo aja yang minum. Gue nggak haus. Lagian lo siapa, sih, bisa tiba-tiba ada di sini? Orang luar dilarang masuk!”

“Dilarang masuk? Dilarang masuk dari mana? Lo nggak lihat apa, ada banyak cewek-cewek yang duduk-duduk di sini!”

“Oh, ya, tadi lo tanya apa? Gue siapa? Calon pacar lo, lah! Siapa lagi?”

Memori-memori itu melintas begitu saja. Awal pertemuan yang seperti bencana bagi Gerald, mulai mengalun dalam pikirannya. Tidak seperti awal ia merasa bahwa pertemuannya dengan Levi adalah bencana—yang perlahan-lahan malah membawa perasaan halus, dan sedikit demi sedikit mulai membedah hatinya dengan Levi sebagai pemeran utama. Pemeran utama yang telah berhasil merubah kata bencana tadi menjadi spesial.

D E T A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang