1. Hidupku

230 27 10
                                    

Happy reading...

Jangan lupa vote and comment ya 💋

Seorang anak remaja laki-laki sedang memasak untuk mamanya yang terbaring di atas kasur. Dia begitu lihai memotong dan menggoreng. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan kegiatan itu.

Ia mencicipi masakannya sudah enak atau tidak, "sepertinya kurang garam" ucapnya dan mengambil garam untuk menambah rasa masakannya agar pas.

Akhirnya ia menyelesaikannya. Ia membawa nampan berisi masakannya tadi untuk di bawa ke kamar mamanya.

"Mama, makan dulu yuk. Rangga udah masakin sayur sop sama ikan tuna kesukaan mama" Rangga membantu mamanya untuk duduk bersandar di ranjangnya.

Dia Rangga Sadewa, remaja yang memiliki wajah tampan, rambut hitam pekat agak tipis di bagian pinggir dan juga otak yang cerdas. Sayangnya ia harus bekerja banting tulang di usia mudanya untuk bertahan hidup.

Rangga menyuapkan sesendok nasi kepada mamanya.

"Maafin mama Rangga...mama tidak bisa jadi seorang mama yang baik untuk kamu. Mama hanya bisa membuat kamu kesusahan nak..." lirih Lia, air matanya sudah jatuh. Ia tidak tega melihat putra satu-satunya hidup susah seperti saat ini.

"Mama jangan pernah bilang seperti itu lagi, mama sudah jadi yang terbaik untuk Rangga. Rangga ikhlas kok kalok memang hidup Rangga di takdirkan seperti ini" Rangga menaruh piring yang ia pegang dan memeluk mamanya yang terisak.

Ya, dia hidup hanya berdua dengan mamanya. Dia tidak memiliki saudara. Ayahnya sudah pergi meninggalkan mamanya sejak ia berumur 1 tahun. Entah ayahnya pergi ke mana ia juga tidak menanyakan pada Lia, takut membuat Lia semakin tertekan.

Lia juga tidak pernah melihatkan foto suaminya pada Rangga. Rangga juga tidak mau tau tentang orang yang sudah meninggalkannya tanpa tanggung jawab.

Dan mamanya sekarang tidak bisa melakukan apa-apa karna mempunyai riwayat sakit jantung dan juga paru-paru yang sudah lama ia derita.

Jadilah Rangga sekolah dengan bekerja. Menurutnya ini belum seberapa di banding bundanya yang sudah merawat dan membesarkan dirinya seorang diri tanpa sosok ayah.

**

Seorang gadis cantik dengan balutan seragam kotak-kotaknya baru turun dari lantai dua. Ia gadis kelas X Ips 1, dan ia masih 4 bulan menjadi siswa kelas X.

Ia menghampiri kedua orang tuanya yang berada di meja makan.

"Pagi mama, pagi papa, dan pagi kakak tercinteh" ucap gadis itu menyapa kedua orang tuanya dan juga sang kakak. Gadis itu duduk di samping kakaknya.

"Pagi princess kecil" ucap serentak ketiganya. Membuat gadis itu mengecrutkan bibirnya.

"Princess mau makan apa hari ini biar mama ambilin" ucap mamanya.

"Gak usah ma, biar aku ambil sendiri" ia kesal jika di panggil princess kecil. Ia sudah SMA, masih saja di anggap anak kecil oleh keluarganya.

"Ngambekan deh" ujar kakaknya dan mengacak rambut gadis itu, membuatnya semakin jengkel.

"Ish...berantakan kak!" Ia membenarkan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan ulah kakaknya.

"Aku kan udah gede, gak mau di panggil princess ke-cil!" ucapnya dengan menekankan kata terakhir.

"Iya deh enggak lagi, yang penting kamu makan dulu baru berangkat sekolah" barulah gadis itu mengangguk dan menikmati sarapan paginya.

"Kamu hari ini berangkat sama pak Tono ya, kakak kamu mau ada urusan sama papa dulu. Gak apa-apa kan ?" Tanya papanya.

"Gak papa kok, lagian udah bosen sama kakak"

"Dasar adek gak tau terima kasih!" Kesal kakaknya membuat gadis itu tertawa.

Dia Liora Oktavia, gadis cantik dengan rambut hitam sedikit di bawah pundak, bibir tipis berwarna pink, hidung mancung, mata yang bulat dan jangan lupa lesung pipi yang membuat senyumnya terlihat menawan.

Ia juga memiliki otak yang tak main-main. Dia sudah banyak mendapat piala berkat kepintarannya.

**

Setelah Rangga menyuapi ibunya, ia langsung bergegas untuk berangkat ke sekolah. Ia bisa sekolah di sekolahan elit karna mendapat beasiswa. Ia sangat bersyukur, setidaknya ia masih bisa bersekolah meskipun dengan kehidupannya yang pas-pasan.

Ia ke sekolah menaiki motor matic yang ia punya.

"Baru dateng lo ga" ucap seseorang, dia Gio Cristoni.

"Seperti yang lo liat" ucap Rangga seadanya, Gio hanya cengengesan. Mereka pun pergi dari parkiran menuju kelasnya XI Ips 2.

Bel masuk sudah berbunyi. Tak lama guru yang mengajar pun datang.

"Selamat pagi anak-anak" sapa guru perempuan sebut saja bu Marni

"Pagi bu" jawab serentak semua murid.

"Hari ini kita adakan ulangan sosiologi" ucapan bu Marni membuat semua murid menganga kecuali Rangga tentunya. Ia tetap santai dengan wajah datarnya.

"Kok dadakan sih bu" protes salah satu murid perempuan.

"Gak usah banyak protes, cukup kerjakan dan kumpulkan!" Tegas bu Marni, guru yang satu ini tidak suka di ganggu gugat keputusannya.

Rangga dengan tenang mengerjakan soal-soal ulangannya. Tidak ada ekspresi kebingungan, ia begitu santai mengisi jawaban. Lain dengan Gio, ia kebingungan harus di isi apa kertasnya ini.

Hanya Rangga yang bisa membantunya.

"Hust...hust ga" Rangga menoleh ke sumber suara.

"Apa"

"Bantu jawab nomer 5 dong" ucap Gio sambil mengerjapkan matanya.sok imut deh!
Rangga yang paham melihat soal nomor 5 yang di maksud Gio dan ternyata soal yang di maksud adalah pengertian stratifikasi sosial.

Rangga merobek kertas dan mengisi jawaban soal yang di maksud Gio.

Stratifikasi sosial adalah pembedaan masyrakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang di wujudkan dari tingkatan masyarakat paling tinggi ke tingkatan paling rendah.

Setelah itu Rangga melipat dan melemparnya pada Gio. Gio menangkapnya dan tersenyum bahagia.

"Makasih sayang" ucap pelan Gio pada Rangga, membuat Rangga bergidik ngeri. Sebaiknya ia melanjutkan mengerjakan daripada meladeni Gio.

Tingkah Gio memang sering kali membuat Rangga berpikiran bahwa temannya itu memiliki hormon gay. Tapi nyatanya tidak seperti itu, Gio masih menyukai seorang perempuan.

Gimana ceritanya sista ? Hihihi

Story Of RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang