PROLOG

170 16 9
                                    

MovictionTeam & lumiere_publishing

Aku duduk sendirian di sofa sebuah ruangan di dalam gedung. Min-Ji Eonni telah meninggalkanku sejak beberapa saat lalu. Seharusnya, A-Ra dan A-Reum sudah berada di sini. Namun, sepertinya mereka datang terlambat. Lantaran tak ada teman mengobrol, kukeluarkan ponsel dari dalam tasku. Beberapa notifikasi chat tertera di layar depan. Kebanyakan dari A-Ra dan A-Reum yang berkata bahwa mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini.

Aku lantas membuka akun Instagram-ku. Kuusap-usap layar dengan cepat, melihat sekilas foto-foto yang tampil pada halaman utama. Lantas, gerakan jariku berhenti pada sebuah foto. Foto lelaki yang tak pernah lagi kulihat belakangan ini. Temannya yang juga menjadi salah satu follower akunku mengunggah fotonya, lengkap dengan caption yang bertuliskan selamat ulang tahun.

Ah, ya. Aku baru ingat sesuatu. Catatan kecil yang dititipkannya untukku, belum kubaca. Catatan kecil itu telah lama kuterima. Aku sengaja tidak membacanya. Entah apa yang tertulis di sana, aku enggan hal itu merusak semua yang telah kulalui. Akan tetapi, sepertinya sekarang saat yang tepat untuk membacanya. Membaca satu pesan terakhir dari seseorang yang pernah membuat air mataku tidak berhenti mengalir. Bagaimanapun, hari ini akan menjadi hari terakhir aku bisa mengingatnya sesuka hatiku.

"Ae-Rin~ah?"

Pintu terkuak. Buru-buru kuremas secarik kertas kecil yang beberapa saat lalu kubaca. Seakan tidak terjadi apa-apa, aku segera mengembangkan bibir manakala kudapati A-Ra—dengan potongan rambut bob-nya—dan A-Reum memasuki ruangan dengan dress berwarna biru muda, warna kesukaanku.

"Kau sedang apa barusan?" tanya A-Ra yang lebih dulu duduk di sebelah kananku.

Aku menggeleng pelan. Tidak lama, dia mengusap pundakku.

"Semuanya akan baik-baik saja, Ae-Rin~ah," tuturnya seakan tahu apa yang terjadi. Padahal, dia tidak tahu apa-apa.

Lantas, A-Reum bergabung. Dia sama seperti A-Ra—bersikap seolah-olah tahu apa yang sedang kupikirkan. "Semua ini hanya masalah waktu, Ae-Rin~ah. Kau akan berbahagia."

Aku mengangguk sembari berupaya menahan air yang mulai menggenangi pelupuk mataku. Dadaku perlahan terasa sesak—entah disesaki kebahagiaan atau kesedihan, aku tidak tahu. Hanya membaca satu kalimat dari lelaki itu membuat ingatan singkat tentangnya kembali memenuhi kepalaku.

"Ya! Ada apa ini? Mengapa sang pengantin wanita menangis?"

Aku mendongak. Appa telah berdiri di hadapanku. Bergegas kuseka air mataku menggunakan tisu yang baru saja disodorkan A-Reum padaku.

"Mianhaeyo, Appa."

Appa lantas menjulurkan telapak tangannya. "Ayo. Kau tidak ingin membuat mempelai pria menunggu terlalu lama, kan?"

Aku mengangguk pelan, lantas kusambut uluran tangan Appa. Baiklah. Aku sudah siap memulai kisah kasihku yang baru.[]

KISAH KASIH AE-RINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang