Aku tiba di rumah setelah tiga setengah jam perjalanan. Kami cukup lama mampir di rest area. Appa sedang duduk di sofa depan televisi saat aku masuk. Dia berbicara dengan seseorang melalui telepon. Aku sempat mendengar dia menyebut-nyebut nama Jae. Belakangan, Appa sering membicarakan orang itu. Yang kutahu, Jae adalah kerabat jauhku di Daegu. Yang tidak kutahu, wajah Jae seperti apa. Setiap membicarakan lelaki itu denganku, Appa sangat menyanjungnya.
Kuenyakkan tubuhku di salah satu sofa tunggal di dekat Appa. Dia melirikku sebentar, lalu mengakhiri pembicaraannya di telepon. Tidak lama, aku mendengarnya bertanya, "Bagaimana di Daejeon?"
"Beda dengan Daejeon belasan tahun lalu, Appa." Aku menyahut sambil menatap layar televisi.
"Tidak lewat di depan rumah Eomma?"
Aku melirik Appa. "Untuk apa? Rumah Eomma jauh dari rumah A-Ra."
Ada banyak keputusan Appa yang tidak aku sukai setelah perceraiannya dengan Eomma. Namun, keputusan untuk pindah dari Daejeon ke Seoul usai aku menamatkan pendidikan sekolah menengah sangat aku sukai. Aku tidak bisa membayangkan harus melanjutkan sekolah tinggi di Daejeon dan bertemu lagi dengan teman-teman yang pernah merundungku.
Kudengar Appa menghela napas cukup keras. Volume televisi pun dikecilkan olehnya. "Minggu depan kamu cuti, ya?"
Sontak, aku menengok padanya, "Ha? Untuk apa?"
Appa berdeham. "Kita ke Daegu. Minggu depan, Min-Ji menikah."
"Oh ya? Dengan siapa? Min-Ji Eonni tidak bilang dia akan menikah."
Min-Ji Eonni adalah sepupuku, anak dari Ji-Kyung Gomo, adik Appa. Saat kuliah, Min-Ji Eonni tinggal di sini. Makanya, aku cukup dekat dengannya. Akan tetapi, setelah studinya rampung, dia kembali ke Daegu dan bekerja di sana. Belakangan, aku memang jarang chatting dengannya. Namun, aku tidak menyangka semendadak ini dia akan menikah.
"Dengan Hyun-Sik. Dijodohkan. Makanya cepat."
Hah! Sudah kuduga!
Satu hal yang tidak aku suka dari keluarga Appa adalah perjodohan. Keluarga besar Appa seakan tidak mengizinkan anak-anak mereka mencari pasangan sendiri. Menjodohkan anak-anak menjadi hal yang lumrah bagi mereka. Mereka tidak rela jika anak yang sudah dibesarkan dan dibiayai sedemikian banyaknya harus jatuh ke tangan "orang yang tidak dikenal". Makanya terkadang aku enggan menghadiri acara keluarga.
"Jadi, minggu depan kamu cuti, ya?"
Aku terdiam lantaran otakku berusaha mencari alasan. Di Daegu ada lebih banyak keluarga dan kerabat Appa dibanding di sini. Besar kemungkinan aku bertemu dengan para bibi yang sejenis dengan Ji-Hwa Gomo, kakak Appa, yang sangat menyebalkan.
Dari sekian banyak kalimat tanya yang ada di muka bumi ini, entah mengapa Ji-Hwa Gomo selalu memilih kalimat 'Ae-Rin~ah, kapan kau akan menikah?' setiap kali bertemu denganku. Aku baru berusia 25 tahun, belum tua-tua amat. Namun Ji-Hwa Gomo sangat mengkhawatirkan aku hidup sendiri seakan usiaku telah menginjak angka 35.
"Appa, aku tidak bisa mengiyakan sekarang. Aku harus mengajukan cuti dulu. Kalau di-acc, baru aku bisa mengiyakan ucapan Appa."
"Aku akan menelepon Manajer Lee. Kau hanya perlu mengurus sesuai prosedur."
Manajer Lee adalah atasanku di bagian SDM dan beliau adalah teman dekat Appa. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Appa ikut campur dalam urusan pekerjaanku. Untuk urusan cuti, beberapa kali dia yang mengatur. Aku hanya perlu mengajukan cuti sesuai prosedur, lalu Appa akan menghubungi Manajer Lee dan... voila, pengajuan cutiku dikabulkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH KASIH AE-RIN
RomanceBlurb: Bertemu dengan Tae-Hyun setelah belasan tahun di acara reuni sekolah membuat perasaan Ae-Rin bersemi kembali. Ae-Rin sudah bertekad untuk memperjuangkan perasaannya kali ini. Namun, Ae-Rin harus berhadapan dengan tradisi perjodohan dalam kel...